Selasa, 14 Juni 2011

Episode 07

Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – PenjelasanDi Zi GuiSecara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu pada tanggal 16 Februari 2005 (Episode 7)

Tadi kita menyebutkan, teman yang berumur empat puluh tahun tersebut, setelah menerima petuah orang kudus dan bijak selama lima hari, di dalam hatinya lahir sukacita yang besar serta pemahaman yang mendalam. Jadi pada hari keempat, pagi-pagi sarapan kebetulan masih belum siap, ia pun mengajak saya, dia bilang ia ingin duduk dan mengobrol dengan saya. Perasaan saya agak aneh, saat duduk saya merasa bagaikan duduk di kursi jarum, ia langsung berjalan ke hadapan saya, dia berkata: Sepanjang hidup ini, saya hanya bersujud kepada orang tua, hanya bersujud kepada guru. Saya merasa ada yang tidak betul, maka langsung melompat berdiri, benar-benar petuah orang kudus dan bijaklah yang membuatnya sangat tergugah, kami tidak punya jasa apa-apa, jadi saya tidak pantas menerimanya. Alhasil lelaki empat puluh tahun bertubuh kekar tersebut, langsung menahan sepasang tanganku yang ramping tersebut, membuat saya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saya lihat dia begitu tulus, hatiku pun menjadi tenteram, maka saya pun memenuhi harapan dan rasa hormatnya tersebut.
Kami juga merasa tanggung jawab di pundak kami sangat berat, dan berharap melalui program studi ini dapat benar-benar membuat lebih banyak orang memahami bahwa sebenarnya orang kudus dan bijak Tiongkok kuno sangatlah berjasa. Orang kudus dan bijak Tiongkok kuno pasti dapat melalui petuah mereka, membuat manusia pada abad kedua puluh satu ini memiliki keluarga yang akur dan masyarakat yang stabil. Jadi teman-teman sekalian, biarpun Anda sekarang sudah berusia empat atau lima puluh tahun, biarpun anak Anda telah berusia dua puluhan tahun, Anda tidak perlu takut, dengan ketulusan yang murni, logam dan batu pun terbelah, hanya perlu bertanya apa budi pekerti dan ilmu kita sudah cukup atau belum, sama sekali tidak perlu khawatir yang lainnya tidak akan berubah.
Mari kita lihat hal yang lain, mengapa anak bisa malas? Dimana akar penyebabnya? Teman-teman sekalian, saya lihat kalian sekarang juga sangat lihai menganalisis, kemalasan anak-anak tidak mungkin baru terpelihara saat dia sudah dewasa, bagai ungkapan "saat remaja jika bernaluri demikian, kebiasaan akan menjadi alamiah". Pendidikan mengapa harus diterapkan lebih awal lebih baik, karena sekali kebiasaan terpelihara maka susah untuk memperbaikinya. Saya ingat ketika keponakan saya masih kecil, kebetulan melihat ibunya sedang mengelap meja, kebetulan ibunya di pertengahan mengelap ada masalah yang perlu ditangani dahulu. Anak tersebut dari tadi melihat ibunya sedang mengelap meja, maka ia pun berlari ke sana dan mengambil kain itu, serta mencontoh ibunya. Kemudian kakak saya datang, teman-teman sekalian, bagaimana Anda menanganinya? Kakak saya langsung berkata kepada anaknya, ia berkata: Weiwei, mengapa kamu begitu kecil sudah tahu untuk berbakti kepada orang tua? Masih tahu untuk membantu ibu mengelap meja, patuh sekali! Dia yang tadinya mengelap biasa-biasa saja, semakin mengelap semakin semangat. Oleh karena itu, anak harus melalui banyak penyemangatan dan afirmasi dari kita barulah dapat membangkitkan potensi mereka. Lalu setelah ia selesai mengelap, ibunya berkata kepadanya lagi: Xiao Wei, saat mengelap meja, andaikan pada empat sudut juga sangat teliti dalam membersihkannya, maka barulah kamu mengelap meja tersebut dengan sempurna. Pertama yakni dapat mengafirmasi rasa baktinya, kedua juga dapat mengajarinya metode untuk melakukan sesuatu. Jadi keponakanku ini sangat menyukai kebersihan, umur tiga atau empat tahun, selimutnya dilipat sendiri, tampak putih dan bersih saat dipandang. Oleh karena itu, sikap yang diberikan kepadanya sewaktu kecil sangatlah penting.
Andai seorang ibu saat berjalan ke sana, langsung penuh emosi dan berkata: Aduh, apa yang kamu lakukan! Pergi sana, jangan membuat kekacauan di sini. Sepasang tangan Anda menolaknya dua kali, menolaknya tiga kali, lain kali dia akan datang tidak? Tidak akan. Jadi sebagai orang tua, kita harus memanfaatkan pendidikan basis peluang ini, jika tidak, maka banyak peluang yang baik akan terlewatkan di depan mata. Tunggu sampai ia sudah tidak mau membantumu melakukan pekerjaan rumah tangga, saat itu Anda merasa gusar pun tidak akan banyak membantu. Banyak orang tua murid berkata: Kamu hanya perlu bersekolah dengan baik, hal-hal lain bukanlah urusan kamu. Bagus tidak demikian? Anda lihat dia hanya bisa bersekolah, hal-hal yang lain tidak dilakukannya, baginya, dia yakin tidak dengan kemampuan dirinya untuk melakukan hal? Tidak yakin. Dia semakin tidak yakin maka dia semakin tidak berani untuk menanggung pekerjaan, semakin tidak menanggung, apakah akan ada rasa tanggung jawab? Tidak! Jadi semua ini ada keterkaitan, kita harus berpikiran matang. Bila anak banyak beraktivitas, terhadap tulang dan ototnya sangat membantu. Pada saat berkegiatan, anak juga akan merasa: Nyatanya ibu dalam mengurus rumah tangga itu tidaklah mudah, saya mengepel ruang tamu saja sudah lelah, ibu harus pergi bekerja, habis pulang masih harus memasak, masih harus melakukan banyak hal. Ia sambil mengepel, rasa syukurnya akan timbul. Jadi ada perkataan awam "berlatih bekerja", ketika dia benar-benar bersumbangih, benar-benar bekerja keras, barulah ia tahu untuk bersyukur, barulah tahu susah payah dari sumbangsih orang lain. Jadi tidak boleh membiarkan anak tidak bekerja keras, sama sekali tidak boleh membiarkannya memelihara kebiasaan malas.
Selanjutnya kita melihat pola hidup, mengapa pola hidup anak tidak teratur? Saya pernah menanyakan murid saya dengan berkata: Hari ini yang ada sarapan, tangannya diacungkan? Sangat banyak, hampir separuh yang tidak makan. Lalu saya bertanya: Apakah ibumu tidak memasaknya? Dia berkata: Ibu saya masih sedang tidur. Sarapannya adalah beberapa koin yang terletak di atas meja, dengan kertas bertuliskan "Sarapan" di atasnya, orang tua hanya mengeluarkan uang. Orang tua yang mengeluarkan uang tersebut apakah benar-benar mencari tahu bahwa koin-koin tersebut berganti menjadi sarapan? Ada tidak? Tidak! Kok kalian tahu? Berganti menjadi apa? Berganti menjadi mainan elektronik, berganti menjadi makanan ringan yang setumpuk zat pewarnanya. Andaikan anak-anak makan makanan tersebut selama setengah atau satu tahun, kondisi fisiknya pasti menurun secara linear. Banyak juga yang bermain permainan video, dan tidak makan.
Mengapa saya tahu? Karena sebagai guru kita harus perhatian kepada anak-anak, perhatian kepada siswa. Menurut pengamatanku, karena yang saya ajar adalah anak kelas enam dan anak kelas enam masih dalam masa pertumbuhan, perutnya sangat mudah lapar, sekitar jam sepuluh lewat sudah keroncongan. Jadi setiap saat saya akan menyediakan biskuit di laciku, sehingga mereka semua sangat cinta dengan biskuitku, anak-anak tersebut akan datang kemari. Pada dasarnya banyak sekali yang jam sembilan lewat atau sepuluh, saat pelajaran sedang berlangsung, Anda bisa melihat mukanya sudah sedikit pucat, karena lapar. Sekali dicari tahu, ternyata koin tembaga tersebut tidak berubah menjadi sarapan, tetapi untuk dijajankan. Jadi kita sebagai orang tua, ingin anak kita memiliki pola hidup yang teratur, kita sendiri harus menjadi teladan, ingin makan pagi, siang, dan malamnya normal, kita harus bersumbangsih lebih banyak. Dan sumbangsih Anda ini akan memberi dampak seumur hidup kepada anak, baik fisik maupun teladan, baginya akan sangat penting.
Teman-teman sekalian, kebiasaan-kebiasaan buruk ini, Anda percaya tidak asalkan tumbuh satu kebajikan maka semuanya akan terselesaikan? Tumbuh kebajikan apa? "Bakti adalah awal dari ratusan kebajikan", perkataan ini seiring dengan pendalaman Anda terhadap petuah orang kudus dan bijak, perasaanmu akan semakin lama semakin mendalam. Kalimat ini memiliki dua makna, makna pertama yaitu bakti merupakan yang pertama dari ratusan kebajikan; makna kedua yaitu sekali tumbuh rasa bakti, secara alamiah ratusan kebajikan akan ikut tumbuh. Mari kita lihat, seorang yang mempunyai rasa bakti akan egois tidak? Tidak! Seorang yang mempunyai rasa bakti akan membantah tidak? "Orang tua memanggil, menyahut tanpa tunda, orang tua menyuruh, laksanakan tanpa malas". Teman-teman sekalian, jangan meremehkanDi Zi Gui, dengan "di dalam harus berbakti" saja sudah dapat menyelesaikan semua masalah anak Anda. Ketika ia mengetahui bahwa "tubuh ada luka, membuat orang tua risau", pola hidupnya akan terbalik tidak? Tidak akan! Mungkinkah dia tidak bertanggung jawab? "Moral ada cedera, membuat orang tua malu". Dia akan sangat ulet, karena "yang disenangi orang tua, berusahalah untuk memenuhinya", berharap dapat membuat orang tua bersukacita, membuat orang tua lega.
Jadi rasa bakti sekali terbuka, selain berbakti kepada orang tua, kepada saudara bagaimana? Mengasihi! Karena jika terjadi konflik antarsaudara, siapa yang paling merana? Orang tua. Jadi "abang harus mengayomi, adik harus menghormati, kakak beradik harmonis, itulah wujud nyata berbakti". Kita juga merasakan bahwa orang yang benar-benar berbakti, terhadap orang tua yang lain, ia juga akan memiliki rasa hormat. Jadi dikembangkan lebih luas, rasa bakti dan rasa hormatnya ini akan terhadap semua tetua. Lalu apakah dia akan menyakiti anak orang lain? Tidak akan. Karena dia tahu ketika anak orang lain tersakiti, yang paling menderita adalah orang tuanya, rasa empatinya tersebut akan berkembang secara alami. Jadi rasa welas asih seseorang bermula dari titik awal ini, dari "ayah dan anak ada kedekatan" hakikat bakti ini pun akan tersebar luas, jadi mempelajari "di dalam harus berbakti" sangatlah penting. Kalau begitu kita masuk bab "di dalam harus berbakti".
Mengajar anak untuk berbakti, pertama-tama harus mengatakan kepadanya, mengapa harus berbakti? Bak pepatah bahwa tahu budi barulah mengerti untuk membalas budi, jadi kita akan membimbing anak-anak untuk mengenang budi orang tuanya. Pada awalnya kita akan mengatakan bahwa dua ribu tahun yang lalu, ada orang suci yang disebut Sang Buddha. Suatu hari beliau membawa murid-muridnya berjalan di daerah pedesaan, kebetulan melihat setumpuk tulang, Sang Buddha membagi tulang ini menjadi dua tumpukan, satu tumpuk warnanya agak putih, satu tumpuk lagi warnanya agak gelap. Siswanya juga sangat giat, mereka tahu "dalam hati ada keraguan, langsung membuat catatan, bertanya kepada orang, untuk mencari makna sesungguhnya", jadi ilmu itu harus ingin tahu, harus tahu untuk bertanya. Sang Buddha kemudian mengatakan kepada mereka, katanya, mengapa dua tumpukan tulang ini, satu tumpuk lebih putih? Satu tumpuk lagi warnanya agak gelap? Tumpukan yang warnanya agak gelap ini adalah tulang wanita. Mengapa tulang wanita agak gelap? Karena sebagai seorang ibu harus hamil sepuluh bulan, dan dalam proses kehamilan selama sepuluh bulan tersebut, semua nutrisi bayi mesti disalurkan dari darah ibu kepada bayi, ketika bayi kekurangan kalsium, maka mesti dirembes keluar dari tulang ibu. Jadi hamil sepuluh bulan sangatlah jerih payah.
Kami pernah membuat suatu kegiatan untuk anak-anak, meminta mereka untuk mengambil sebutir telur, lalu ditempatkan di tubuhnya, namanya "Kegiatan Melindungi Telur Satu Hari". Lalu memberitahu mereka, kamu coba rasakan bagaimana perasaan melindungi sebutir telur, satu hari saja, lihat apakah Anda dapat melindunginya dengan baik. Alhasil pada awalnya siswa sangat berhati-hati, tetapi sekitar satu atau dua jam kemudian sudah hampir lupa. Jadi terdengar banyak bunyi, "Ah!". Sampai jam pelajaran terakhir hari itu, yang tidak pecah hanya tersisa beberapa. Maka gurunya membimbing mereka, dia berkata: Kamu lihat, kalian hanya melindungi sehari saja sudah tidak mampu, andai ibumu seperti kamu, setiap hari loncat sana loncat sini, sewaktu kamu lahir mungkin di sini benjol, di sana benjol. Kamu lihat selama sepuluh bulan, ibu harus sangat berhati-hati dalam melindungimu, lagi pula berat badanmu semakin hari semakin berat.
Ketika hamil, ibu akan memiliki reaksi fisik, akan muntah-muntah, tidak selera makan, tetapi kendati ibu tidak selera makan, beliau tetap memaksakan diri harus menelan makanannya. Anak-anak sekalian, mengapa ibu yang tidak bernafsu makan, tetap harus memakan makanan tersebut? Mengapa? Supaya tubuhnya ada nutrisi untuk disalurkan kepadamu, jadi biarpun beliau sangat merana, beliau juga akan memaksakan dirinya untuk makan makanan tersebut. Jadi anak-anak sekalian, bolehkah kamu pilih-pilih makan? Kamu lihat ibumu demi kamu, pun berkenan untuk memakan makanan tersebut, kamu juga harus membalas ibumu, jangan pilih-pilih makanan, yang perlu dimakan dan yang bergizi harus dimakan, agar tubuhmu kuat, supaya ibumu bersukacita. Kita membimbingnya dengan cara begitu, anak-anak akan ikut merasakan sendiri.
Ketika hamil sepuluh bulan, berat badannya sangat berat, saat berjalan tidaklah mudah. Kami juga pernah memberikan bola basket kepada anak-anak untuk ditaruh di tubuhnya, biar dia merasakannya, karena banyak hal harus dirasakan sendiri barulah bisa mendapat pengalaman. Kemudian saya akan membimbing para siswa, saya berkata: Pak guru pernah mencari tahu, di samping tempat tidur ruangan bersalin ada dua gagang baja, begitu tebal, lalu gagang baja setebal itu bisa sampai bengkok. Anak-anak sekalian, apa yang membuat gagang baja tersebut bengkok? Anak-anak pun bilang kekuatan rasa sakit. Karena saat ibu melahirkan sangatlah sakit, jadi mengenggam gagang baja tersebut, dua gagang baja hasil akumulasi hari demi hari, gagang baja pun dibengkokkan oleh kekuatan tersebut. Sakit sewaktu melahirkan lebih sakit daripada kanker, mengapa banyak pasien kanker ingin bunuh diri? Tidak tahan rasa sakitnya. Alhasil tak disangka ibu menanggung kesakitan yang lebih susah payah dari kanker. Kemudian setelah ibu selesai melahirkan, apa perkataan pertama dan niat pertamanya? Bayinya sehat atau tidak! Rasa sayang ibu terhadapmu dapat melupakan rasa sebegitu sakit, budi tersebut harus kita ingat dalam hati seumur hidup.
Kemudian mengasuh dan mendidik, itu lebih susah payah. Seorang teman berkata, anak-anak sewaktu belum lahir, sering ingin cepat-cepat melahirkannya keluar, alhasil setelah dilahirkan keluar, malah ingin memasukkannya kembali. Jadi jasa mengasuh lebih besar daripada melahirkan! Karena entah berapa banyak malam yang perlu dihabiskan bersama anak-anak, andai ia tidak tidur di malam hari, orang-orang di rumah mesti bagaimana? Maju secara bergiliran, melakukan estafet, karena saya juga pernah melakukannya. Kebetulan keponakanku tidak tidur, saya juga dapat giliran, tetapi saya baru mengambil alih sekitar dua puluh menit sudah tidak tahan lagi, tanganku hampir putus. Ketika saya menggendong keponakanku, saya berkata kepadanya: Di kemudian hari jika Anda tidak berbakti kepada ibumu, sayalah yang pertama kali akan menghukummu. Karena entah berapa banyak malam dengan jerih payah ibu membuatnya tertidur, menemaninya begadang; entah berapa kali saat anak sakit, orang tua di tengah malam harus membawanya pergi melihat dokter; entah berapa hari mengkhawatirkan makanan anak-anak seterusnya harus bagaimana. Tekanan hidup serta tanggung jawab pendidikan yang berat, selalu dibebankan kepada orang tua.
Jadi Sang Buddha mengatakan kepada muridnya, kita seumur hidup ini tidak akan mampu membalas semua budi orang tua, maka kita seharusnya berdedikasi penuh untuk melaksanakan hakikat bakti seorang anak. Ketika kami menceritakan segenap jerih payah orang tua kepada anak-anak, semasa bercerita, ada beberapa anak akan meneteskan air mata. Kami selanjutnya mengatakan kepada para siswa, kita sangat terharu terhadap jerih payah orang tua, setelah meneteskan air mata harus bagaimana? Ketika kamu benar-benar merasakan budi orang tua, kamu pun selanjutnya harus melakukan perilaku berbakti. Bila kamu dapat melakukan satu poin saja dalamDi Zi Gui, kamu pun telah menunaikan satu bagian rasa bakti; bila kamu mampu melaksanakan semua ajaran dalamDi Zi Gui, maka rasa baktimu barulah sangat sempurna. Ketika anak menumbuhkan rasa tahu budi, kami lebih lanjut membimbingnya harus membalas budi. Dari mana mulai mempraktikkan hakikat bakti? Kita lihat ayat ajaran ini dalamDi Zi Gui, mari kita membacanya bersama-sama:
Fù Mǔ Hū. Yìng Wù Huǎn. Fù Mǔ Mìng. Xíng Wù Lǎn. Fù Mǔ Jiào. Xū Jìng Tīng. Fù Mǔ Zé. Xū Shùn Chéng.
[Terjemahan harfiah:
"Orang tua panggil. Sahut tanpa tunda. Orang tua perintah. Kerja tanpa malas. Orang tua tegur. Dengar dengan hormat. Orang tua hukum. Terima dengan taat."
Terjemahan:
"Orang tua memanggil. Menyahut tanpa tunda. Orang tua menyuruh. Laksanakan tanpa malas. Orang tua menegur. Dengarkan dengan hormat. Orang tua menghukum. Menerima dengan taat."]
Orang tua panggil, sahut tanpa tunda』, ini menyebutkan bahwa sikap saat berbicara kepada orang tua sangatlah penting. Sebenarnya budi pekerti dan ilmu seseorang dapat dilihat dari mana? Dari perkataan dan perbuatannya, jadi sikap anak saat berbicara kepada orang tua, berdampak sangat mendalam dan jauh terhadap dirinya. Bila yang ia bentuk adalah rasa bakti dan rasa hormat, maka ilmunya pun tertanam dasar yang sangat baik. Bila dia tidak mempunyai rasa bakti dan hormat, rasa apa yang dikembangkan olehnya? Mungkin adalah arogan, mungkin adalah tidak sopan, ini berkemungkinan besar merusak etikanya seumur hidup. Saya berkata begitu tidaklah berlebihan, di dalamPembelajaran Akbarmenyebutkan bahwa andai seseorang ingin berkontribusi kepada masyarakat dan negara, bunyinya "sejak dahulu yang ingin menjelaskan moral mulia kepada dunia", pertama kali harus bagaimana? "Terlebih dahulu harus mengurus negaranya", "yang ingin mengurus negaranya, terlebih dahulu harus menata keluarganya; yang ingin menata keluarganya, terlebih dahulu harus membina dirinya; yang ingin membina dirinya, terlebih dahulu harus meluruskan hatinya". Jadi anak harus dapat menuluskan niat dan meluruskan hati, dia barulah dapat membina diri dan menata keluarga, maka menumbuhkan rasa bakti dan hormat anak adalah meluruskan hatinya. Bagaimana menuluskan niat dan meluruskan hati? Mesti membatasi nafsu dan memahami penuh. Membatasi nafsu yaitu menyingkirkan nafsu materi dan menghilangkan kebiasaan buruknya. Lalu ketidaksabaran serta arogansi merupakan kebiasaan buruk, jika sejak kecil sudah dapat memperbaiki kebiasaan buruknya tersebut, maka telah membatasi nafsu dan memahami penuh, sehingga dapat menuluskan niat dan meluruskan hati. Oleh karena itu, ilmu yang besar mulai berakar dari hal yang kecil.
Mari kita pikirkan, anak sekarang ketika Anda memanggilnya: Xiao Ming! Bagaimana dia akan menjawab? Ada apa sih! Jawaban standar. Andaikan sekarang ada seorang anak, Anda memanggilnya, ia datang kemari: Paman, apa yang bisa saya lakukan? Terhadapnya Anda tiba-tiba akan bagaimana? Salut bercampur rasa hormat! Sekarang anak seperti itu benar-benar sudah hampir punah. Jadi anak-anak harus diajar! Banyak orang tua murid, saya mengatakan kepadanya, anak-anak sejak kecil harus diajari sopan santun, ketika bertemu orang yang lebih tua harus memanggil mereka. Dia berkata: Memanggil orang? Dia mau tersenyum kepadamu saja sudah lumayan, apalagi memanggilmu! Teman-teman, sikapmu tersebut terhadap anak benar tidak? Anda lihat, kita sekarang menurunkan standar dalam mengajar anak, maka akan menyebabkan akibat apa? Satu generasi tidak sebanding satu generasi. Anda lihat hasilnya sudah terwujud keluar bukan? Jadi standar dalam mengajar anak tidak boleh berubah seiring zaman. Ketika Anda berpegang pada prinsip, anak pun dapat menguasai standar tersebut. Kita harus membimbing anak-anak, ketika orang tua memanggilmu harus segera kemari: Papa, Mama, apa yang bisa saya lakukan? Tentu saja kita sebagai orang tua harus melakukannya untuk dilihat anak. Ketika kakek dan nenek menyuruh kita yang berstatus sebagai orang tua, kita harus dengan penuh hormat mempertunjukkannya kepada anak. Biarpun Anda kini tidak mampu mempertunjukkannya, namun juga harus bagaimana? Kebiasaan akan menjadi alamiah. Ketika kita menunjukkan sikap demikian, suasana rasa bakti dan hormat ini pun akan mengakhlakkan, sehingga akan membentuk sebuah tradisi dalam keluarga Anda.
Selain "orang tua memanggil, menyahut tanpa tunda", perasaan hormat ini, selain terhadap orang tua, juga harus terhadap siapa? Terhadap guru, juga harus "saat guru memanggil, menyahut tanpa tunda", masih ada lagi? "Saat tetua memanggil, menyahut tanpa tunda", "saat atasan memanggil, menyahut tanpa tunda". Andai besok Anda pergi bekerja, atasan Anda memanggilmu, Anda langsung ke sana: Manajer, apa yang bisa saya lakukan? Manajer Anda langsung berkata: Apakah kamu demam hari ini? Tidak apa-apa, kita mulai berubah dari diri sendiri, maka seluruh dunia akan berubah, jangan meremehkan kekuatan sendiri. Jadi belajar harus sebut satu mampu menjabarkan tiga ribu, harus mulai dari dalam hati kita, bak pepatah sesuai antara niat dan perilaku.
Niat adalah akarnya, semua perilaku pun berkembang dari niat Anda, ketika hati seseorang benar-benar hormat, ia akan hormat kepada semua orang. JadiCatatan Ritusbab pertama "Rangkuman Ritus" pembukaannya bertuliskan, "rangkuman ritus menyebutkan, tiada yang tidak hormat", terhadap semua orang, hal, dan barang pun harus hormat. Teman-teman sekalian, seseorang yang hormat kepada orang tua, saudara, dan tetua, terhadap hal yang dipesankan oleh orang tua, ia akan bagaimana? Tetap berdedikasi penuh; ketika ia menghormati orang, maka terhadap hal pun ia akan hormat. Ketika ia menghormati orang, makanan yang dibeli dari hasil susah payah orang tua mereka, akankah dia sia-siakan? Tidak akan! Ketika anak-anak terhadap orang pun tahu untuk hormat, maka secara alami terhadap hal dan barang pun rasa hormatnya timbul dalam hati. Jadi teman-teman sekalian, rasa hormat sangat penting.
Lalu terhadap anak perlu "saat anak memanggil, menyahut tanpa tunda" tidak? Anda jangan mengatakan Guru Cai bilang terhadap semua orang harus hormat, maka hari ini Anda pulang, dan anakmu memanggilmu, Anda langsung ke sana: Putraku, apa yang bisa saya lakukan? Itu pun belajarnya sudah kaku. Bagi anak, kita adalah yang lebih tua, dia adalah yang lebih muda, kita harus membuatnya hormat kepada kita, harus mengabulkan rasa hormatnya tersebut. Jadi seharusnya, andaikan hari ini anakmu bilang: Ayah, datang ke sini sebentar. Anda boleh pergi tidak? Tidak boleh, Anda harus mengatakan: Mengapa bukan kamu yang datang. Kemudian ketika ia datang, baru berkata kepadanya: Mari, kita sama-sama belajarDi Zi Gui. Anda jangan mulai memarahinya, jangan, harus membujuk secara bertahap, ikut belajar bersamanya, maka dari cerita filsuf kudus tersebut ia secara alami akan tumbuh niat untuk meneladaninya. Oleh karena itu, terhadap peran yang berbeda, kita harus tahu bagaimana untuk mempergunakan ilmu kita.
Ada seorang guru, suatu hari anaknya berdiri di depan kamarnya dan mengetuk pintu kamar, mertuanya (yaitu nenek dari anak tersebut) berjalan kemari, mungkin ingin memanggil cucunya untuk makan. Alhasil cucunya langsung balik berkata: Kamu jangan berisik! Bagaimana? Anda melihat anak tidak sopan kepada nenek. Jadi yang terpenting dalam pendidikan, harus waswas pada permulaan, sekali Anda melihat harus segera menanganinya, jikalau menunggunya terbiasa maka sangat sulit untuk berubah. Guru tersebut sangat sensitif, langsung membuka pintu dan berkata kepada anaknya: Minta maaf dengan nenek. Langsung mengoreksi perkataannya yang arogan dan tidak sopan. Anak tersebut mati pun tidak mau meminta maaf, tidak berkenan meminta maaf. Lalu mertuanya berkata: Cuaca begitu panas, buat apa minta maaf. Saat itu harus bagaimana? Hal ini sedang menguji kebijaksanaan kita sebagai orang tua.
Alhasil melihat anaknya tidak meminta maaf, ibunya langsung berkata, dia berkata: Ma, tidak mengajarkan anak dengan baik adalah kekhilafanku, maka saya meminta maaf kepada Anda. Saat ibu tersebut selesai berbicara, air mata anaknya langsung berlinang. Air mata terlinang menandakan apa? Ada rasa bersalah. Kemudian ibu mengatakan lagi kepada anaknya: Kamu lihat kamu terhadap nenek begitu tidak sopan, nenek malah setiap niatnya memikirkanmu, takut kamu terlalu panas, kamu ada merasakan hati nenek selalu berpikir untukmu tidak. Sebagai menantu harus berbicara untuk nenek, mertua tersebut setelah mendengarkan sangat tersentuh, kemudian berjalan pergi. Jadi hubungan mertua dan menantu karena peristiwa ini akan memiliki perkembangan yang sangat baik, karena nenek akan merasa menantu tersebut memahami hatinya.
Selanjutnya anak tersebut, ibunya mengatakan kepadanya, malam ini kamu harus menulis buku harian, dan mengintrospeksi diri baik-baik. Alhasil pada malam hari itu anak tersebut menulis di buku hariannya, ia mengatakan ada dua aku, yang satu adalah aku yang baik, satunya lagi adalah aku yang tidak baik, aku yang tidak baik saling bertarikan dengan aku yang baik. Teman-teman sekalian, usia begitu muda saja punya perjuangan begitu besar, setelah dewasa akan lebih banyak perjuangan. Tetapi andai sejak kecil rasa baktinya sudah tertanam, hidupnya tidak akan ada kontradiksi-kontradiksi ini, hidupnya juga tidak akan gara-gara tidak sopan, dan gara-gara temperamen buruk, melakukan sesuatu yang akan membuatnya menyesal. Oleh karena itu, bila anak berbuat kesalahan, kita sebagai orang tua juga harus sangat sensitif, harus segera ditangani. Sepatah petuah ini, "orang tua memanggil, menyahut tanpa tunda", harus hormat;『orang tua perintah, kerja tanpa malasjuga rasa hormat;『orang tua tegur, dengar dengan hormat; orang tua hukum, terima dengan taat, semuanya adalah rasa hormat terhadap orang tua.
Sebenarnya ketika seseorang dapat merasakan budi orang tua secara mendalam, secara alami suasana hatinya akan lembut, akan hormat. Saya ingat saat kakak saya menikah, dan saya adalah putra tunggal, jadi saya pergi membantu iparku membuka pintu. Sepanjang jalan ada banyak etiket pernikahan, sebenarnya etiket pernikahan ini memiliki artinya. Di antaranya ada satu etiket yang paling membuatku terkesan, yakni pada akhir etiket pernikahan yang mana iparku membawa kakakku berpamitan dengan orang tuaku, saya di samping mengamati ritual tersebut. Ketika kakak dan iparku berlutut, dalam sekejap air mata ayahku pun berlinang, air mata ayahku berlinang, dalam sekejap air mataku juga ikut berlinang, pada saat itu saya merasakan suasana hati seorang ayah. Ayah merawat putrinya tersebut selama dua puluh tahun, entah berapa kali mencemaskannya, entah berapa hal yang disangsikan, setiap niatnya berharap anak-anak tumbuh dengan baik, anak-anak bersekolah dengan baik, anak-anak mendapat pasangan hidup yang baik. Jadi air mata ayah tersebut, masih ada sedikit rasa lega, hari ini akhirnya membantu putrinya menemukan pasangan yang baik, yakni air mata lega, air mata haru.
Lalu kepedulian dan jerih payah orang tua terhadap anak-anak, apakah sesudah ia menikah sudah tidak cemas lagi? Tidak, melainkan cintanya adalah seumur hidup. Bagai ungkapan "ibu yang hidup seratus tahun, sering merisaukan anaknya yang berumur delapan puluh tahun", biarpun ibu sudah hidup seratus tahun, anak umur delapan puluh tahun di matanya masih anak kecil. Ketika hati saya merasakan susah payah dan jerih payah seorang ayah, saya berkata dalam hati, budi orang tua tidak mungkin dibalas penuh seumur hidup ini, niscaya terhadap orang tua tidak boleh lagi mengucapkan perkataan yang memberontak, mengucapkkan perkataan yang tidak sopan. Karena ada perasaan tersebut, secara alami melihat ayah sendiri pun rasa hormat timbul dalam hati, sukacita timbul dalam hati. Sehingga penting sekali, setiap niat kita harus menempatkan budi orang tua di dalam hati kita, maka secara alami "tulus di dalam, maka tercermin di luar",  ucapan dan perilaku kita yang penuh hormat pun akan ditampilkan.
"Orang tua menyuruh, laksanakan tanpa malas", setelah berjanji untuk membantu orang tua maka tidak boleh malas, setelah berjanji harus segera dilaksanakan, hal ini dalam menyuruh anak sangatlah berguna. Bukankah kamu bilang mau mandi? Cepat pergi, orang tua menyuruh, laksanakan tanpa malas. Bila Anda dan anak Anda telah mendapatkan bahasa yang sama, kita semua harus bersama-sama mengikuti petuah Konfusius, anak-anak dan Anda punya bahasa yang sama, Anda pun sangat gampang berkomunikasi. Maka kita harus introspeksi diri, kita sudah begitu dewasa, perintah orang tua, serta pesan orang tua kepada kita, ada melaksanakan tanpa malas tidak? Kita terhadap anggota keluarga, hal yang sudah dijanjikan, yang paling mudah ingkar adalah hal apa? Hal yang menyangkut siapa? Yakni dengan orang tua kita yang paling dekat, bahkan dengan suami dan istri kita yang paling dekat. Paling dekat dengan kita, merupakan yang paling penting dan paling punya budi dalam kehidupan kita, alhasil kita malahan sangat mudah menyingkarinya, apa sebabnya? Karena ingkar terhadap pelanggan maka tidak akan mendapatkan uang, ingkar terhadap orang tua masih dapat mencari alasan, "Saya belakangan ini sangat sibuk, maaf, maaf". Maka itu orang patut merenunginya! Kita seharusnya lebih menepati janji orang tua, ini barulah sikap yang tepat; tentu saja terhadap orang tua harus menepati janji, seharusnya terhadap semua orang juga harus memegang janji. Hari ini setelah pelajaran berakhir, kita harus berpikir, apakah ada hal yang sudah berjanji dengan orang tua dan sekarang masih terutang, harus segera menepatinya.
Di Shenzhen ada seorang guru, kebetulan setelah ia mendengarkan, pun berkata: Saya kebetulan beberapa hari yang lalu kembali ke rumah, melihat ayah saya memakai pisau cukur yang sangat buruk. Maka saya berkata kepadanya: Pa, ini sudah begitu jelek, jangan pakai lagi, saya akan belikan yang baru untukmu. Langsung membuang pisau cukur ayahnya ke dalam tong sampah, alhasil ia terlupa, ayahnya sudah emosi beberapa hari. Dia baru teringat saat mendengarkan pelajaran, sewaktu pulang langsung menelepon ayahnya untuk meminta maaf, lalu cepat-cepat diatur untuk dibeli, dan cepat-cepat dikirimkan balik. Alhasil bukan tunggal namun ada pasangannya, seorang guru yang lain, juga teringat berjanji kepada ayahnya untuk membeli pisau cukur, juga belum dibelinya. Jadi orang memang perlu diingatkan, di sekitar Anda ada teman baik, jika Anda dapat sering membaca kitab, maka dapat sering melihat apa kekurangan dari diri kita sendiri.
Zaman dahulu ada banyak anak berbakti, ia tidak menunggu orang tuanya memberi perintah, sudah dapat merasakan keperluan orang tuanya, serta berinisiatif untuk melakukannya. Pada zaman Tiga Kerajaan, ada seorang anak berbakti bernama Meng Zong, kalian mungkin pernah mendengar "Meng Zong Menangisi Bambu", beliau melihat ibunya sudah tidak selera makan apa-apa untuk waktu yang lama, tiba-tiba ingin memakan rebung bambu yang dimasak sup. Beliau pikir-pikir, karena nafsu makan ibu kurang baik dalam jangka waktu panjang, usus dan lambung akan melemah, tiba-tiba ingin makan sesuatu, andai tidak dapat memakannya akan bagaimana? Sangat menderita. Jadi beliau masuk ke dalam hutan bambu dan menangis di sana, dirinya pun tidak tahu harus bagaimana. Rasa bakti ini, hati yang tulus ini, tetesan air matanya membuat apa terharu? Bambu pun terharu. Coba kita teteskan air mata kita, lihat bisa membuatnya terharu tidak? Pada waktu itu musim dingin, pada dasarnya tidak akan tumbuh bambu, tetapi rasa baktinya tersebut, dengan ketulusan yang murni, logam dan batu pun terbelah.
Bambu adalah tumbuhan, Dr. Masaru Emoto dari Jepang telah berhasil meneliti bahwa pikiran manusia dapat memengaruhi mineral, dapat memengaruhi air. Ketika orang memiliki niat yang baik, pengkristalan air akan sangat indah; ketika orang memiliki niat yang baik, bahkan air danau yang sangat kotor pun akan menjadi bersih. Oleh karena itu, alam semesta dan hati manusia menunjukkan sebuah interaktif, menunjukkan dinamika. Zaman dahulu begitu banyak anak berbakti, mengapa dapat membuat bambu terharu, dapat membuat banyak binatang terharu, bahkan membuat haru harimau yang paling ganas? Semua berdasarkan apanya? Rasa bakti! Pertunjukan yang bagus ini, telah dipertunjukkan oleh nenek moyang kita selama ribuan tahun, pertunjukan yang bagus ini, perlukah kita terus mempertunjukkannya? Harus! Selama kita dapat mempelajari rasa bakti mereka, pasti bisa mempertunjukkan satu per satu drama yang menyentuh hati dalam hidup kita. Setelah ibunya memakan sup rebung bambu, penyakitnya pun menjadi sembuh, anak berbakti yang sejati dapat membuat orang tua lega, membuat orang tua sehat walafiat. Jadi "orang tua menyuruh, laksanakan tanpa malas".
Ayat berikutnya, "orang tua menegur, dengarkan dengan hormat", ketika orang tua menasihati kita, kita harus mendengarkan dengan hormat, tidak boleh satu ucapan sembilan "bantah". Andaikan saat ayah menegur kita, mengatakan sepuluh hal, tetapi hanya dua hal saja yang benar, delapan hal yang lain, Anda rasa beliau salah paham terhadap Anda, perlukah Anda segera membantahnya kembali? Perlu tidak? Jangan! Karena saat beliau menegur kita itu pas sedang emosi, pada saat itu Anda hanya perlu berkata "Iya", mungkin emosi ayahmu yang tadinya besar, akan perlahan-lahan meredam. Setelah beliau siap memarahimu, dan emosinya sudah agak tenang, tiba-tiba akan berpikir, saya sepertinya memarahi anak saya terlalu bagaimana? Terlalu kelebihan. Beliau mungkin akan sangat inisiatif dan memotong buah-buahan, "Ayo, kita makan buah sama-sama", untuk menengahi perselisihan. Saat itu Anda pun harus datang secara alamiah, seolah-olah tidak ada hal yang terjadi. Anda tidak boleh langsung mengatakan: Ayah, bagaimana? Mau rekonsiliasi dengan saya bukan? Otakmu jangan begitu kaku, kita harus bertindak menuruti keadaan.
Teguran orang tua terhadap Anda, Anda pun tidak membantahnya, kesalahpahaman terhadap Anda, Anda pun bisa menerimanya dengan hati yang lapang, rasa hormat dan rasa kagum orang tua terhadap Anda akan bagaimana? Meningkat. Ketika orang tua semakin menghormati Anda, di kemudian hari komunikasi Anda dengan orang tua akan sangat baik, beliau lambat laun akan tahu siapa yang paling layak saya percayai? Yakni putra saya, yakni putri saya. Jadi orang tua menegur, dengarkan dengan hormat. Andai ayah Anda memiliki penyakit jantung, Anda juga harus berkeputusan sesuai kondisi. Andaikata beliau melihat Anda, memarahimu dengan sangat garang, sudah hampir serangan jantung, Anda masih harus berdiri di sana "orang tua menegur, dengarkan dengan hormat", harus tidak? Oleh karena itu, dalam menuntut ilmu haruslah sangat fleksibel, yakni setiap niatnya berpikir untuk orang tua, Anda pun tahu pada saat itu harus bagaimana bertindak barulah tepat.
Ayat berikutnya "orang tua menghukum, menerima dengan ikhlas", orang tua menghukum kita bahkan ada pukulan, kita harus menerima dengan puas hati. Coba pikirkan mengapa orang tua begitu gusar, di manakah sebenarnya letak kekhilafan kita? Suatu kali ayah Zengzi, karena Zengzi membuat satu kesalahan, beliau sangat gusar, maka mengambil tongkat besar untuk memukul Zengzi. Zengzi karena "orang tua menghukum, menerima dengan ikhlas", jadi bergerak pun tidak untuk dipukul ayahnya, alhasil tenaga ayahnya sedikit kelebihan, sehingga memukulnya sampai pingsan. Berita itu sampai ke telinga Konfusius, beliau mengatakan kepada siswanya bahwa Zengzi berbuat begitu tidak berbakti. Mengapa? Konfusius berkata, ketika orang tua sedang gusar, emosinya kurang bisa dikendalikan, andai salah tangan, kebetulan tongkat tersebut mengenai kepala Anda. Anak itu meninggal, siapa yang paling sedih? Orang tua, benar! Maka Konfusius berkata, "tongkat kecil maka diterima", jika mengambil tongkat kecil boleh patuh menerima hukuman; jika tongkat besar harus lari, orang dahulu agak beradab, "tongkat besar maka pergi". Oleh karena itu, jika melihat ayah mengambil tongkat yang mungkin akan membunuhmu, segera lari! Tidak boleh menjebak orang tua dalam ketidakbenaran. Teman-teman sekalian, belajar ilmu orang kudus dan bijak harus memanfaatkannya dengan fleksibel.
Jadi "orang tua menegur, dengarkan dengan hormat, orang tua menghukum, menerima dengan ikhlas". Saya akan bertanya kepada para siswa, saya berkata: Setiap kali setelah selesai dimarahi ayah dan ibu, di dalam hatimu ada pikiran apa? Apa jawaban anak-anak? Sial sekali! Terlihat oleh ayah saya, terlihat oleh ibu saya, lain kali jika tidak terlihat. Kami mencermati bahwa setelah anak menerima petuah orang tua mereka, mentalitasnya tidak tepat, maka Anda harus secara tepat waktu berbicara demi orang tua, harus memutarbalikkan sikapnya. Kami akan berkata kepada siswa, saya berkata bahwa ketika orang tuamu menghukummu, ketika beliau sedang gusar, sebenarnya tubuhnya sudah tersakiti. Emosi satu kali tubuh perlu berapa hari untuk kembali normal? Perlu sekitar tiga hari. Kamu lihat, ada tidak orang yang suka memarahi orang? Memarahi orang itu terhadap tubuh begitu buruk. Karena orang tuamu ingin kamu ingat pelajaran ini, di kemudian hari jangan melakukan hal yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri, jadi beliau rela emosi untuk menyakiti tubuhnya, pun tidak berkenan bila kamu belajar yang buruk. Kamu harus mengasihi iktikad orang tuamu ini, untuk membuat budi pekerti dan ilmu Anda dapat meningkat, dan tidak terjerumus, barulah beliau mau menegurmu, menghukummu, kamu tidak boleh mengecewakan kepedulian dan sayang orang tuamu itu.
Cara orang tua mencintaimu, adakalanya berbicara halus kepadamu, adakalanya sangat garang kepadamu, sama-sama adalah sebuah rasa kasih terhadapmu, kamu harus merasakannya. Kita tidak boleh mengecewakan petuah orang tua, emosi mereka tidak boleh sia-sia, tidak boleh tubuh orang tua tersakiti secara sia-sia, jadi kita harus ingat kesalahan kali ini, harus mengetahui habis dimarahi bisa menukarkan apa? Kemajuan, harus belajar moral murid teladan Konfusius yang bernama Yan Yuan, harus mampu "tiada kekhilafan kedua". Kali ini selesai dimarahi orang tua, harus ingat, lain kali tidak boleh melakukan hal yang membuat orang tua gusar dan sedih. Ketika seorang anak memiliki mentalitas seperti itu, ia tidak akan merasa sangat sial, yang ia ingat adalah lain kali tidak boleh mengulanginya. Pelajaran hari ini sampai di sini saja, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar