Selasa, 26 April 2016

Episode 17

Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – PenjelasanDi Zi GuiSecara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu pada tanggal 18 Februari 2005 (Episode 17)

Teman-teman sekalian, halo semuanya! Teman-teman sekalian, kita tadi menyebutkan bahwa Kaisar Hongwu menghadiahkan Zheng Lian dua buah pir yang besar, bagaimana Anda menanganinya andai Anda adalah Zheng Lian? Dimasak bersama-sama, bukankah begitu? Beri tepuk tangan kepada teman kita ini. Anda mungkin tahu pir setelah dimasak lumayan baik untuk tenggorokan! Apa yang dilakukan Zheng Lian hampir sama dengan punya Anda. Dia mengambil dua buah tempayan air besar, satu sisi ditaruh satu, lalu pir besar tersebut dihancurkan, agar jusnya merembes ke dalam tempayan air tersebut. Setelah berbuat demikian pun berkata: Mari, satu orang minum satu mangkuk. setara, hati orang pun sangat tenteram, merasa benar-benar adil! Meskipun hubungan darah dengan Zheng Lian tidak begitu dekat, ia semakin merasa bahwa tetua ini patut dihormati.
Lalu Kaisar Hongwu bertanya lagi kepadanya: Bagaimana Anda mengelola seribu orang tersebut? Metode apakah yang sebenarnya Anda gunakan? Alhasil Zheng Lian pun menjawab dengan empat kata, beliau bilang "tidak mendengarkan cakap wanita". Para kaum hawa, jangan karena melihat pernyataan ini pun berkata, "Saya tidak ingin mendengar, saya ingin pergi", jangan menjelaskan makna menurut tulisannya, kalimat apapun memiliki makna tertentu pada era bersangkutan. Karena kita harus memahami bahwa wanita pada zaman dahulu lebih sedikit peluang untuk membaca kitab orang kudus dan bijak, jadi dia tidak ikut menerima kelapangdadaan orang kudus dan bijak, tidak terelakkan akan lebih egois. Asalkan ada rasa egois, menyisakan lebih banyak untuk anak mereka sendiri, maka akan menimbulkan keluhan orang lain. Oleh karena itu, lahirnya keluhan adalah dari keegoisan. Ketika di dalam segenap keluarga, saat banyak sekali sel yang mulai berebut di sana, ribuan orang tersebut pun akan hancur.
Tetapi para wanita sekarang pun telah berpendidikan, dalam ucapan pun sudah tidak akan begitu egois. Malah kemungkinan besar laki-laki yang lebih egois, lebih memikirkan kepentingan mereka sendiri, andaikan ada pria seperti ini, maka karakternya juga lebih mirip cakap wanita. Oleh karena itu, Anda harus memahami kalimat tersebut dengan makna meluas, yakni di dalam keluarga niscaya tidak boleh hitung-hitungan, sebab pasti akan menyebabkan persengketaan; orang lain dapat mempertahankan ribuan orang, bukanlah tanpa penyebab. Mengapa orang ingin berebut, mengapa? Dia merasa bahwa yang dapat direbut itu adalah miliknya. Jadi ayat berikutnya pun memberikan metode yang sangat penting bagi kita, bagaimana membuat saudara-saudara dan keluarga dapat berinteraksi dengan akur. Ayat berikutnya berbunyi:
Cái Wù Qīng. Yuàn Hé Shēng. Yán Yǔ Rěn. Fèn Zì Mǐn.
[Jika harta benda disepelekan. Dendam mana mungkin muncul. Jika tutur kata dijaga. Kemarahan akan lenyap sendiri.]
Zaman dahulu ada seorang anak bernama Kong Rong, usianya hanya lima tahun, saat pembagian buah pir, beliau pun merelakan buah pir yang lebih besar untuk siapa? Abang, mengalah kepada abangnya. Sebenarnya sikap demikian adalah sepenuhnya tepat, karena pekerjaan rumah tangga yang dikerjakannya mungkin lebih sedikit daripada abangnya. Sekarang kita semuanya mengatakan setara dan seimbang, harus setara dengan anak, kalimat ini benar tidak? Kalimat ini tergantung bagaimana Anda menafsirnya! Seharusnya setara dalam hal personalitas, Anda sangat menghormati dia sebagai satu individu, dan bukan percabangan dari tubuh Anda. Tetapi karena ia masih kecil, pertanyaannya adalah pengalaman hidupnya setara tidak dengan Anda? Tidak setara, betul! Kebijaksanaan dalam hidupnya tidak setara dengan Anda, Anda harus membimbingnya, Anda harus mengajarinya, jadi harus ada aturan senioritas, terhadap Anda barulah ia akan timbul rasa hormat; andai duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan Anda, bagaimana dia bisa hormat terhadap Anda? Jadi kesetaraan ini harus kita lihat dengan jelas.
Ketika anak ada aturan senioritas, ia baru tahu "baik makan atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda belakangan". Mengapa waktu dahulu saat ayah belum pulang tidak boleh makan? Itu juga merupakan rasa syukur atas jerih payah ayah, karena pikulan berat dari seluruh keluarga dibebankan pada siapa? Ayah! Maka itu pun melalui etiket tersebut, mengajarkan anak harus selalu bersyukur atas jerih payah ayahnya. Andai ayah masih belum kembali dari bekerja, sang anak pun dengan gaya pongah, sumpit pun tidak diambil langsung melahap di sana. Dalam kurun waktu yang lama apa yang telah ia pelajari? Sesuka hati sendiri, "jika tidak diajar, nalurinya akan bergeser", jadi sekarang anak-anak sangat sulit diajar. Kita harus meneliti dengan saksama, mengapa dahulu ratusan orang pun bisa begitu sesuai dengan aturan, di mana letak metodenya? DalamDi Zi Gui! Tetapi harus benar-benar melaksanakan, Anda barulah bisa mendapatkan manfaat.
Kong Rong merelakan buah pir yang besar untuk dimakan abangnya, jadiharta benda sepele; abangnya setelah mendapatkan pir besar dari adiknya, terhadap adiknya akan lebih sayang. Anda lihat adik selalu memikirkan saya, dia yang selaku abang ini pun semakin mengangkat kepala dan membusungkan dada, maka berlari ke depan untuk melindungi adiknya. Ini adalah tahu untuk merelakan dari segi "benda".
Selanjutnya, pada zaman Lima Dinasti, ada seorang yang bernama Zhang Shixuan, juga seorang terpelajar. Ayahnya meninggal lebih awal, beliau dibesarkan oleh pamannya. Ketika beliau berusia tujuh belas tahun, pamannya pun berkata kepadanya: Kamu sudah dewasa, sekarang kita akan bagikan harta leluhur menjadi dua bagian, kamu satu bagian, saya satu bagian. Alhasil Zhang Shixuan langsung berkata kepada pamannya: Paman, Anda memiliki tujuh anak, jadi warisan seharusnya dibagi menjadi delapan bagian. Pamannya mengatakan: Tidak boleh, kamu mewakili ayahmu, seharusnya dibagi menjadi dua bagian. Tetapi Zhang Shixuan yang saat itu hanya tujuh belas tahun, beliau sangat bersikeras, pasti harus dibagi delapan bagian. Mengalah sedemikian, rugi apa tidak? Mengalah sedemikian demi apa? Mengalah demi moralnya, mengalah demi keakuran keluarga, mengalah demi kebesaran jiwanya, besar jiwa besar berkah. Jadi saat beliau mengikuti ujian di ibu kota, kebetulan bertemu seorang peramal, mendekati beliau untuk memandangnya, wajah pria ini mengapa begitu banyak garis amal tersembunyi (yakni mengakumulasi banyak sekali kebajikan tersembunyi)! Peramal ini pun berkata kepadanya: Kali ini Anda pasti akan lulus berpredikat tinggi. Ternyata benar, ujian kali ini beliau pun lulus berpredikat tinggi. Saya yakin bahwa teladannya tersebut akan diturunkan kepada anak cucunya, yang juga pasti akan memiliki perkembangan yang sangat baik dari generasi ke generasi.
Jadi Anda lihat, dengan mengalah sedemikian, maka relevan dengan akhlak dasar dirinya. Ketika orang memahami bahwa "bila ditakdirkan ada maka akhirnya pasti akan ada, bila ditakdirkan tiada maka tidak usah memaksa", setelah memahami hakikat, sesuai hakikat maka hati tenteram, maka tidak akan khawatir perolehan dan takut kehilangan, sering berpikir untuk berebut dengan orang lain. Jika ingin memahami kebenaran dari takdir, kita harus membaca sebuah buku yang sangat bagus, berjudulEmpat Nasihat Liao Fan, hakikat dipahami, hati barulah akan tenteram, maka tidak akan berebut. Tuan Yuan Liaofan saat kecil bertemu dengan peramal yang sangat ulung, namanya Tuan Kong, Tuan Kong ini adalah penerus dariKitab Perubahan Hakikat Teramat Muliakarya Shaozi, jadi ramalannya sangatlah akurat. Teman-teman sekalian mungkin punya pengalaman meramal nasib, ada tidak? Dengar-dengar sekarang biaya meramal sangatlah mahal, betul tidak? Orang, andai nasibnya diramal dengan akurat, hidup Anda benar sia-sia! Tidak ada prestasi apa-apa! Karena menandakan bahwa kita tidak memanfaatkan kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Mengapa nasib bisa diramal sampai begitu akurat? Karena perbuatan bajik dan jahat seseorang, akan terwujud dalam kehidupan mereka ini, barulah bisa diramal dengan akurat. Jadi orang pada umumnya akan merasa bahwa peramalan nasib benar-benar sangat akurat.
Tetapi nasib segelintir orang malah tidak akurat diramal, orang seperti apa? Dua macam orang yang tidak akurat diramal: yang pertama kebajikan besar, satunya lagi kejahatan besar. Dan yang diperbuat orang pada umumnya adalah kebajikan dan kejahatan kecil, lalu jiwanya juga tidak dibesarkan, yang dipikirkan adalah anak, cucu, istri, rumah, uang, semuanya berpikiran demikian, juga tidak ada kebajikan yang besar, juga tidak ada kejahatan yang besar, jadi nasibnya pun diramal dengan sangat akurat. Nasib ada tambah, kurang, kali, bagi; Andaikata nasib Anda punya kekayaan sepuluh juta, alhasil Anda melakukan sedikit kebajikan kecil, sepuluh juta ditambah berapa banyak? Lima puluh ribu, jadi ramalannya sangat akurat; Anda melakukan sedikit kejahatan kecil, menjadi sembilan juta sembilan ratus lima puluh ribu, juga cukup akurat. Namun andai Anda itu melakukan kebajikan yang sangat banyak, sepuluh juta dikali lima menjadi berapa? Lima puluh juta, maka pasti tidak akurat. Andai melakukan perbuatan yang maksiat dan angkara, sepuluh juta dibagi lima, menjadi dua juta, itu juga tidak akurat.
Jadi kita memahami bahwa biarpun orang tersebut menggunakan siasat yang ilegal untuk merebut harta benda, ia berhasil merebut dua juta, itu pun sudah memang ada dalam takdirnya. Dia berhasil merebut dua juta, masih merasa puas akan dirinya sendiri, "Anda lihat betapa hebatnya saya", pada kenyataannya ia sudah merugi delapan juta. Jadi "orang berbudi senang-senang menjadi orang berbudi", sebab hati tenteram karena sesuai hakikat, "orang picik salah-salah menjadi orang picik", ia mendapat dua juta ini, tidak tahu masih ada nyawa untuk memakainya tidak? Karena bila ia berbuat kejahatan dan melanggar hukum, kemungkinan besar tidak lama lagi pun harus diborgol besi masuk jeruji. Orang semacam itu banyak tidak? Banyak! Karena kini zaman utilitarianisme, sangat banyak orang dalam situasi tertentu pun menempuh bahaya dengan kenekatan.
Sebenarnya kami setelah melihat orang seperti itu pun ikut menyesal demi dia, bagaimanapun dia juga merupakan orang dengan berkah besar, hanya saja tidak mendapat pendidikan yang baik, sehingga membuat kacau kehidupannya. Kita terhadap orang seperti itu seharusnya memegang semacam rasa belas kasihan, karena "para pendahulunya tidak bajik, tidak mengenal budi pekerti, tiada yang memberi ajaran, maka jangan pernah disalahkan", orang tuanya tidak mengajarkannya, kakek dan neneknya juga tidak mengajarkannya. Anda lihat sekarang pada umumnya, misalnya saat saya lulus tes masuk menjadi guru, apa pertanyaan pertama dari sanak saudara dan teman-teman? "Satu bulan gajinya berapa"! Jadi tidak mengajarkan! Bahwasanya orang dapat menciptakan nasib, hanya dengan membesarkan jiwa; semuanya tidak mengajarkan, hanya mengajarkannya semata hanya mengejar keuntungan, saat godaan datang, tentu dia tidak akan tahan. Memahami takdir, sesuai hakikat maka hati tenteram, dan Anda pun dapat "jika harta benda disepelekan, dendam mana mungkin muncul", keluarga akan penuh dengan suasana yang harmonis.
Saat kita menemui siswa yang sedang berebutan, harus bagaimana? Ada anak-anak dari suatu kelas, kebetulan hari itu makan buah, makan buah semangka. Semangka sudah siap dipotong dan disajikan di atas meja, banyak sekali siswa melahap dengan cepat dan rakus, ingin apa? Setelah selesai memakan nasi, segera melangkah besar bagaikan terbang untuk merebut semangka yang terbesar. Teman-teman sekalian, andaikan mereka adalah muridmu harus bagaimana? Anda akan melihat suatu gambaran bergejolak dan kacau balau. Gurunya tersebut juga sangat anteng, melihat gejolak dan kacau balau pun ia tidak mengganti nada dan mimik, tunggu siswanya selesai makan, lalu siap tidur siang. Pada jam pertama kelas sore, guru itu pun berbicara, dia berkata: Siswa-siswa sekalian, andai kita pergi untuk merebut potongan pertama semangka tersebut, merebut yang paling besar, akan menimbulkan efek apa? Akan menimbulkan dampak apa? Coba siswa-siswa sekalian ceritakan. Apakah dia menunjuk siapa yang merebut yang terbesar? Tidak, ini namanya menyisakan peluang buat mereka. Alhasil sangat banyak siswa pun mengatakan: Orang itu benar-benar egois, setiap kali ingin berebut yang terbesar dengan orang lain. Gurunya melanjutkan berkata: Apakah kamu mau berteman dengan orang seperti ini? Tentu saja tidak! Yakni melalui situasi tersebut membuat anak-anak memahami bahwa setiap gerak-geriknya pun memengaruhi citranya di dalam hati orang lain. Jika tidak maka nafsu membuat kebijaksanaan tersesati, didesak oleh nafsunya tersebut, hanya berpikir untuk merebut yang terbesar, tidak terpikirkan konsekuensi apa yang telah disebabkan olehnya.
Seterusnya sang guru berkata lagi: Andaikan siswa tersebut berhasil merebut yang terbesar, ia sangat girang, dengan segera dilahapnya, niscaya lambung dan ususnya akan terpengaruh. Betul tidak? Karena dia makannya sangat cepat, maka pencernaannya kurang sempurna. Selanjutnya, ia berhasil merebut yang terbesar, girang berapa lama? Sesaat saja. Setelah melihat bagaimana pandangan orang lain terhadapnya, segera dari senang berubah menjadi apa? Menjadi tidak nyaman. Selanjutnya, saat ia berhasil merebut yang terbesar, lain kali dia ingin mendapatkan apa? Yang terbesar juga. Ketika dia lain kali tidak mendapatkannya, ia pun dari senang berubah menjadi apa? Menderita. "Aduh geramnya aku, tidak berhasil kurebut!". Ketika seseorang senantiasa ingin merebut yang terbaik, saat ia tidak berhasil memperolehnya, ia akan bagaimana? Ia pun mungkin akan memikirkan niat menyimpang, untuk mencuri, untuk merampok. Sang guru selesai berbicara juga tidak menarik kesimpulan apa-apa, hanya mengajak mereka untuk berbahas-bahasan. Alhasil keesokan harinya keadaan makan semangka pun menjadi berbeda, semuanya berjalan ke sana pun mengambil yang terkecil. Jadi benar-benar, orang tua dan guru asalkan Anda bersedia untuk mengajar, anak-anak sangat mudah menerima ajaran. Jadi "jika harta benda disepelekan, dendam mana mungkin muncul", terkadang seorang anak yang sering bersedia untuk saling mengalah, maka akan memenangkan perawatan khusus dari tetuanya.
Ayat berikutnya,jaga tutur kata, marah lenyap sendiri. Di dalam interaksi antarmanusia, keadaan konflik paling banyak terjadi pada ucapan. Namun dalam ucapan terjadi konflik, karena Anda mengalami konflik, emosinya pun naik, "Timbul sebersit niat kebencian", jutaan pintu penghalang pun muncul. Pintu penghalang di mana? Mari kita pertimbangkan terlebih dahulu, apa dampak yang disebabkan dari pelepasan emosi dengan ucapan yang tidak baik? Berjuta hambatan pun akan keluar, "muncul pintu penghambat". Menghambat apa dari diri kita? Jiwa besar; juga menghambat hubungan yang baik antara manusia. Mungkin jika Anda emosi selama lima menit, Anda perlu menghabiskan waktu berapa lama barulah dapat menghilangkan efek buruk yang ditimbulkan oleh emosi tersebut? Berapa lama? Jadi "marah renungi petaka", ini di dalam "sembilan renungan orang berbudi", mengingatkan kita tidak boleh marah-marah, waswas! Karena sekali marah-marah, sangat sulit untuk kembali ke wujud asalnya, bahkan boleh dikatakan tidak mungkin kembali lagi, jadi "marah renungi petaka".
Ada juga perkataan awam yang berbunyi "bilah tajam menggores tubuh itu  gampang sembuh parutnya", bilah tajam menyayat tubuh, mungkin satu atau dua minggu sudah bisa sembuh; tetapi "omongan jahat menyakiti orang" akan tinggal di hatinya berapa lama? "Susah lenyap bencinya". Hidup ini begitu singkat, mengapa tidak berinteraksi dengan rukun? Setelah kita melihat akibat seperti ini, perlahan-lahan harus menemukan metode untuk mengatasi kemarahan kita. Dan tingkat pengatasannya harus dilatih sampai sejauh mana? Melatih hingga tingkat sesuai aksara "Rěn (tahan)". Mari kita lihat, aksara berasas paduan makna, apa yang dimaksud dengan ikhtiar menahan? Bagian atasnya serupa "Dāo (pisau)", bagian bawahnya adalah "Xīn (hati)"; artinya yakni orang lain mengambil sebuah pisau untuk menusuk dadamu, Anda masih teguh tak tergoyahkan; tidak peduli bagaimana Anda memarahiku, saya tidak akan membantah, bertepuk sebelah tangan tidak akan berbunyi. Anda dapat menahan hingga ikhtiar sedemikian rupa, niscaya mampu membuat orang di sekitarmu sangat kagum, jadi "menahan" itu adalah sebuah ilmu yang besar.
Anda pun senantiasa menguji ikhtiar menahan, misalnya sekarang mendengarkan seminar juga sedang menguji ketahanan, betul tidak? Menahan untuk tidak tertidur. Pernah ada seorang wanita yang mengatakan kepada saya, dia bilang: Guru Cai, budaya Tiongkok lumayan bagus, tetapi menahan itu harus menahan sampai kapan? Dia terhadap kata "menahan" ini merasa sangat tak berdaya. Saya berkata: Andai Anda punya mentalitas demikian, saya jamin Anda pasti menahan sampai gunung berapi meletus. Andaikata setelah mempelajari ajaran ini, dan tahu bahwa suami istri harus saling pengertian, jadi pulang ke rumah tiba-tiba menjadi sangat ulet, lalu pun mulai menyapu lantai, mengurus rumah tangga. Alhasil sang suami tidak memperhatikannya, karena saat ia menyapu, pun sambil melihat suaminya melihat atau tidak, setelah menyapu satu minggu, suaminya tidak punya tanggapan apa-apa, seketika api keberangan membara-bara. Kemudian mencampakkan sapu ke tanah: Saya telah melakukan begitu banyak hal, apakah Anda tidak nampak sama sekali? Andai sebersit emosi tersebut tidak dapat ditahan, meledak keluar, akan bagaimana? Ikhtiar sebelumnya menjadi sia-sia! Suamimu langsung memandangmu dengan mata dingin: Bukannya bilang belajar Di Zi Gui! Oleh karena itu, ikhtiar menahan harus menahan dengan penuh pemahaman, menahan demi kepentingan yang lebih besar.
Karena setiap orang, misalnya dalam hal suami dan istri, berasal dari keluarga yang berbeda, jadi perbedaan dalam kebiasaan hidup sangatlah besar, bagai ungkapan "es membeku tiga kaki, bukan karena kedinginan satu hari". Setelah kita memahami dan mengetahui bahwa perubahan niscaya bukan tercapai dalam satu langkah, pada saat itu Anda harus menenteramkan hati, orang lain benar atau tidak itu urusan orang lain, saya sendiri ada menunaikan tugas pokok atau tidak. Apa yang memang seharusnya dilakukan, maka dilakukan dengan hati tenteram karena sesuai hakikat, secara alami keteladanan Anda pun akan terbabar keluar, Anda pun membiarkannya ibarat aliran air membentuk saluran. Saat kita paham, maka kita pun dapat bertoleransi. Oleh karena itu, sekarang setelah pulang Anda ingin menyuruh anakmu menjadi ulet, Anda jangan gara-gara dia tidak segera menjadi ulet Anda pun geram setengah mati, ini bukan anak yang bersalah, siapa yang bersalah? Sikap kita sendirilah yang tidak tepat. Pemeliharaan kebiasaan pasti ada sebuah proses yang setahap demi setahap, kita pun perlu menjalankannya sesuai hakikat mengikuti kodrat alam, menahan demi kepentingan yang lebih besar. Karena di dalam keluarga, suami istri andaikan sering berantem, di dalam perusahaan, antara rekan andaikan sering berantem, maka suasana keluarga dan kelompok tersebut pun akan sangat buruk, keluarga dan kelompok pasti akan terpuruk. Bila kita mampu menahan, yakni demi kepentingan yang lebih besar; dan ketika Anda dapat selalu menahan dan mengalah, juga dapat membangkitkan rasa bersalah dari pihak lain. Oleh karena itu, menahan itu harus menahan dengan penuh pemahaman, menahan demi kepentingan yang lebih besar.
Saat kami memberikan seminar di Beijing, ada seorang wanita yang berusia lima puluhan tahun, setelah mempelajari "di luar harus bersaudara", hari itu juga menelepon adiknya, mereka karena suatu percekcokan, kakak beradik sudah dua tahun tidak berbicara sepatah kata pun. Setelah mendengar ajaran, ia merasa dirinya bersalah, maka segera menelepon adiknya, setelah telepon diangkat, dia berkata "Dik, saya minta maaf!" Pada kenyataannya, dia baru mengucapkan tiga kata "saya minta maaf", adiknya langsung mulai menangis tersedu-sedu. Sebenarnya kedua orang tersebut bagaimana? Sedang memendam rajuk. Saya bilang untungnya hanya dua tahun, andaikan terus berlanjut, dijamin kedua orang tersebut berisiko tinggi terkena kanker, sebab peredaran darah tidak lancar, buat apa susah! Jadi Anda lihat, sebuah permintaan maaf pun memecahkan seluruh kerenggangan. Kerenggangan ini sekali terpecahkan, bukan hanya batu di hati kedua saudara tersebut saja yang jatuh, batu di hati siapa juga jatuh? Ibu dan ayah. Kehidupan ini benar-benar bisa dijalani dengan sempurna dan bahagia, asalkan kita meletakkan kebiasaan yang tidak baik, kemelekatan yang tidak baik, pasti akan semakin berjalan semakin sempurna.
Kita kini tahu bahwa keberangan harus tahu untuk dikendalikan, harus tahu untuk dihentikan. Teman-teman sekalian, bagaimana cara Anda menanganinya pada saat berang? Metode apa yang Anda gunakan? Mari, kita coba bahas, kita semua bisa melihat yang bijak berpikir menyamai, belajar satu sama lain. Metode apa? Teman-teman sekalian, "kasih sayang, belas kasihan". Baik sekali, yakni membesarkan jiwa, secara alami pun tidak ada hambatan. Apakah masih ada metode yang lain? Metode ini tingkatnya sangat tinggi, saya mungkin masih harus berlatih tiga sampai lima tahun. Jadi penanganan "keberangan", benar-benar juga sangat penting, karena jika keberangan seseorang tidak dihilangkan, maka akan menghambat kondisi fisik dan mental Anda secara keseluruhan.
Saya membahas dengan banyak teman-teman di Shanghai, mereka pun bilang, menelepon orang lain untuk mencurahkan hati, melampiaskan keberangan tersebut. Saya bilang setelah Anda selesai mencurahkan hati bagaimana rasanya? Dia bilang menjadi lebih nyaman. Saya bilang Anda menjadi lebih nyaman, pihak lain menjadi tidak nyaman. Pihak lain setelah mendengarkan akan berkata: Hidup ini begitu menderita nan singkat, mengapa begitu banyak konflik! Oleh karena itu, sampah kita tidak boleh sembarang dibuang ke orang lain. Banyak sekali orang yang menjadi tong sampah, ada tidak? Menjadi tong sampah akan muncul keadaan apa? Sampai suatu saat sampahnya akan meluap keluar. Anda lihat banyak sekali spesialis yang melakukan psikoterapi, pada akhirnya ia juga bagaimana? Oleh karena itu, kita harus meningkat ke tataran yang lebih tinggi, harus menjadi insinerator, sampah sekali datang langsung bagaimana? Hom, langsung terbakar. Hal tersebut pun perlu melalui moral kita, seperti yang teman kita katakan tadi, menggunakan hati yang penuh kasih sayang dan cinta kasih.
Jawabannya sebenarnya ada pada aksara Tiongkok, jadi lain kali kita terhadap aksara Tiongkok harus memberi hormat yang berlipat ganda. Karena nenek moyang kami telah menciptakan satu-satunya ragam tulisan di dunia yang dapat menjelaskan filsafat hidup, hanya aksara Tiongkok saja, selain yang satu ini, tiada yang lain lagi. Mari kita lihat kata " (berang)", aksara berasas paduan makna, bagian atasnya adalah " (budak)", bagian bawahnya adalah "Xīn (hati)"; pertanda sewaktu seseorang sedang berang, maka hatinya telah menjadi budak, digiring oleh kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut, disuruh ke timur maka tidak berani ke barat. Kami mencermati bahwa sangat banyak orang saat selesai emosi, "Saya tadi mengapa begitu"? Sangat menyesal, betul tidak? Tetapi juga tidak dapat lagi menarik kembali.
Ada seorang ayah, emosi anaknya sangat buruk, beliau demi mendidik anaknya, maka mengatakan kepadanya: Kamu sekarang setiap kali emosi, pergilah ke halaman belakang kami dan palulah satu paku pada tiang kayunya. Anak itu sekali emosi pun pergi, mengambil sebuah paku dan dipaku di sana, pada awalnya satu hari memaku lima sampai enam buah; alhasil setelah memaku beberapa hari, anak tersebut terperanjat, sesak padat, ia tiba-tiba merasakan sambil berkata, tak disangka emosi saya bisa seburuk ini! Sebenarnya banyak sekali orang yang emosinya sangat buruk, adakalanya ia masih bilang: Emosi saya sudah cukup baik, Andaikan seperti tahun-tahun sebelumnya, Anda tidak tahu sudah menjadi apa! Masih tidak tahu bahwa emosi dirinya tidak baik.
Anak tersebut setelah sadar, maka mulai mengendalikan diri, setelah lewat beberapa waktu, tidak emosi lagi. Ayahnya pun berkata kepadanya: Asalkan kamu hari ini tidak emosi, pergilah cabut keluar sebatang paku. Putranya mencabut dengan penuh rasa kesuksesan, cabut cabut cabut, tiba-tiba suatu hari habis tercabut, ia merasa sangat girang, maka berlari ke ayahnya untuk melaporkan: Saya sudah habis mencabutinya. Ayahnya tidak buru-buru maupun lamban membawanya ke hadapan tiang kayu tersebut, beliau berkata: Meskipun semua paku sudah habis kamu cabut, namun telah meninggalkan lubang yang lumayan banyak! Apakah bisa kembali ke wujud asalnya? Tidak bisa kembali! Jadi "bilah tajam menggores tubuh itu gampang sembuh parutnya, omongan jahat menyakiti orang itu susah lenyap bencinya", saat itu walau Anda bagaimana meminta maaf, juga belum tentu dapat kembali seperti hubungan pada awalnya.
Oleh karena itu, kita setelah memahami haruslah lebih waswas, lain kali saat Anda hendak emosi, harus segera "jika tutur kata dijaga, kemarahan akan lenyap sendiri", ayat ini bagaikan selintas cahaya, terpancar ke dalam kepala Anda, bisa dilakukan tidak? Harus mengkonsumsiDi Zi Guipagi dan malam, dijamin mempunyai efek demikian. Karena di Beijing ada seorang teman, ia benar-benar mempraktikkan dengan membacanya pagi dan malam, ia mengatakan yang paling sulit diubahnya adalah "orang ada kekurangan, niscaya jangan disingkap", terbiasa gosip sana gosip sini, sekarang sudah belajar, juga tidak dapat berubah dalam sesaat, namun ketika ia tiba-tiba ingin gosip, ayat ini pun muncul keluar, dia langsung tutup mulut, sangat efektif. Kita juga boleh mengingat ayat ini, ataupun ingat yang lebih gampang yakni "marah renungi petaka".
Hidup ini harus ada keteguhan hati, niscaya harus menjadi tuan dari hidup kita sendiri, jangan biarkan kebiasaan buruk menjadi tuan dari nasib kita, Anda membangkitkan keteguhan hati seperti itu untuk mengatasinya, harus dari " (berang)" menjadi "Shù (maaf)". Kedua aksara ini mirip tidak? Mirip! Hapus sedikit tepi-tepi dan sudut-sudut, meraut sudut pandang Anda menjadi "memaafkan". Bagian atasnya adalah " (sesuai)", bagian bawahnya adalah "Xīn (hati)", aksara berasas paduan makna, pertanda menempatkan diri sesuai hati dan sudut pandang orang lain untuk melihat hal, keberangan Anda pun mungkin akan terkikis setengah. Saya selama proses mengajar, beberapa anak-anak perilakunya benar-benar lebih menyimpang, kami setelah melihatnya adakalanya akan merasa, mengapa sudah begitu besar masih membuat perilaku seperti itu? Tetapi kami tidak boleh berkisar pada akibat, harus mengeksplorasi dari sebab. Terkadang anak-anak tersebut, sekali kami pergi untuk memahami kondisi keluarganya, mengapa begitu kasihan! Tidak ada yang merawatnya, barulah terpelihara kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Saat itu juga Anda dari "keberangan" menjadi "memaafkan", dari api keberangan menjadi kasih sayang!
Saya pernah mengajar di suatu sekolah, ada seorang anak mencuri uang, mencuri lumayan banyak, mencuri sebanyak seratus ribu. Namun pada kenyataannya dia hanya ingin menarik selembar uang seribu saja, hari itu kebetulan rekan kami menerima sejumlah uang, mungkin telinga anak ini mendengar berita tersebut. Jadi kita selaku yang lebih tua dalam percakapan juga harus waswas, bak pepatah bahwa uang jangan terpampang, uang sekali terpampang mungkin akan menjadi motif anak-anak tersebut untuk berbuat kesalahan. Jadi tadinya dia ingin menarik selembar, alhasil karena keadaannya panik maka tertarik banyak, rekan tersebut juga sangat waspada, menyadari dia masih di dalam sekolah, pun dengan cepat berlari kembali dan menghentikannya, berkata: Kembali kau ke sini! Karena berharap ingin memberikan sedikit pelajaran kepada anak tersebut, jadi pun mengatur polisi untuk datang membuat berita acara, berharap dia dapat mengambil pelajaran besar ini.
Anak itu setelah mengalami hal tersebut, pun duduk di anak tangga, kebetulan saya tidak ada kelas pada jam pelajaran tersebut, saya pun berjalan melewati tempat itu. Melihat bayangan punggungnya, meskipun tidak melihat wajahnya, namun sudah merasa bahwa dia sangat kesunyian. Saya pun berjalan ke sampingnya, menemaninya untuk duduk, saat itu hening lebih baik daripada bersuara, kami biarkan dia menenangkan hati terlebih dahulu. Alhasil sekitar lewat kurang lebih satu menit, anak tersebut membuka mulutnya, dia berkata: Pak guru, saya sangat ingin mati! Hidup bagaikan sebuah drama, kami yang sebagai guru juga harus sangat lihai berlakon, Anda jangan mendengarkan dia bilang sangat ingin mati, Anda pun berkata "Tidak boleh mati!", tidak boleh demikian, harus tetap anteng. Saya pun bertanya kepadanya: Mengapa kamu sangat ingin mati? Biarkan anak tersebut menemukan penyebabnya. Dia bilang: Pak guru, karena tidak ada seorang pun yang suka denganku, setiap orang pun membenciku. Emosinya sangat tidak baik, jadi kami pun melegakannya secara tepat waktu.
Jadi saya pun bilang: Guru yang mana, apakah guru bimbingan penyuluhan membencimu? Karena di sekolah kami ada dua guru yang cukup baik kepadanya, salah satunya adalah guru bimbingan penyuluhan, yang satunya lagi siapa? Kalian tidak kenal? Kami tidak boleh sebut diri kita dahulu, itu sangatlah tidak rendah hati, harus sebut guru tersebut dahulu. Sekali dia dengar, emosinya menjadi sedikit lebih baik. Saya bilang: Lalu Guru Cai membencimu? Dia pun menggelengkan kepalanya. Saat emosinya relatif stabil, kami pun bisa bicara baik-baik dengannya. Saya bilang: Jikalau semua orang tidak menyukaimu, lalu apa yang menjadi penyebabnya? Dia sendiri juga bilang: Karena saya memukuli orang, saya memarahi orang. Kalau begitu maka kamu jangan pukul dan marah orang, bukankah semua orang akan menyukaimu! Lalu anak tersebut mengatakan sebuah pernyataan yang sangat mengesankan bagiku, dia bilang "Pak guru, saya sangat ingin berubah, tetapi saya tidak mampu berubah". Ini pernyataan seorang anak kelas enam, ia sudah merasa hidupnya tidak bisa terkendali. Jadi tidak boleh menumbuhkan kebiasaan buruk anak, ketika kehidupan anak kita telah dikuasai oleh kebiasaan buruk, maka hidupnya benar-benar tidak mampu terbayangkan.
Saya pun berjanjian dengan siswa tersebut, lalu mengambil sebuah buku, menulis "kebajikan" di sebelah kiri, menulis "kejahatan" di sebelah kanan, kami belajar dari "Daftar Seratus Kesalahan". Saya pun mengatakan kepadanya: Hari ini kamu berbuat kebajikan apa saja, tulis di sebelah kiri, berbuat kejahatan apa saja, kamu tulis sendiri, asal menuntut diri sendiri besok harus lebih baik daripada hari ini. Jujur kata, perilaku anak tersebut sudah belasan tahun, Anda ingin menuntunnya kembali lagi, asalkan Anda dapat menghabiskan tiga tahun, maka Anda boleh dikatakan guru besar segenerasi. Jadi benar-benar bahwa kita harus memiliki kesabaran untuk bertoleransi, Anda pun dapat dari niat keberangan berganti menjadi jiwa memaafkan; saat Anda selalu dapat memaafkan, saya yakin bahwa segenap hidup Anda juga akan berpaling kembali.
"Abang harus mengayomi, adik harus menghormati, abang beradik harmonis, rasa bakti terkandung dalamnya", sekarang kita membaca kembali ayat ini, perasaannya sama tidak? Karena kita telah menerima sangat banyak teladan dari filsuf bijak. "Jika harta benda disepelekan, dendam mana mungkin muncul, jika tutur kata dijaga, kemarahan akan lenyap sendiri". Kita lihat ayat berikutnya, mari kita baca bersama-sama:
Huò Yǐn Shí. Huò Zuò Zuǒ. Zhǎng Zhě Xiān. Yòu Zhě Hòu. Zhǎng Hū Rén. Jí Dài Jiào. Rén Bú Zài. Jǐ Jí Dào.
[Terjemahan harfiah:
"Baik makan minum. Atau duduk jalan. Yang tua dahulu. Yang muda belakang. Tetua panggil orang. Lekas bantu panggil. Orang tidak ada. Diri lekas sampai"
Terjemahan:
"Baik makan atau minum. Duduk maupun berjalan. Yang tua dahulu. Yang muda belakangan. Yang tua memanggil orang. Lekas membantunya memanggil. Orangnya tidak ada. Diri kita lekas sampaikan"]
Baik makan minum, atau duduk jalan, yang tua dahulu, yang muda belakang, ketika anak sepenuhnya tahu harus terlebih dahulu menghormati yang tua, rasa hormatnya ini pun akan diterapkan pada hal-hal kecil dalam kehidupan. Dan ayat yang satu ini hanya menunjukkan beberapa tindakan, yang pertama adalah makan. Saat anak sekali melihat hidangan, maka memberikan terlebih dahulu kepada yang lebih tua, di dalam proses menyumpit makanan ini moralnya pun telah meningkat. Kami punya seorang siswa yang hanya berusia tujuh tahun, ia datang untuk belajar kitab klasik, setelah belajar selama seminggu. Tadinya adalah kakek dan nenek yang menyumpit makanan untuknya, setelah belajar seminggu dan kembali, ia pun berinisiatif untuk menyumpit makanan untuk anggota keluarganya sendiri, anggota keluarganya sekali lihat segera sukacita timbul dalam hati, pun lebih menyetujui budaya tradisional Tiongkok. Orang sekarang sangat realistis. Oleh karena itu, kita juga harus mengajar anak dengan baik, sebab anak juga akan memotivasi orang tua.
Namun benar-benar ingin agar pendidikan keluarga dapat memiliki kemajuan yang sangat baik, peningkatan tersebut masih mesti mulai dari orang tua, pada pelajaran sebelumnya kami ada mengatakan "ajar putra ajar putri ajarlah dahulu diri sendiri", hal tersebut penting, karena atasan melaksanakan bawahan meneladani. Andaikan anak Anda sedang melaksanakanDi Zi Gui, lalu orang tua tidak belajar dan tidak melaksanakan, misalnyaDi Zi Guiberbunyi, "meletakkan topi dan baju, ada tempat yang tetap, jangan sembarangan menaruh, membuatnya menjadi kotor". Lalu ayah pulang, melempar kaus kakinya, berbaring sambil membaca koran. Anak akan berpikir: Kok begitu? Suruh saya melaksanakan, ayah saja tidak melaksanakannya! Dia sudi tidak? Tidak sudi! Andai Anda adalah ibunya, harus bagimana? Kebiasaan buruk saya datang lagi, saya selaku guru sangat suka memberi ujian. Situasi ini mungkin saja terjadi, bagaimana? Langsung jalan ke sana: Tidakkah kamu tahu anak sedang belajarDi Zi Gui? Cepat pungut kaus kakinya. Kalau begitu suami Anda pasti bilang: Tidak usah belajar itu lagi. Ada seorang ibu pun mengatakan kepada anaknya, dia berkata: Ayah seharian bekerja penuh susah payah, kamu cepat beri ayahmu bantuan, rapikan kaus kakinya, kamu lihat ayahmu begitu lelah. Menggunakan sudut pandang begini anak sangat bisa menerima, ayah benar-benar baru pulang kerja, anaknya pun pergi merapikannya. Sang suami melihat adegan tersebut akan bagaimana? Betul, bukankah semuanya sempurna! Jadi memanglah benar bahwa kemahiran akan watak manusiawi bagaikan susastra.
"Baik makan atau minum, duduk maupun berjalan", baik duduk maupun berjalan, yang lebih muda seharusnya duduk dan berjalan belakangan. Jadi kami di Haikou, di Shenzhen, anak-anak tersebut setelah belajar, benar-benar saat menaiki lift, pun akan menahan pintu dan mempersilakan guru untuk berjalan dahulu. Tetapi kami akan berkata kepadanya: Naik lift sebaiknya kalian jalan dahulu. Mengapa? Takut anak masih kecil, adakalanya pintu tersebut tidak terkendali dengan baik, akan menyebabkan mara bahaya. Oleh karena itu, meskipun ini adalah suatu prinsip, tetapi juga harus bisa fleksibel. Ada seorang anak, mengikuti sekelompok guru kami pergi seminar ke Shenzhen, anak ini sangat luar biasa dan telah mempelajari kitab klasik selama beberapa tahun. Wajahnya bulat-bulat, telinganya sangat besar, saya sekali lihat pun merasa dia adalah orang yang sangat berberkah. Apa itu berkah terbesar? Dapat mendengar ajaran orang kudus dan bijak, itu adalah berkah nomor satu dalam hidup. Kebetulan guru-guru kami pergi seminar, ada orang yang menghadiahkan kami sekotak pastel, di dalamnya ada sepuluh potong pastel, memang sangat enak, setiap orang dibagikan satu potong dan semuanya telah memakannya. Anak tersebut pun berlari keluar dari kamar, mengatakan: Pastel ini sangat enak sekali, apakah masih ada? Alhasil karena telah dimakan sembilan potong masih sisa satu. Anak tersebut berjalan kemari dan mengambil sepotong pastel tersebut, kemudian berjalan ke hadapanku, ia bilang pastel ini sepatutnya untuk Guru Cai. Dia tidak hanya mendahulukan orang yang lebih tua, ia juga bisa menilai seharusnya terlebih dahulu memberikan lagi ke siapa.
Jadi Anda lihat, anak yang belajar etiket akan kaku tidak? Tentu tidak kaku! Anak yang belajar etiket tahu untuk selalu menghormati orang lain, berpikir demi orang lain, otaknya fleksibel. Orang sekarang terhadap "lincah" ada kesalahpahaman, apa itu lincah? Tiga detik pun tidak dapat berhenti, berlari kesana kemari, itu namanya lincah! Adakalanya kami antre di bandara, banyak sekali anak yang tidak bisa berdiri diam, di sana tabrak sana tabrak sini, turis di belakang masih mengatakan: Anak ini benar-benar lincah! Apakah Itu lincah? Itu namanya sembrono, kurang ajar. Lincah yang sesungguhnya adalah berpikiran aktif, yakni selalu memikirkan demi orang lain, benar-benar lincah! Oleh karena itu, orang yang belajar etiket pasti belajarnya tidak akan kaku.
"Baik makan atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda belakangan", kebiasaan ini memengaruhi rasa hormat dari anak, kebiasaan ini juga berkemungkinan besar memengaruhi perkembangan karier anak di masa mendatang, Anda percaya tidak? Pernah ada seorang kepala TK, dia mengatakan kepada saya bahwa dia mempekerjakan beberapa guru berumur dua puluhan tahun untuk mengajar TK. Dia bilang suatu saat ia kedatangan seorang tamu dari Guangdong, ia pun menjamu tamu dari Guangdong tersebut, dan membawa serta beberapa guru TK mereka untuk ikut pergi. Ada beberapa dari guru TK tersebut adalah orang Hunan, orang Hunan suka makan pedas. Orang Guangdong kurang bisa makan pedas. Kalau menjamu tamu dari Guangdong, pesan hidangan apa? Masakan Kanton. Selesai memesan dan mulai makan, guru-guru tersebut berkata di sana, yang ini kok begitu tidak enak, yang itu kok begitu tidak enak! Untuk apa mengajak mereka pergi? Mengajak mereka untuk melayani tamu dengan baik. Alhasil mereka datang untuk apa? Merusak situasi. Walhasil dihidangkan sepiring yang pedas, kepala TK tersebut pun memutarkannya ke hadapan tamu,  tamunya menyumpit satu kali, guru-guru tersebut segera memutarkan ke arah mereka dan memakannya; kepala TK memutarnya kembali, mereka memutarnya balik lagi. Karyawan seperti ini Anda berani tidak mempekerjakannya dengan baik? Menyukseskan tidak mampu namun menggagalkan lebih dari cukup!
Oleh karena itu, saat seorang anak selalu sangat mengetahui etiket ketepatan bertindak, Anda menugaskannya untuk bekerja, Anda akan sangat lapang hati. Jadi atasan mengajak bawahan pergi ke perjamuan, pun membawa mereka yang bisa menyumpit makanan dengan baik, yang bisa menuangkan minuman dengan baik, pun membawa orang-orang demikian untuk pergi, iya bukan? Betul! Jadi menuangkan minuman juga harus menuangkan secara alami, ini pun harus sejak kecil berlaku demikian terhadap tetua. Mempunyai sikap tersebut juga akan membuka jalan yang sangat baik untuk generasi berikutmu di masa depan. Hari ini kita belajar sampai di sini dahulu, terima kasih.