Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar
Hidup Bahagia – Penjelasan《Di Zi Gui》Secara Mendetail" oleh Guru
Cai Lixu pada tanggal 18 Februari 2005 (Episode 16)
Teman-teman sekalian, selamat malam semuanya! Sangat
banyak teman-teman yang mukanya sudah tampak sangat akrab, datang ke sini
setiap malam, pertanda setiap lepas kerja, makan malam, bahkan tidak makan
langsung bergegas kemari untuk belajar. Konfusius pernah berkata, seseorang
dalam menuntut ilmu ada tiga senjata rahasia, yaitu kebijaksanaan, kemanusiaan, keberanian, "giat belajar pangkal
kebijaksanaan, pelaksanaan nyata pangkal kemanusiaan, tahu malu pangkal keberanian". Asal giat
belajar, maka tidak jauh dari kebijaksanaan; saat kita melaksanakan ajaran
orang kudus dan bijak, maka perlahan-lahan dapat merasakan iktikad orang kudus dan bijak, juga dapat merasakan
kebutuhan khalayak ramai, rasa welas asih dan empati kita pun
akan muncul; "tahu malu pangkal keberanian", benar-benar dapat
memahami kekhilafan diri sendiri, selanjutnya memperbaiki kekhilafan diri
sendiri, serta dapat menaklukkan kegelisahan dan kebiasaan buruk sendiri, itu
barulah pemberani yang sejati. Sangat banyak teman-teman sekalian yang telah
melakukan "giat belajar pangkal kebijakasanaan", dan rasa giat
belajar Anda juga akan membawakan dampak yang sangat baik bagi keluarga Anda.
Saya ingat ayahku saat berumur lima puluhan,
kebetulan menangani bursa sekuritas di bank, karena untuk menangani bursa
sekuritas, di dalam unit kerja perlu ada satu orang yang lulus ujian lisensi,
maka bank pun mengutus sangat banyak karyawan untuk mengikuti ujian. Ayah saya
adalah yang paling tua, sudah sekitar lima puluhan, pun ikut ujian, maka tampak
ayahku membaca buku di malam hari. Hasil dari ujian hanya satu orang saja yang
lulus, anak-anak muda lainnya semuanya tidak lulus, tak disangka ayah saya pula yang lulus. Anda lihat ayahku tidak
berkata apa-apa, dengan tindakannya pun telah memenangkan kekaguman kami
terhadapnya. Kami sebagai putranya bolehkah tidak giat belajar? Bolehkah kalah
dengan ayah sendiri? Jadi atasan melaksanakan bawahan meneladani, ketika rasa
giat belajar kita ini dapat dipertahankan terus, saya yakin
terhadap keluarga Anda pasti adalah permulaan yang sangat baik. Pelajaran pagi
ini kebetulan menyelesaikan bab "di dalam harus berbakti",
selanjutnya adalah bab kedua, "di luar harus bersaudara".
"Di luar" ini menunjukkan orang di luar keluarga, yakni harus belajar "persaudaraan", "persaudaraan" terkandung sikap abang ayomi adik hormati, terkandung etiket dan sikap dalam menghormati tetua. Karena
abang beradik di dalam rumah sudah bisa mengasihi, sudah bisa saling memperlakukan dengan sopan, tentu
saja saat ia keluar dan bergaul dengan orang pun
dapat membawa keluar sikap tersebut. Andaikan di dalam rumah pun ingar-bingar dengan saudaranya, tidak mengikuti
etiket, maka keluar apakah akan tiba-tiba menjadi sangat teratur? Apakah
mungkin? Tidak mungkin! Oleh karena itu, untuk mengenal seseorang, di mana bisa
dilihat paling jelas? Yakni tidak masuk ke gua harimau, manalah bisa dapat anak
harimau, langsung ke rumah mereka. Banyak sekali perilaku kita dalam
berkelakuan dan menghadapi masalah, benar-benar terpelihara dari rumah, jadi
itulah mengapa pendidikan keluarga begitu penting! Bagai ungkapan "bibit
bebet bobot", bibit bebet apa? Bebet bobot apa? Yang paling penting adalah
pendidikan keluarga dan moral. Bibit bebet bobot sekarang adalah apa? Uang!
Mengapa kalian semua tahu? Saya tidak begitu pengalaman. "Bobot" yang
salah, esensi yang salah, hasilnya akan bermasalah. Jadi "moral"
barulah dasar dari keluarga, barulah dasar dari negara, jelas bukan uang.
Di dalam《Kitab Bakti》ada sepatah ajaran yang sangat penting,
"mengajar rakyat cinta kasih, tiada yang sebaik rasa bakti; mengajar rakyat tata krama, tiada yang sebaik persaudaraan". Mengajar rakyat bagaimana menyayangi orang
lain, bagaimana peduli dengan orang lain, tiada yang lebih efektif daripada mengajar bakti, tiada yang
sebaik rasa bakti; mengajar rakyat untuk mempunyai kesopansantunan, "Mengajar rakyat tata krama", tahu untuk
menghormati orang lain, tiada metode yang lebih baik daripada mengajar persaudaraan, tiada yang sebaik persaudaraan. Jadi "persaudaraan" juga terkandung suatu ajaran tentang etiket,
Konfusius juga berkata "Tidak belajar etiket, tidak mampu bertegak", tidak punya sopan santun maka kemungkinan
besar tidak dapat menegakkan kakinya di antara orang banyak.
Pada pembelajaran beberapa hari ini, saya juga telah
melaporkan kepada teman-teman sekalian. Karena saya sejak kecil terpelihara sebuah kebiasaan, yakni asalkan tetua datang ke rumah kami, telinga saya
mendengar suaranya, tidak peduli apa yang sedang saya lakukan, saya pasti akan
berlari ke hadapan mereka, lalu mengatakan kepadanya: Salam sejahtera paman!
Apa kabar tante! Senyuman kalian sangat mirip dengan paman saya. Anak yang
punya sopan santun, orang dewasa pasti sangat sukacita, jadi saat saya
mengangkat kepalaku, mereka sangat bersukacita, saya juga sangat puas. Karena
saat seseorang melakukan hal yang bermoral, sebenarnya keriangannya sudah
muncul dari dalam hati. Sikap sopan santun itu, saya tiba-tiba dapat merasakan,
ternyata bisa tidaknya seseorang bertemu insan penolong, sudah ditentukan dari
kecil. Anda percaya atau tidak?
Saat saya membuka forum diskusi dengan orang tua
murid, saya pun memberitahu mereka: Anak-anak kalian di masa mendatang dapat
bertemu insan penolong atau tidak, saya sekarang sudah bisa menilainya. Mata
mereka melotot sangat besar, karena orang zaman sekarang sangat realistis,
sekali bilang anaknya dapat bertemu insan penolong, mereka pun sangat fokus.
Anak yang punya sopan santun, ke mana saja ia pergi akan memenangkan rasa
sayang dari khalayak ramai; sebaliknya, andaikan anak tidak punya sopan santun,
bukan hanya tidak akan bertemu insan penolong, bukan hanya tidak akan punya
banyak sekali daya bantu, dalam ucapan dan perilaku masih akan membentuk banyak
sekali daya hambat. Dia pun akan merasa heran bukan kepalang, mereka kok
melihat saya dengan pandangan tidak enak, sendiri masih tidak paham. Oleh
karena itu, sopan santun itu sangatlah penting!
Teman-teman sekalian, sopan santun begitu penting,
kapan harus mengajarnya? Saya pun menanyakan kepada
orang tua, nilai ujian meningkat dua poin lebih penting? Atau mengajarkan anak
sikap dalam bertingkah laku dan melakukan hal lebih penting? Bertingkah laku
dan melakukan hal! Namun orang tua semuanya merasa adalah bertingkah laku dan
melakukan hal, tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan bersama anak untuk
apa? Dihabiskan demi nilai. Jadi hal yang penting tidak boleh ditunda lagi,
ditunda lagi, anak sudah terlalu besar, kebiasaan pun sudah menjadi alamiah;
banyak sekali hal yang sekejap pun tidak boleh ditunda, saya pun membantu Anda
mencemaskannya, karena saya tidak punya anak. Oleh karena itu, niscaya harus
mementingkan moral-moral penting yang memengaruhi kehidupan anak seumur hidup,
maka ia akan memenangkan sangat banyak daya bantu.
Mari kita pikir, andaikan pergaulan antarmanusia tidak ada etiket, akan muncul keadaan apa saja? Misalnya, saat kemarin saya mendaki Tembok Raksasa,
di sana bertuliskan "Tidak mendaki Tembok Raksasa bukanlah pahlawan
sejati", jadi ingin menjadi pahlawan sejati, pergilah mendaki Tembok
Raksasa. Kebetulan di sana ada beberapa pos yang hanya mampu dilewati oleh satu
orang dari sisi lain, dan juga satu orang lagi dari sisi ini. Lalu saat
melewati pos tersebut, sangat banyak orang tidak mengikuti
aturan, berjalan di lintasan yang ada di
seberang. Alhasil apa yang terjadi? Seluruh lalu lintas pun tersumbat di dalam
pos tersebut. Guru dari pusat kami di dalam sekali melihatnya, tidak boleh,
karena orang di belakang tidak memahami situasi di sini, dia pasti akan terus
menyelip ke depan, yang di sisi lain juga akan terus menyelip ke depan, nanti
mungkin akan ada keadaan yang muncul. Guru-guru kami langsung berdiri maju dan
mulai mengarahkan lalu lintas, yang ingin memotong barisan maka segera meminta
mereka untuk berbaris kembali, orang-orang tersebut pun melihat kami,
beranggapan bahwa kami itu dari pihak manajemen Tembok Raksasa. Adakalanya,
saat harus keluar kita juga harus keluar, jika tidak maka keadaannya mungkin
akan bagaimana? Sampai nantinnya buruk hingga Anda ingin melakukannya pun tidak
bisa, jadi titik kesempatan sangatlah penting. Akhirnya lalu lintasnya pun
kembali lancar. Jadi memang, jikalau tidak beretiket, antara manusia pun akan
egois, maka mungkin akan terjadi konflik.
Kebetulan saya pergi ke Gunung Tianmu di Hangzhou
selama lima hari untuk seminar, saat kami sedang mendaki gunung, di hadapan
kami datang dua mobil, kami sekali melihatnya pun berinisiatif merapat ke tepi,
membiarkannya berlalu dahulu, karena kami melihat ada dua mobil. Mobil yang
pertama lewat, orang di dalam mobil sangat bersukacita, melambaikan tangan kepada kami, kami pun
melambaikan tangan kepadanya. Jadi saat seseorang mempunyai sopan santun, pasti
akan membuat orang lain merasa bagai diembus angin musim semi, maka itu buat apa senang dan tidak melakukannya! Alhasil kami menunggu
sebentar, mobil yang kedua tidak lewat-lewat, kami merasa sangat heran, maka
mengutus orang untuk melihatnya. Alhasil mobil tersebut juga sudah dari tadi
berhenti di sana dan menunggu kami untuk lewat, jadi kami pun mengemudi lewat,
orang yang ada dalam masing-masing mobil semuanya menunjukkan senyuman yang
cemerlang. Ketika antarmanusia adalah begitu penuh hormat, maka perasaannya
akan sangat nyaman. Kami sebelum naik ke atas gunung, pun sudah mampu mengkaji
keadaan masyarakatnya, pertanda masyarakat di Gunung Tianmu sangat jujur dan
sederhana. Jadi kita juga selalu dapat merasakan dari kehidupan sehari-hari bahwa tahu etiket dan tahu mengalah barulah dapat membuat jalan dalam
hidup kita menjadi mulus, barulah tidak bakal terjadi kemacetan dan konflik.
Oleh karena itu, "mengajar rakyat tata krama, tiada yang sebaik persaudaraan", maka kita mulai dari dalam keluarga untuk
menerapkan pengasihan dan etiket. Marilah kita terlebih dahulu membacakan satu
bagian ayat :
【Xiōng Dào Yǒu. Dì Dào Gōng. Xiōng Dì Mù. Xiào Zài
Zhōng. Cái Wù Qīng. Yuàn Hé Shēng. Yán Yǔ Rěn. Fèn Zì Mǐn.】
[Terjemahan langsung:
"Abang harus ayom. Adik harus hormat. Abang adik
akur. Dalamnya ada bakti. Harta benda
sepele. Dendam mana muncul. Jaga tutur kata. Marah lenyap sendiri."
Terjemahan mendetil:
"Abang harus mengayomi. Adik harus menghormati. Abang beradik harmonis.
Rasa bakti terkandung dalamnya. Jika harta benda disepelekan. Dendam mana
mungkin muncul. Jika tutur kata dijaga. Kemarahan akan lenyap sendiri."]
『Abang harus ayom, adik harus hormat』, abang beradik adalah sambungan ranting yang senafas, darah lebih kental daripada air, lahir dari orang tua yang sama, sehingga saudara kemungkinan besar adalah anggota keluarga yang paling lama menemani kita dalam menempuh jalan kehidupan. Guru Zen Fazhao pernah menulis sebuah puisi yang mendeskripsikan tentang jalinan persaudaraan, bunyinya "Sambungan ranting yang senafas masing-masing
bersuburan, jaga tutur kata jangan
mencederai persaudaraan, setiap kali bertemu pun
semakin tua tampaknya, masih bisa berapa lama lagi menjadi saudara; saudara yang tinggal bersama akan tenteram jika toleran, jangan gara-gara hal sepele terjadi perselisihan,
di depan mata masih ada sanak saudara, wariskan kepada anak dan cucu suri
teladan".
"Sambungan ranting
yang senafas masing-masing bersuburan", abang beradik bagaikan cabang dan
ranting yang tumbuh dari pohon yang sama. "Jaga tutur kata jangan mencederai persaudaraan", kontak antarmanusia, komunikasi antaranggota keluarga yang
paling sering adalah menggunakan ucapan, jadi dalam ucapan harus lembut, harus harmonis, jangan pernah
berbicara dengan nada menusuk. Oleh karena itu, dalam《Di Zi Gui》baru berkata『jaga tutur kata, marah lenyap sendiri』, konflik antara manusia, lebih dari setengah
disebabkan oleh apa? Ucapan yang tidak harmonis. "Setiap kali bertemu pun semakin tua tampaknya", memang
kenyataan bahwa setelah kita berusia tiga puluhan atau empat puluhan, setiap
kali bertemu saudara sedikit banyak akan memiliki perasaan demikian, rambut
putihmu bertambah banyak lagi. Jadi "masih bisa berapa lama lagi menjadi saudara", kita semakin tua menandakan jalan
kehidupan sudah semakin mendekati penghujung, maka harus
menghargai persaudaraan ini. Jadi "saudara yang tinggal bersama", yang tinggal satu rumah, "akan tenteram jika toleran", tahu untuk saling
toleransi dan mengalah. "Jangan gara-gara hal sepele terjadi
perselisihan", jangan karena hal-hal yang kecil sampai terjadi pertikaian. "Di depan
mata masih ada sanak", di depan mata pun para saudara memiliki anak-anak, mereka pun juga memiliki saudara mereka sendiri,
kita sebagai generasi sebelumnya seharusnya membuat teladan abang ayomi adik hormati, barulah dapat "wariskan kepada anak dan cucu" suri teladan yang baik. Puisi Guru Zen Fazhao ini layak kita hayati secara saksama.
Puisi ini membuat saya teringat Guru Yang Shufen
pernah memberitahu saya, beliau berkata memang benar bahwa saudara adalah sambungan ranting yang senafas,
beliau pun akan berpikir bagaimana membuat ayahnya menjadi sangat sukacita dan
senang. Beliau bilang hanya dengan anak cucu yang bijak dan berbakti, anak dan
cucu semuanya memiliki perkembangan yang sangat baik, barulah dapat membuat
ayahnya sangat lega. Berhubung beliau mempunyai
niat tersebut, berharap dahan serta daun dari pohon besar ayah dan ibunya ini
dapat semakin subur, sehingga beliau saat masih sangat muda sudah mulai
mengajarkan generasi keponakannya untuk membaca kitab klasik orang kudus dan
bijak, serta menulis kaligrafi. Guru Yang memiliki delapan belas orang dari
generasi keponakan, totalnya ada delapan belas orang, kedelapan belas orang tersebut pernah diajarinya. Berhubung beliau memiliki niat tersebut, generasi penerus mereka sangat unggul, banyak sekali yang menjadi guru, ada pula beberapa yang menjadi
dokter. Memang benar, sebuah
keluarga bisa baik, niscaya tetuanya harus bagaimana?
Harus memelopori dan memperagakan, harus bersumbangsih dengan tulus. Jadi abang ayomi adik hormati, bukan
hanya pada generasi mereka saja, bahkan mengembangkan abang ayomi adik hormati
ini sampai ke mana? Anak dan cucu dari generasi berikutnya. Guru Yang tidak
mempunyai anak kandung, tetapi setiap Hari Ibu dan Hari Ayah, rumah mereka pun
akan luar biasa ramai, karena beliau mempunyai delapan belas keponakan,
kemungkinan lebih banyak daripada anak-anak kalian. Saya tingal di rumahnya
selama enam bulan, saat festival-festival pun luar biasa meriah, keponakan-keponakan yang pernah diajarinya tersebut benar-benar sangat
berbakti kepadanya.
Selain itu saya mempunyai
seorang abang angkat, beliau juga tinggal di Taichung. Saudara-saudarinya juga
sangat penuh pengasihan, hari Sabtu ataupun Minggu, sekali ada waktu, tidak
perlu janjian pun akan berinisiatif untuk kembali ke sisi orang tua. Karena
ayahnya meninggal lebih awal, sehingga sisa hidup ibunya dalam jangka waktu
yang lama ditemani oleh kakak beradiknya. Ibunya telah meninggal beberapa tahun
yang lalu, dan saat itu saya ada menghadiri upacara pelepasan jenazah. Setelah
sampai saya sangat tersentuh, karena juga melihat kualitas generasi berikutnya,
serta keponakan-keponakannya sangatlah baik, karena mereka bersaudara begitu
penuh pengasihan, telah memberikan teladan yang sangat baik untuk generasi
berikutnya. Karena saya sudah terbiasa saat melihat hasil maka akan mencari
tahu penyebabnya. Lalu abang angkat saya juga mengatakan kepadaku, beliau
bilang bahwa saat ibunya meninggal, hatinya sangat berbekal. Mengapa? Karena
dalam belasan tahun hidupnya itu, beliau sebisa mungkin menolak banyak lobi
yang tak berarti, semuanya demi menemai ibunya. Pada saat ibunya meninggal,
beliau merasa sangat berbekal, merasa bahwa pilihannya itu benar. Oleh karena
itu, abang ayomi adik hormati pasti bisa "wariskan kepada anak
dan cucu suri teladan".
Tali persaudaraan orang-orang zaman dahulu, juga
membuat sangat banyak orang terharu
dan menangis. Pada zaman Dinasti Jin, ada seorang anak yang bernama Yu Gun,
kebetulan desa mereka terjadi wabah. Saudaranya sudah ada beberapa yang
meninggal, ada seorang saudaranya lagi sudah tergeletak sakit di ranjang,
seluruh tetuanya ingin membawa beberapa anak untuk segera pergi dari sana. Alhasil Yu Gun ini tidak berkenan pergi, beliau berkata: Saya
tidak boleh menelantarkan saudaraku. Tetuanya berkali-kali menasihati: Ini terlalu
berbahaya, mari kita pergi! Beliau pun berkata kepada para tetua: Saya dari
bawaan lahir tidak takut akan penyakit, kalian biarkanlah saya tetap di sini! Tetuanya gagal membujuknya, maka itu pun pergi.
Anak sekecil itu dengan usaha sendiri membantu abangnya memasak obat, dan
sering pada tengah malam masih berada di depan nisan saudara yang lain,
menangis di sana, bersedih di sana. Berhubung rasa mengasihinya terhadap saudara ini, secara ajaib abangnya
menjadi sembuh. Teman-teman sekalian, mengapa penyakit
ini bisa sembuh? Rasa mengasihi ini dan rasa peduli ini pasti akan membuat sistem kekebalan
tubuh abangnya meningkat. Orang Tiongkok memperlakukan virus bukanlah berperang
dengannya, seolah-olah tidak terdamaikan dengannya, orang Tiongkok menyebutnya
"menetralkan virus (detoksifikasi)", orang Tiongkok bukan menyebutnya
"membasmi virus (sterilisasi)". Ketika niat kita sangat murni, secara
alami virus akan teringankan perlahan-lahan. Oleh karena itu, rasa kasih dapat mendetoks, rasa kasih sayang juga dapat mendetoks. Setelah itu
tetuanya serta orang tuanya pulang kembali, melihat mereka bersaudara masih
bertahan hidup, semuanya sangat lega.
Melalui ihwal Yu Gun tersebut, kita juga bisa melihat bahwa meskipun usia beliau
kecil, beliau juga pernah membaca kitab orang kudus dan bijak. Sehingga pada nilai-nilai kehidupannya, ada
hal yang lebih penting daripada nyawanya, hal
apakah itu? Integritas hakikat! Oleh karena itu,
mengorbankan badan demi kemanusiaan, merelakan tubuh demi kebenaran, karena iktikad dari orang kudus dan bijak adalah integritas hakikat lebih penting dari nyawa. Berhubung mereka memiliki iktikad tersebut, barulah dapat menuliskan kisah epik dan heroik
selama ribuan tahun yang sangat menyentuh, dan juga akan ada sangat banyak
perkembangan yang sempurna. Ini adalah sikap dari Yu Gun pada zaman Dinasti Jin
terhadap saudaranya, tali persaudaraan lebih penting daripada nyawanya sendiri.
Pada zaman Dinasti Tang ada seorang menteri bernama
Li Ji, sebenarnya nama aslinya bukan bermarga Li, namun bermarga Xu (Xu orang
ganda), karena sangat berjasa terhadap bangsa dan negara, jadi Li Shimin
menganugerahkannya marga kekaisaran menjadi Li Ji. Pagi ini kita telah membahas
tentang Li Shimin, memang benar bahwa beliau dalam menghormati orang berbudi luhur, dilaksanakannya dengan sangat berhasil. Ada suatu
kali Li Ji sakit, dokter kekaisaran bilang harus menggunakan jenggot manusia
untuk dijadikan pelengkap obat, Kaisar Taizong setelah mendengarnya, segera
mengangkat pedangnya, lalu memotong satu bagian dari jenggotnya, dan
memberikannya kepada dokter kekaisaran. Hal ini tersebar ke telinga Li Ji,
beliau bagaimana? Sangat tersentuh, maka segera berlutut di depan kaisar,
sangat berterima kasih kepada kaisar yang demikian bertulus hati kepadanya, ini
benar-benar bagaikan ungkapan "pahlawan
menghargai pahlawan". Li Ji selain adalah pejabat yang setia, juga pasti
adalah anak yang berbakti, juga pasti mengasihi saudaranya, karena kita tahu
bahwa moral seseorang itu terbina dari rasa bakti dan persaudaraan.
Li Ji pada saat itu juga sudah sangat tua, beliau
memiliki seorang kakak, kebetulan kakaknya sakit, beliau pergi menjenguk
kakaknya. Melihat kakaknya kebetulan sedang memasak bubur, beliau sendiri pun membantunya memasak, maka menyuruh pergi
hamba-hambanya. Penampilan dari
pejabat tinggi pada zaman dahulu bagaimana? Semuanya memiliki sebuah jenggot yang panjang. Li
Ji pun memasak bubur di sana, karena angin sangat besar, tidak sengaja api
menjilat jenggotnya, lalu dengan cepat memadamkan apinya. Kakaknya menampak
dari samping, lalu berkata: Dik, buat apa sih kamu susah-susah! Pramuwisma di rumah begitu banyak, kamu suruh saja mereka yang
membuatnya, tiadk perlu sendiri di sana begitu susah payah. Alhasil Li Ji pun menjawab, beliau berkata: Kakak,
usia Anda sudah begitu tua, saya tidak tahu masih ada berapa banyak peluang untuk melayani Anda. Jadi teman-teman sekalian, Li
Ji saat memasak bubur tersebut, di dalam hatinya penuh dengan rasa syukur, pun selalu ingat akan berapa banyak topangan yang
diberikan kakaknya selama proses pertumbuhannya, beliau pun ingat di dalam hati.
Saya juga sangat mujur, saya mempunyai dua orang kakak, juga sangat merawat saya. Kakak sulung
saya kebetulan satu kampus dengan saya, saya ingat waktu itu tubuh saya tidak
terlalu sehat, harus makan obat herba Tiongkok. Satu paket obat herba Tiongkok itu sangat
besar, lalu sekali merebusnya perlu merebus lebih dari satu jam, satu panci
besar air direbus menjadi satu
mangkuk kecil. Saat itu tahun pertama saya kuliah, tinggal di dalam asrama, bolehkah memasak obat herba Tiongkok di dalam asrama? Tentu itu akan
merusak hubungan antarmanusia, semua orang pasti akan mengambil papan protes
untuk memprotes di depan pintu kamar asrama saya, jadi saya tidak mampu
memasaknya. Kakak saya pada tempat tinggalnya di luar kampus, setiap hari
membantu saya merebus dua kali, pagi sekali dan malam sekali. Selesai
merebusnya, beliau pun berjalan sangat jauh dari luar kampus, karena asrama itu
ada di bagian paling ujung dari kampus, maka harus berjalan sangat jauh, pun
menyuguhkan semangkuk obat herba Tiongkok yang panas berkukus tersebut. Sampai di asrama
laki-laki kami, di bagian depan masih bertuliskan satu kalimat, bunyinya
"Wanita dilarang masuk", beliau pun tidak bisa masuk. Jadi pun
berjalan ke jendela asrama saya, lalu mengetuk kacanya, mengetuk beberapa kali
lalu membuat isyarat tangan "Mari minum obat". Saat saya melihat
adegan tersebut, penyakit pun sudah setengah sembuh, maka bergegas keluar untuk
meminum semangkuk obat herba Tiongkok yang penuh dengan kasih kakakku tersebut.
Jadi tali persaudaraan
sangatlah mendalam. Juga berhubung tali persaudaraan
yang sangat mendalam, juga betul-betul membuat orang tua sangat lapang hati, jadi『abang adik akur,
dalamnya ada bakti』. Karena orang tua
akan berpikir, tunggu kami meninggal dunia, andaikan antarsaudara dapat saling mengasihi, mereka pun akan
lebih lapang hati.
Oleh karena itu, asalkan keluarga dipenuhi oleh sikap
abang ayomi adik hormati tersebut, saya yakin klannya niscaya akan ada
perkembangan yang sangat baik. Lalu tradisi rasa bakti dan persaudaraan ini bukan hanya dapat menyentuh hati manusia, bahkan hewan yang dipelihara oleh keluarga
tersebut pun akan tersentuh, Anda percaya atau tidak? Pada zaman Dinasti Song,
ada seorang terpelajar bernama Chen Fang, mereka sudah tiga belas generasi anak dan cucunya tinggal bersama-sama, di dalam rumahnya ada tujuh
ratus lebih orang. Mereka juga sangat mematuhi petuah warisan leluhur mereka,
semuanya tidak pisah rumah, lalu pun tidak mempekerjakan pramuwisma, semua pekerjaan rumah dilakukan sendiri, bagus
tidak berbuat demikian? Bagus! Kita sebelumnya juga pernah membahas,
benar-benar membiarkan anak untuk berlatih bekerja, barulah dia tahu untuk
bersyukur, jadi berlatih bekerja sangatlah penting. Hari ini andaikan anak sangat mubazir, maka ia akan boros; pekerjaan rumah apapun tidak
dikerjakannya, ia akan bagaimana? Malas; sudah boros, malas lagi, malas juga
akan menyebabkan rasa sangat ketergantungan, lalu juga tidak tahu bersyukur.
Anda lihat, lumayan tidak sedikit kebiasaan buruk yang berkembang dari suatu
ketidakuletan. Jadi tetua yang
berwawasan, beliau mampu melihat dampak dari hal-hal tersebut terhadap anak di
kemudian hari, maka beliau akan bersikeras.
Bapak Zeng Guofan, beliau
pada zaman Dinasti Qing, boleh dikatakan sebagai pemegang jabatan paling tinggi
di antara orang Han, menjabat sebagai gubernur dari empat provinsi, gubernur
yang mengelola empat provinsi. Jabatannya sudah begitu tinggi, tetapi aturan
keluarganya adalah pekerjaan rumah dan tugas pokok dari semua anak harus
dilakukan oleh mereka sendiri. Keputusan ini penting atau tidak? Penting! Jadi
generasi penerus Bapak Zeng Guofan, sampai kini sudah ratusan tahun, tidak
terpuruk! Taiwan ada salah seorang dari keturunannya, juga sangat berhasil,
namanya Zeng Shiqiang, juga sering ke berbagai tempat untuk memberikan seminar.
Jadi pewarisan tradisi keluarga adalah teramat penting.
Saat orang sangat kaya serta sangat berkuasa, asalkan
dia tidak mempunyai prinsip, hakikat keluarganya pasti akan lengser dalam kurun
waktu beberapa generasi. Coba kita teliti keturunan Lin Zexu, keturunan Zeng
Guofan, keturunan Fan Zhongyan, Anda pasti akan memahami bahwa aturan-aturan
keluarga mereka memang melihat sangat mendalam dan jauh. Dan terkadang tradisi
keluarga yang lengser dalam dua atau tiga generasi, kebanyakan adalah
pengusaha, karena orang sekali menjadi kaya maka merasa apa yang paling besar?
"ada uang maka dapat membereskan semuanya", kalimat ini salah! Karena
sekali ia menjadi kaya, ia akan memandang rendah orang terpelajar: Apa hebatnya
kamu membaca begitu banyak buku, kamu saja tidak hidup lebih baik daripada
saya! Terkadang kebesarhatian karena kaya tersebut dipelajari oleh siapa?
Anak-anak pun menyerapnya secara keseluruhan.
Ada sebuah buku yang sangat bagus, namanya《Cara Mempertahankan
Harta》, yaitu metode agar
kekayaan Anda dapat benar-benar diturun-temurunkan sampai ke anak dan cucu
Anda. Sebab hanya Anda yang mempertahankannya, itu bukanlah hal yang luar
biasa, karena walau Anda mampu mempertahankannya, bisakah Anda bawa pergi?
Dengan dua tangan kosong pun tidak dapat membawanya; bagaimana agar semua anak
dan cucu benar-benar mempunyai berkah dan kebijaksanaan, itu barulah namanya
kebolehan. Kebetulan cucu dari Bapak Zeng Guofan, bernama Bapak Nie Yuntai, beliau tinggal lama di
Shanghai. Teman-teman sekalian, Shanghai ini tempatnya sangat ramai, pengusaha
yang kekayaannya dapat menandingi negara sangat banyak, beliau dalam puluhan
tahun di sana melihat sangat banyak orang kaya yang langsung terpuruk dalam
satu atau dua generasi, beliau pun pergi untuk mencari penyebabnya.
Di antarnya ada seorang pengusaha yang bermarga Zhou,
usahanya adalah membuka bank, di mana-mana ada banknya, sangat kaya,
kekayaannya berjumlah jutaan tahil perak. Kebetulan manajer cabang salah satu
banknya, di tempat tersebut terjadi banjir, daerah bersangkutan sangat miskin,
manajernya (manajer cabang itu) menyumbangkan lima ratus tahil atas nama bosnya. Jutaan tahil
disumbangkan lima ratus tahil banyak tidak? Tidak banyak! Alhasil manajer
cabang ini dimarahi sampai habis-habisan oleh bos yang bermarga Zhou tersebut:
Manalah boleh kamu menyumbangkan keluar uang saya? Bos bermarga Zhou ini
berkata, ia mempertahankan hartanya hanya dengan satu metode, yakni asalkan
masuk ke dalam sakunya jangan dibiarkan mengalir keluar lagi, hanya satu kata,
yakni "akumulasi", mengakumulasi harta.
Teman-teman sekalian, mengakumulasi harta maka akan bagaimana? Merusak hakikat, merusak tugas pokok sebagai manusia, "mengakumulasi harta merusak hakikat". Perkataan awam berbunyi
"satu keluarga kekenyangan
maka ribuan keluarga mengeluh", keluarga Anda begitu kaya, tetangga di
sebelah rumah sudah hampir mati kelaparan, Anda masih tidak pergi menolongnya,
mereka sudah punya segunung keluhan terhadap Anda. Kebetulan beberapa hari
kemudian rumah Anda terbakar, keadaan apa yang akan terjadi? Mereka pun akan berdiri
keluar (Anda lihat kiblat hati manusia telah membicarakan kebenaran), mereka
pasti akan berada di sana: Bagus sekali! Tuhan Maha Adil! Namun, andai Anda
selalu dapat menyantuni mereka, baik dalam kebutuhan hidup, bahkan dalam
pendidikan anak cucu mereka, Anda pun dapat mendedikasikan sedikit tenaga, maka
mereka akan selalu mensyukuri budi Anda. Tiba-tiba
rumah Anda terbakar, mereka pasti akan berlari seratus meter, ingin berebut
siapa yang menyiramkan ember air pertama, betul tidak? Karena ketika Anda tulus
dalam bersumbangsih, pihak lain pasti akan dapat merasakannya, dan setiap niatnya pasti akan terpikir, asalkan ada peluang saya pasti akan membalasnya. Ini namanya "yang
mencintai orang maka selalu dicintai orang; yang menghormati orang maka selalu
dihormati orang", jadi kebijaksanaan orang kudus dan bijak Tiongkok kuno, pasti harus kita rasakan dengan baik.
Jadi uang adalah harta lancar, orang Tiongkok berkata "ada air baru ada harta", andai
air tidak mengalir maka akan bagaimana? Maka akan bau! Andai uang tidak
mengalir, maka akan terjadi efek samping. Pengusaha bermarga Zhou tersebut
hingga sewaktu ia sekarat, saat itu adalah awal era republik, hartanya
ditukarkan ke yuan adalah tiga puluh juta yuan, kaya tidak? Sangat kaya. Ia
memiliki sepuluh anak cucu, ia pun membagi tiga puluh juta tersebut menjadi
sepuluh bagian, masing-masing tiga juta. Alhasil Bapak Nie Yuntai mencermati,
hanya dalam waktu beberapa dekade, kesepuluh anak cucunya tersebut semuanya terpuruk,
semua hartanya habis diaburkan, bahkan ada
yang sampai turun ke jalan untuk mengemis. Di antaranya ada satu atau dua orang
yang masih lumayan pembinaannya, namun hartanya juga terhambur semuanya, sudah
lumayan pembinaannya, tetapi masih tidak dapat mempertahankan uangnya.
Dari hal tersebut kita juga merasakan bahwa apa yang
disebutkan dalam《Kitab Perubahan》memang nyata tiada palsu,《Kitab Perubahan》menyebutkan "keluarga yang
mengakumulasi
kebajikan, pasti mendapat berkah berlimpah", "keluarga yang mengakumulasi
ketidakbajikan", maka limpahan musibah akan berdatangan. Dari sini kita
juga dapat memahami bahwa perilaku orang ini lumayan baik, tetapi mengapa malapetaka tidak tunggal datangnya? Kemungkinan besar limpahan
musibah leluhurnya masih belum berakhir, saat itu Anda harus menyemangatinya bahwa berbuat bajik harus bersikeras, niscaya dapat menyelamatkan semampunya dari keadaan darurat; tunggu sampai
limpahan musibahnya habis terkikis, pasti akan muncul
akibat yang baik. Mempunyai wawasan seperti itu barulah bisa menghasilkan anak
dan cucu yang bagus, jadi baik Zeng Guofan, maupun Chen Fang, semuanya memahami bahwa niscaya harus membiarkan anak dan cucu
berlatih bekerja, jadi sama sekali tidak mempekerjakan pramuwisma.
Setiap kali makan pun ada tujuh ratus orang yang
kumpul bersama-sama untuk makan, pasti amatlah meriah. Rumah mereka memelihara
kurang lebih seratus ekor anjing, seratus anjing tersebut pasti harus semuanya
sudah berkumpul barulah mulai makan, ada sebuah perkataan yang menggambarkan keadaan
ini, bunyinya "satu anjing tidak tiba, sekelompok anjing tidak
makan". Tradisi rasa bakti dan persaudaraan Ini telah menggugah anjing-anjing peliharaan rumah
mereka. Bila Anda adalah tetangganya, saat melihat adegan ini Anda akan
bagaimana? Tersentuh! Selain tersentuh? Kita jangan sampai tidak sebanding
dengan anjing, sendiri masih ingar-bingar di rumah. Oleh
karena itu, keadaan masyhur tersebut tersebar ke telinga kaisar, kaisar sangat
tersentuh, segera membebaskan semua kerja paksa dari keluarga mereka; karena
adakalanya rakyat harus melakukan kerja paksa, membantu negara membangun
beberapa proyek, kaisar karena merasa klan mereka ini adalah teladan yang baik, jadi membebaskan kerja paksa mereka. Anda lihat, moral orang dapat menggugah anjing. Beberapa orang mengatakan: Saya tidak
percaya. Orang zaman kini sangat sulit mempercayai timpal balik semacam ini,
mengapa? Karena mereka semuanya menggunakan hati orang picik dan berkata: Saya tidak mengalami
timpal balik, mengapa mereka dapat? Sama sekali tidak memikirkan iktikad dari para filsuf kudus.
Pada zaman Dinasti Ming, ada seorang terpelajar
bernama Bao Shifu, beliau juga mengajar di sekolah privat, saat masa pelajaran
berakhir, beliau ingin kembali ke rumah untuk menjenguk orang tuanya. Alhasil
di tengah perjalanan bertemu dengan seekor harimau yang langsung mengangkatnya
dengan gigi, dan membawanya ke tempat lain, bersiap-siap untuk memakannya. Bao
Shifu ini sama sekali tidak panik, orang terpelajar zaman dahulu tahu bahwa "hidup mati
adalah takdir, kaya mulia tergantung Tuhan", tidak panik dalam menghadapi
kematian. Namun dengan sangat tulus hati berlutut dan berkata dengan harimau
tersebut: Dimakan olehmu merupakan takdir saya, tetapi karena sekarang saya
mempunyai ibu berusia tujuh puluhan tahun yang harus dirawat, boleh tidak
membiarkan saya selesai merawatnya, baru saya datang kembali untuk dimakanmu.
Rasa bakti ini membuat harimau yang paling ganas pun tersentuh, dan harimau itu
pun pergi. Jadi masyarakat setempat pun memberikan nama untuk tempat tersebut,
namanya "Bukit Memohon Macan", yakni sebagai tempat peringatan Bao Shifu yang
memohon kepada harimau tersebut, dan berharap agar beliau dapat pulang untuk
merawat orang tuanya. Bahkan harimau yang paling ganas saja dapat tersentuh,
apa sulitnya bagi anjing yang paling setia! Tidak hanya hewan yang bisa
tersentuh, dan tidak hanya tanaman yang bisa tersentuh, segenap langit dan bumi
pun bisa tersentuh, pepatah berkata "segala sesuatu saling bertimpal,
dengan ketulusan dan kesetiaan", ketulusan yang teramat sangat, segenap
langit dan bumi pun akan tersentuh.
Pada zaman Dinasti Yuan ada seorang terpelajar
bernama Li Zhong, rasa baktinya sudah tersebar sampai ke seluruh negeri,
kebetulan saat itu desa tempat tinggalnya terjadi gempa bumi besar, alhasil
semua rumah pun runtuh total, saat titik gempa menerjang semuanya runtuh. Saat
sampai di rumah mereka, titik gempa terbelah menjadi dua, lalu setelah melewati
rumah mereka, kedua titik gempa tersebut kembali menjadi satu. Ini adalah fakta
yang tercatat dalam sejarah, kita jangan tidak percaya. Jadi di dalam《Tengah dan Lumrah》ada menyebutkan "malapetaka atau berkah
mendatang", malapetaka dan berkah dari seseorang, saat malapetaka ataupun
berkah akan datang, dari mana dapat menilainya? "Malapetaka atau berkah
mendatang, kebajikan, pasti diketahui terlebih dahulu, ketidakbajikan, pasti
diketahui terlebih dahulu". Andai itu kebajikan maka sudah tahu itu apa? Berkah atau malapetaka?
Berkah! Ketidakbajikan adalah malapetaka. Oleh karena itu, rasa baktinya pasti
memungkinkannya untuk melewati bencana ini, kita harus percaya kebenaran ini,
supaya kita dapat menjalani kehidupan sendiri dengan berlapang dada dan
terbuka. Teman-teman sekalian, Anda punya keyakinan bahwa hidup Anda pasti
dapat mengubah malang menjadi mujur tidak? Ada keyakinan tidak? Ada!
Baik! Berikan tepuk tangan untuk diri sendiri.
"Abang beradik harmonis, rasa bakti terkandung dalamnya", bagaimana interaksi antarmanusia dapat harmonis? Mari kita pikirkan, misalnya klan Chen Fang
berjumlah tujuh ratus orang, mereka masih dapat berinteraksi dengan harmonis,
rumah kita sekarang berapa orang? Tiga orang pun sudah tidak bisa harmonis!
Jadi kita benar-benar mundur banyak. Bahkan yang masih belum melahirkan anak,
pasangan suami istri sudah bergaduh hingga tak dapat terselesaikan pun ada.
Jadi Anda lihat, orang lain dapat menoleransi tujuh ratus orang, itu adalah ilmu yang
besar! Berinteraksi dengan harmonis adalah
akibat, sebabnya di mana? Sebabnya di "perlakuan yang setara", baru dapat memenangkan
keharmonisan; perlakuan yang setara, ini adalah sebab. Kesetaraan, karena
"setara" sehingga hati orang pun bagaimana? Juga seimbang, hati orang
seimbang barulah tidak akan timbul perselisihan. Oleh karena itu, dalam
mengajar anak sendiri pasti harus memegang satu prinsip, niscaya harus dirawat
dengan setara, pasti tidak boleh lebih sayang kepada anak sulung, dan kepada
anak bungsu agak kurang. Selama ribuan tahun sejarah Tiongkok, banyak sekali yang karena memanjakan salah satu anaknya, pada
akhirnya menyebabkan hasil apa? Banyak sekali perseteruan antarsaudara, karena
hati orang jika tidak seimbang maka cepat atau lambat
akan terjadi persengketaan.
Mari kita berpikir lebih mendalam lagi, andaikata kita sekarang lebih baik kepada anak ini, terhadapnya
ada bantuan tidak? Anda lebih baik terhadap dia, dia pasti akan baik terhadap
Anda, Anda salah! Anda terhadapnya terlalu manja, dia akan semakin lama semakin
egois, Anda telah mencelakainya; lalu anak yang diabaikan oleh kita tersebut,
hatinya pun sangat tidak seimbang, adakalanya akan menjadi sangat pasif. Anda
telah mencelakai kedua belah pihak, demikian terlalu tidak berakal budi, jadi "setara" sangatlah penting. Meskipun
saya putra tunggal di rumah, tetapi ayah saya terhadap kami tiga anaknya sangat
setara, misalnya saat memberikan imbalan pun sama, juga tidak memberi lebih kepada saya, jika
tidak saya di kemudian hari pun akan sombong karena dimanjakan.
Pada zaman Dinasti Ming, ada seorang terpelajar
bernama Zheng Lian, klannya tujuh generasi tinggal serumah. Zaman sekarang kita
mendengar paling banyak berapa generasi? Tiga generasi? Tiga generasi terlalu
sedikit! Saya di Tiongkok pernah mendengar lima generasi tinggal serumah, Zheng
Lian itu tujuh generasi tinggal serumah. Kaisar Hongwu Zhu Yuanzhang sangat
mengaguminya, dan menghadiahkan sebuah papan plakat kepada
beliau, bertuliskan "Keluarga Nomor Satu di Dunia". Berapa banyak
orang? Ribuan orang, sekitar seribu orang. Selain menghadiahkan papan plakat,
masih memberinya dua buah pir besar, Kaisar Hongwu juga sangat menarik, beliau
berpikir: Saya memberikan dua buah pir besar, lihat Anda seribu orang bagaimana
membaginya? Masih mengutus pengawal seragam brokat mengikuti dari belakang,
untuk melihat bagaimana Zheng Lian menangani hal tersebut. Teman-teman
sekalian, bagaimana Anda akan
menanganinya? Coba kita pikir sebentar, pada pelajaran berikutnya akan kita
bahas, terima kasih semuanya.