Selasa, 29 September 2015

Episode 16

Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – PenjelasanDi Zi GuiSecara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu pada tanggal 18 Februari 2005 (Episode 16)

Teman-teman sekalian, selamat malam semuanya! Sangat banyak teman-teman yang mukanya sudah tampak sangat akrab, datang ke sini setiap malam, pertanda setiap lepas kerja, makan malam, bahkan tidak makan langsung bergegas kemari untuk belajar. Konfusius pernah berkata, seseorang dalam menuntut ilmu ada tiga senjata rahasia, yaitu kebijaksanaan, kemanusiaan, keberanian, "giat belajar pangkal kebijaksanaan, pelaksanaan nyata pangkal kemanusiaan, tahu malu pangkal keberanian". Asal giat belajar, maka tidak jauh dari kebijaksanaan; saat kita melaksanakan ajaran orang kudus dan bijak, maka perlahan-lahan dapat merasakan iktikad orang kudus dan bijak, juga dapat merasakan kebutuhan khalayak ramai, rasa welas asih dan empati kita pun akan muncul; "tahu malu pangkal keberanian", benar-benar dapat memahami kekhilafan diri sendiri, selanjutnya memperbaiki kekhilafan diri sendiri, serta dapat menaklukkan kegelisahan dan kebiasaan buruk sendiri, itu barulah pemberani yang sejati. Sangat banyak teman-teman sekalian yang telah melakukan "giat belajar pangkal kebijakasanaan", dan rasa giat belajar Anda juga akan membawakan dampak yang sangat baik bagi keluarga Anda.
Saya ingat ayahku saat berumur lima puluhan, kebetulan menangani bursa sekuritas di bank, karena untuk menangani bursa sekuritas, di dalam unit kerja perlu ada satu orang yang lulus ujian lisensi, maka bank pun mengutus sangat banyak karyawan untuk mengikuti ujian. Ayah saya adalah yang paling tua, sudah sekitar lima puluhan, pun ikut ujian, maka tampak ayahku membaca buku di malam hari. Hasil dari ujian hanya satu orang saja yang lulus, anak-anak muda lainnya semuanya tidak lulus, tak disangka ayah saya pula yang lulus. Anda lihat ayahku tidak berkata apa-apa, dengan tindakannya pun telah memenangkan kekaguman kami terhadapnya. Kami sebagai putranya bolehkah tidak giat belajar? Bolehkah kalah dengan ayah sendiri? Jadi atasan melaksanakan bawahan meneladani, ketika rasa giat belajar kita ini dapat dipertahankan terus, saya yakin terhadap keluarga Anda pasti adalah permulaan yang sangat baik. Pelajaran pagi ini kebetulan menyelesaikan bab "di dalam harus berbakti", selanjutnya adalah bab kedua, "di luar harus bersaudara".
"Di luar" ini menunjukkan orang di luar keluarga, yakni harus belajar "persaudaraan", "persaudaraan" terkandung sikap abang ayomi adik hormati, terkandung etiket dan sikap dalam menghormati tetua. Karena abang beradik di dalam rumah sudah bisa mengasihi, sudah bisa saling memperlakukan dengan sopan, tentu saja saat ia keluar dan bergaul dengan orang pun dapat membawa keluar sikap tersebut. Andaikan di dalam rumah pun ingar-bingar dengan saudaranya, tidak mengikuti etiket, maka keluar apakah akan tiba-tiba menjadi sangat teratur? Apakah mungkin? Tidak mungkin! Oleh karena itu, untuk mengenal seseorang, di mana bisa dilihat paling jelas? Yakni tidak masuk ke gua harimau, manalah bisa dapat anak harimau, langsung ke rumah mereka. Banyak sekali perilaku kita dalam berkelakuan dan menghadapi masalah, benar-benar terpelihara dari rumah, jadi itulah mengapa pendidikan keluarga begitu penting! Bagai ungkapan "bibit bebet bobot", bibit bebet apa? Bebet bobot apa? Yang paling penting adalah pendidikan keluarga dan moral. Bibit bebet bobot sekarang adalah apa? Uang! Mengapa kalian semua tahu? Saya tidak begitu pengalaman. "Bobot" yang salah, esensi yang salah, hasilnya akan bermasalah. Jadi "moral" barulah dasar dari keluarga, barulah dasar dari negara, jelas bukan uang.
Di dalamKitab Baktiada sepatah ajaran yang sangat penting, "mengajar rakyat cinta kasih, tiada yang sebaik rasa bakti; mengajar rakyat tata krama, tiada yang sebaik persaudaraan". Mengajar rakyat bagaimana menyayangi orang lain, bagaimana peduli dengan orang lain, tiada yang lebih efektif daripada mengajar bakti, tiada yang sebaik rasa bakti; mengajar rakyat untuk mempunyai kesopansantunan, "Mengajar rakyat tata krama", tahu untuk menghormati orang lain, tiada metode yang lebih baik daripada mengajar persaudaraan, tiada yang sebaik persaudaraan. Jadi "persaudaraan" juga terkandung suatu ajaran tentang etiket, Konfusius juga berkata "Tidak belajar etiket, tidak mampu bertegak", tidak punya sopan santun maka kemungkinan besar tidak dapat menegakkan kakinya di antara orang banyak.
Pada pembelajaran beberapa hari ini, saya juga telah melaporkan kepada teman-teman sekalian. Karena saya sejak kecil terpelihara sebuah kebiasaan, yakni asalkan tetua datang ke rumah kami, telinga saya mendengar suaranya, tidak peduli apa yang sedang saya lakukan, saya pasti akan berlari ke hadapan mereka, lalu mengatakan kepadanya: Salam sejahtera paman! Apa kabar tante! Senyuman kalian sangat mirip dengan paman saya. Anak yang punya sopan santun, orang dewasa pasti sangat sukacita, jadi saat saya mengangkat kepalaku, mereka sangat bersukacita, saya juga sangat puas. Karena saat seseorang melakukan hal yang bermoral, sebenarnya keriangannya sudah muncul dari dalam hati. Sikap sopan santun itu, saya tiba-tiba dapat merasakan, ternyata bisa tidaknya seseorang bertemu insan penolong, sudah ditentukan dari kecil. Anda percaya atau tidak?
Saat saya membuka forum diskusi dengan orang tua murid, saya pun memberitahu mereka: Anak-anak kalian di masa mendatang dapat bertemu insan penolong atau tidak, saya sekarang sudah bisa menilainya. Mata mereka melotot sangat besar, karena orang zaman sekarang sangat realistis, sekali bilang anaknya dapat bertemu insan penolong, mereka pun sangat fokus. Anak yang punya sopan santun, ke mana saja ia pergi akan memenangkan rasa sayang dari khalayak ramai; sebaliknya, andaikan anak tidak punya sopan santun, bukan hanya tidak akan bertemu insan penolong, bukan hanya tidak akan punya banyak sekali daya bantu, dalam ucapan dan perilaku masih akan membentuk banyak sekali daya hambat. Dia pun akan merasa heran bukan kepalang, mereka kok melihat saya dengan pandangan tidak enak, sendiri masih tidak paham. Oleh karena itu, sopan santun itu sangatlah penting!
Teman-teman sekalian, sopan santun begitu penting, kapan harus mengajarnya? Saya pun menanyakan kepada orang tua, nilai ujian meningkat dua poin lebih penting? Atau mengajarkan anak sikap dalam bertingkah laku dan melakukan hal lebih penting? Bertingkah laku dan melakukan hal! Namun orang tua semuanya merasa adalah bertingkah laku dan melakukan hal, tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan bersama anak untuk apa? Dihabiskan demi nilai. Jadi hal yang penting tidak boleh ditunda lagi, ditunda lagi, anak sudah terlalu besar, kebiasaan pun sudah menjadi alamiah; banyak sekali hal yang sekejap pun tidak boleh ditunda, saya pun membantu Anda mencemaskannya, karena saya tidak punya anak. Oleh karena itu, niscaya harus mementingkan moral-moral penting yang memengaruhi kehidupan anak seumur hidup, maka ia akan memenangkan sangat banyak daya bantu.
Mari kita pikir, andaikan pergaulan antarmanusia tidak ada etiket, akan muncul keadaan apa saja? Misalnya, saat kemarin saya mendaki Tembok Raksasa, di sana bertuliskan "Tidak mendaki Tembok Raksasa bukanlah pahlawan sejati", jadi ingin menjadi pahlawan sejati, pergilah mendaki Tembok Raksasa. Kebetulan di sana ada beberapa pos yang hanya mampu dilewati oleh satu orang dari sisi lain, dan juga satu orang lagi dari sisi ini. Lalu saat melewati pos tersebut, sangat banyak orang tidak mengikuti aturan, berjalan di lintasan yang ada di seberang. Alhasil apa yang terjadi? Seluruh lalu lintas pun tersumbat di dalam pos tersebut. Guru dari pusat kami di dalam sekali melihatnya, tidak boleh, karena orang di belakang tidak memahami situasi di sini, dia pasti akan terus menyelip ke depan, yang di sisi lain juga akan terus menyelip ke depan, nanti mungkin akan ada keadaan yang muncul. Guru-guru kami langsung berdiri maju dan mulai mengarahkan lalu lintas, yang ingin memotong barisan maka segera meminta mereka untuk berbaris kembali, orang-orang tersebut pun melihat kami, beranggapan bahwa kami itu dari pihak manajemen Tembok Raksasa. Adakalanya, saat harus keluar kita juga harus keluar, jika tidak maka keadaannya mungkin akan bagaimana? Sampai nantinnya buruk hingga Anda ingin melakukannya pun tidak bisa, jadi titik kesempatan sangatlah penting. Akhirnya lalu lintasnya pun kembali lancar. Jadi memang, jikalau tidak beretiket, antara manusia pun akan egois, maka mungkin akan terjadi konflik.
Kebetulan saya pergi ke Gunung Tianmu di Hangzhou selama lima hari untuk seminar, saat kami sedang mendaki gunung, di hadapan kami datang dua mobil, kami sekali melihatnya pun berinisiatif merapat ke tepi, membiarkannya berlalu dahulu, karena kami melihat ada dua mobil. Mobil yang pertama lewat, orang di dalam mobil sangat bersukacita, melambaikan tangan kepada kami, kami pun melambaikan tangan kepadanya. Jadi saat seseorang mempunyai sopan santun, pasti akan membuat orang lain merasa bagai diembus angin musim semi, maka itu buat apa senang dan tidak melakukannya! Alhasil kami menunggu sebentar, mobil yang kedua tidak lewat-lewat, kami merasa sangat heran, maka mengutus orang untuk melihatnya. Alhasil mobil tersebut juga sudah dari tadi berhenti di sana dan menunggu kami untuk lewat, jadi kami pun mengemudi lewat, orang yang ada dalam masing-masing mobil semuanya menunjukkan senyuman yang cemerlang. Ketika antarmanusia adalah begitu penuh hormat, maka perasaannya akan sangat nyaman. Kami sebelum naik ke atas gunung, pun sudah mampu mengkaji keadaan masyarakatnya, pertanda masyarakat di Gunung Tianmu sangat jujur dan sederhana. Jadi kita juga selalu dapat merasakan dari kehidupan sehari-hari bahwa tahu etiket dan tahu mengalah barulah dapat membuat jalan dalam hidup kita menjadi mulus, barulah tidak bakal terjadi kemacetan dan konflik. Oleh karena itu, "mengajar rakyat tata krama, tiada yang sebaik persaudaraan", maka kita mulai dari dalam keluarga untuk menerapkan pengasihan dan etiket. Marilah kita terlebih dahulu membacakan satu bagian ayat :
Xiōng Dào Yǒu. Dì Dào Gōng. Xiōng Dì Mù. Xiào Zài Zhōng. Cái Wù Qīng. Yuàn Hé Shēng. Yán Yǔ Rěn. Fèn Zì Mǐn.
[Terjemahan langsung:
"Abang harus ayom. Adik harus hormat. Abang adik akur. Dalamnya ada bakti. Harta benda sepele. Dendam mana muncul. Jaga tutur kata. Marah lenyap sendiri."
Terjemahan mendetil:
"Abang harus mengayomi. Adik harus menghormati. Abang beradik harmonis. Rasa bakti terkandung dalamnya. Jika harta benda disepelekan. Dendam mana mungkin muncul. Jika tutur kata dijaga. Kemarahan akan lenyap sendiri."]
Abang harus ayom, adik harus hormat, abang beradik adalah sambungan ranting yang senafas, darah lebih kental daripada air, lahir dari orang tua yang sama, sehingga saudara kemungkinan besar adalah anggota keluarga yang paling lama menemani kita dalam menempuh jalan kehidupan. Guru Zen Fazhao pernah menulis sebuah puisi yang mendeskripsikan tentang jalinan persaudaraan, bunyinya "Sambungan ranting yang senafas masing-masing bersuburan, jaga tutur kata jangan mencederai persaudaraan, setiap kali bertemu pun semakin tua tampaknya, masih bisa berapa lama lagi menjadi saudara; saudara yang tinggal bersama akan tenteram jika toleran, jangan gara-gara hal sepele terjadi perselisihan, di depan mata masih ada sanak saudara, wariskan kepada anak dan cucu suri teladan".
"Sambungan ranting yang senafas masing-masing bersuburan", abang beradik bagaikan cabang dan ranting yang tumbuh dari pohon yang sama. "Jaga tutur kata jangan mencederai persaudaraan", kontak antarmanusia, komunikasi antaranggota keluarga yang paling sering adalah menggunakan ucapan, jadi dalam ucapan harus lembut, harus harmonis, jangan pernah berbicara dengan nada menusuk. Oleh karena itu, dalamDi Zi Guibaru berkatajaga tutur kata, marah lenyap sendiri, konflik antara manusia, lebih dari setengah disebabkan oleh apa? Ucapan yang tidak harmonis. "Setiap kali bertemu pun semakin tua tampaknya", memang kenyataan bahwa setelah kita berusia tiga puluhan atau empat puluhan, setiap kali bertemu saudara sedikit banyak akan memiliki perasaan demikian, rambut putihmu bertambah banyak lagi. Jadi "masih bisa berapa lama lagi menjadi saudara", kita semakin tua menandakan jalan kehidupan sudah semakin mendekati penghujung, maka harus  menghargai persaudaraan ini. Jadi "saudara yang tinggal bersama", yang tinggal satu rumah, "akan tenteram jika toleran", tahu untuk saling toleransi dan mengalah. "Jangan gara-gara hal sepele terjadi perselisihan", jangan karena hal-hal yang kecil sampai terjadi pertikaian. "Di depan mata masih ada sanak", di depan mata pun para saudara memiliki anak-anak, mereka pun juga memiliki saudara mereka sendiri, kita sebagai generasi sebelumnya seharusnya membuat teladan abang ayomi adik hormati, barulah dapat "wariskan kepada anak dan cucu" suri teladan yang baik. Puisi Guru Zen Fazhao ini layak kita hayati secara saksama.
Puisi ini membuat saya teringat Guru Yang Shufen pernah memberitahu saya, beliau berkata memang benar bahwa saudara adalah sambungan ranting yang senafas, beliau pun akan berpikir bagaimana membuat ayahnya menjadi sangat sukacita dan senang. Beliau bilang hanya dengan anak cucu yang bijak dan berbakti, anak dan cucu semuanya memiliki perkembangan yang sangat baik, barulah dapat membuat ayahnya sangat lega. Berhubung beliau mempunyai niat tersebut, berharap dahan serta daun dari pohon besar ayah dan ibunya ini dapat semakin subur, sehingga beliau saat masih sangat muda sudah mulai mengajarkan generasi keponakannya untuk membaca kitab klasik orang kudus dan bijak, serta menulis kaligrafi. Guru Yang memiliki delapan belas orang dari generasi keponakan, totalnya ada delapan belas orang, kedelapan belas orang tersebut pernah diajarinya. Berhubung beliau memiliki niat tersebut, generasi penerus mereka sangat unggul, banyak sekali yang menjadi guru, ada pula beberapa yang menjadi dokter. Memang benar, sebuah keluarga bisa baik, niscaya tetuanya harus bagaimana? Harus memelopori dan memperagakan, harus bersumbangsih dengan tulus. Jadi abang ayomi adik hormati, bukan hanya pada generasi mereka saja, bahkan mengembangkan abang ayomi adik hormati ini sampai ke mana? Anak dan cucu dari generasi berikutnya. Guru Yang tidak mempunyai anak kandung, tetapi setiap Hari Ibu dan Hari Ayah, rumah mereka pun akan luar biasa ramai, karena beliau mempunyai delapan belas keponakan, kemungkinan lebih banyak daripada anak-anak kalian. Saya tingal di rumahnya selama enam bulan, saat festival-festival pun luar biasa meriah, keponakan-keponakan yang pernah diajarinya tersebut benar-benar sangat berbakti kepadanya.
Selain itu saya mempunyai seorang abang angkat, beliau juga tinggal di Taichung. Saudara-saudarinya juga sangat penuh pengasihan, hari Sabtu ataupun Minggu, sekali ada waktu, tidak perlu janjian pun akan berinisiatif untuk kembali ke sisi orang tua. Karena ayahnya meninggal lebih awal, sehingga sisa hidup ibunya dalam jangka waktu yang lama ditemani oleh kakak beradiknya. Ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu, dan saat itu saya ada menghadiri upacara pelepasan jenazah. Setelah sampai saya sangat tersentuh, karena juga melihat kualitas generasi berikutnya, serta keponakan-keponakannya sangatlah baik, karena mereka bersaudara begitu penuh pengasihan, telah memberikan teladan yang sangat baik untuk generasi berikutnya. Karena saya sudah terbiasa saat melihat hasil maka akan mencari tahu penyebabnya. Lalu abang angkat saya juga mengatakan kepadaku, beliau bilang bahwa saat ibunya meninggal, hatinya sangat berbekal. Mengapa? Karena dalam belasan tahun hidupnya itu, beliau sebisa mungkin menolak banyak lobi yang tak berarti, semuanya demi menemai ibunya. Pada saat ibunya meninggal, beliau merasa sangat berbekal, merasa bahwa pilihannya itu benar. Oleh karena itu, abang ayomi adik hormati pasti bisa "wariskan kepada anak dan cucu suri teladan".
Tali persaudaraan orang-orang zaman dahulu, juga membuat sangat banyak orang terharu dan menangis. Pada zaman Dinasti Jin, ada seorang anak yang bernama Yu Gun, kebetulan desa mereka terjadi wabah. Saudaranya sudah ada beberapa yang meninggal, ada seorang saudaranya lagi sudah tergeletak sakit di ranjang, seluruh tetuanya ingin membawa beberapa anak untuk segera pergi dari sana. Alhasil Yu Gun ini tidak berkenan pergi, beliau berkata: Saya tidak boleh menelantarkan saudaraku. Tetuanya berkali-kali menasihati: Ini terlalu berbahaya, mari kita pergi! Beliau pun berkata kepada para tetua: Saya dari bawaan lahir tidak takut akan penyakit, kalian biarkanlah saya tetap di sini! Tetuanya gagal membujuknya, maka itu pun pergi. Anak sekecil itu dengan usaha sendiri membantu abangnya memasak obat, dan sering pada tengah malam masih berada di depan nisan saudara yang lain, menangis di sana, bersedih di sana. Berhubung rasa mengasihinya terhadap saudara ini, secara ajaib abangnya menjadi sembuh. Teman-teman sekalian, mengapa penyakit ini bisa sembuh? Rasa mengasihi ini dan rasa peduli ini pasti akan membuat sistem kekebalan tubuh abangnya meningkat. Orang Tiongkok memperlakukan virus bukanlah berperang dengannya, seolah-olah tidak terdamaikan dengannya, orang Tiongkok menyebutnya "menetralkan virus (detoksifikasi)", orang Tiongkok bukan menyebutnya "membasmi virus (sterilisasi)". Ketika niat kita sangat murni, secara alami virus akan teringankan perlahan-lahan. Oleh karena itu, rasa kasih dapat mendetoks, rasa kasih sayang juga dapat mendetoks. Setelah itu tetuanya serta orang tuanya pulang kembali, melihat mereka bersaudara masih bertahan hidup, semuanya sangat lega.
Melalui ihwal Yu Gun tersebut, kita juga bisa melihat bahwa meskipun usia beliau kecil, beliau juga pernah membaca kitab orang kudus dan bijak. Sehingga pada nilai-nilai kehidupannya, ada hal yang lebih penting daripada nyawanya, hal apakah itu? Integritas hakikat! Oleh karena itu, mengorbankan badan demi kemanusiaan, merelakan tubuh demi kebenaran, karena iktikad dari orang kudus dan bijak adalah integritas hakikat lebih penting dari nyawa. Berhubung mereka memiliki iktikad tersebut, barulah dapat menuliskan kisah epik dan heroik selama ribuan tahun yang sangat menyentuh, dan juga akan ada sangat banyak perkembangan yang sempurna. Ini adalah sikap dari Yu Gun pada zaman Dinasti Jin terhadap saudaranya, tali persaudaraan lebih penting daripada nyawanya sendiri.
Pada zaman Dinasti Tang ada seorang menteri bernama Li Ji, sebenarnya nama aslinya bukan bermarga Li, namun bermarga Xu (Xu orang ganda), karena sangat berjasa terhadap bangsa dan negara, jadi Li Shimin menganugerahkannya marga kekaisaran menjadi Li Ji. Pagi ini kita telah membahas tentang Li Shimin, memang benar bahwa beliau dalam menghormati orang berbudi luhur, dilaksanakannya dengan sangat berhasil. Ada suatu kali Li Ji sakit, dokter kekaisaran bilang harus menggunakan jenggot manusia untuk dijadikan pelengkap obat, Kaisar Taizong setelah mendengarnya, segera mengangkat pedangnya, lalu memotong satu bagian dari jenggotnya, dan memberikannya kepada dokter kekaisaran. Hal ini tersebar ke telinga Li Ji, beliau bagaimana? Sangat tersentuh, maka segera berlutut di depan kaisar, sangat berterima kasih kepada kaisar yang demikian bertulus hati kepadanya, ini benar-benar bagaikan ungkapan "pahlawan menghargai pahlawan". Li Ji selain adalah pejabat yang setia, juga pasti adalah anak yang berbakti, juga pasti mengasihi saudaranya, karena kita tahu bahwa moral seseorang itu terbina dari rasa bakti dan persaudaraan.
Li Ji pada saat itu juga sudah sangat tua, beliau memiliki seorang kakak, kebetulan kakaknya sakit, beliau pergi menjenguk kakaknya. Melihat kakaknya kebetulan sedang memasak bubur, beliau sendiri pun membantunya memasak, maka menyuruh pergi hamba-hambanya. Penampilan dari pejabat tinggi pada zaman dahulu bagaimana? Semuanya memiliki sebuah jenggot yang panjang. Li Ji pun memasak bubur di sana, karena angin sangat besar, tidak sengaja api menjilat jenggotnya, lalu dengan cepat memadamkan apinya. Kakaknya menampak dari samping, lalu berkata: Dik, buat apa sih kamu susah-susah! Pramuwisma di rumah begitu banyak, kamu suruh saja mereka yang membuatnya, tiadk perlu sendiri di sana begitu susah payah. Alhasil Li Ji pun menjawab, beliau berkata: Kakak, usia Anda sudah begitu tua, saya tidak tahu masih ada berapa banyak peluang untuk melayani Anda. Jadi teman-teman sekalian, Li Ji saat memasak bubur tersebut, di dalam hatinya penuh dengan rasa syukur, pun selalu ingat akan berapa banyak topangan yang diberikan kakaknya selama proses pertumbuhannya, beliau pun ingat di dalam hati.
Saya juga sangat mujur, saya mempunyai dua orang kakak, juga sangat merawat saya. Kakak sulung saya kebetulan satu kampus dengan saya, saya ingat waktu itu tubuh saya tidak terlalu sehat, harus makan obat herba Tiongkok. Satu paket obat herba Tiongkok itu sangat besar, lalu sekali merebusnya perlu merebus lebih dari satu jam, satu panci besar air direbus menjadi satu mangkuk kecil. Saat itu tahun pertama saya kuliah, tinggal di dalam asrama, bolehkah memasak obat herba Tiongkok di dalam asrama? Tentu itu akan merusak hubungan antarmanusia, semua orang pasti akan mengambil papan protes untuk memprotes di depan pintu kamar asrama saya, jadi saya tidak mampu memasaknya. Kakak saya pada tempat tinggalnya di luar kampus, setiap hari membantu saya merebus dua kali, pagi sekali dan malam sekali. Selesai merebusnya, beliau pun berjalan sangat jauh dari luar kampus, karena asrama itu ada di bagian paling ujung dari kampus, maka harus berjalan sangat jauh, pun menyuguhkan semangkuk obat herba Tiongkok yang panas berkukus tersebut. Sampai di asrama laki-laki kami, di bagian depan masih bertuliskan satu kalimat, bunyinya "Wanita dilarang masuk", beliau pun tidak bisa masuk. Jadi pun berjalan ke jendela asrama saya, lalu mengetuk kacanya, mengetuk beberapa kali lalu membuat isyarat tangan "Mari minum obat". Saat saya melihat adegan tersebut, penyakit pun sudah setengah sembuh, maka bergegas keluar untuk meminum semangkuk obat herba Tiongkok yang penuh dengan kasih kakakku tersebut. Jadi tali persaudaraan sangatlah mendalam. Juga berhubung tali persaudaraan yang sangat mendalam, juga betul-betul membuat orang tua sangat lapang hati, jadiabang adik akur, dalamnya ada bakti. Karena orang tua akan berpikir, tunggu kami meninggal dunia, andaikan antarsaudara dapat saling mengasihi, mereka pun akan lebih lapang hati.
Oleh karena itu, asalkan keluarga dipenuhi oleh sikap abang ayomi adik hormati tersebut, saya yakin klannya niscaya akan ada perkembangan yang sangat baik. Lalu tradisi rasa bakti dan persaudaraan ini bukan hanya dapat menyentuh hati manusia, bahkan hewan yang dipelihara oleh keluarga tersebut pun akan tersentuh, Anda percaya atau tidak? Pada zaman Dinasti Song, ada seorang terpelajar bernama Chen Fang, mereka sudah tiga belas generasi anak dan cucunya tinggal bersama-sama, di dalam rumahnya ada tujuh ratus lebih orang. Mereka juga sangat mematuhi petuah warisan leluhur mereka, semuanya tidak pisah rumah, lalu pun tidak mempekerjakan pramuwisma, semua pekerjaan rumah dilakukan sendiri, bagus tidak berbuat demikian? Bagus! Kita sebelumnya juga pernah membahas, benar-benar membiarkan anak untuk berlatih bekerja, barulah dia tahu untuk bersyukur, jadi berlatih bekerja sangatlah penting. Hari ini andaikan anak sangat mubazir, maka ia akan boros; pekerjaan rumah apapun tidak dikerjakannya, ia akan bagaimana? Malas; sudah boros, malas lagi, malas juga akan menyebabkan rasa sangat ketergantungan, lalu juga tidak tahu bersyukur. Anda lihat, lumayan tidak sedikit kebiasaan buruk yang berkembang dari suatu ketidakuletan. Jadi tetua yang berwawasan, beliau mampu melihat dampak dari hal-hal tersebut terhadap anak di kemudian hari, maka beliau akan bersikeras.
Bapak Zeng Guofan, beliau pada zaman Dinasti Qing, boleh dikatakan sebagai pemegang jabatan paling tinggi di antara orang Han, menjabat sebagai gubernur dari empat provinsi, gubernur yang mengelola empat provinsi. Jabatannya sudah begitu tinggi, tetapi aturan keluarganya adalah pekerjaan rumah dan tugas pokok dari semua anak harus dilakukan oleh mereka sendiri. Keputusan ini penting atau tidak? Penting! Jadi generasi penerus Bapak Zeng Guofan, sampai kini sudah ratusan tahun, tidak terpuruk! Taiwan ada salah seorang dari keturunannya, juga sangat berhasil, namanya Zeng Shiqiang, juga sering ke berbagai tempat untuk memberikan seminar. Jadi pewarisan tradisi keluarga adalah teramat penting.
Saat orang sangat kaya serta sangat berkuasa, asalkan dia tidak mempunyai prinsip, hakikat keluarganya pasti akan lengser dalam kurun waktu beberapa generasi. Coba kita teliti keturunan Lin Zexu, keturunan Zeng Guofan, keturunan Fan Zhongyan, Anda pasti akan memahami bahwa aturan-aturan keluarga mereka memang melihat sangat mendalam dan jauh. Dan terkadang tradisi keluarga yang lengser dalam dua atau tiga generasi, kebanyakan adalah pengusaha, karena orang sekali menjadi kaya maka merasa apa yang paling besar? "ada uang maka dapat membereskan semuanya", kalimat ini salah! Karena sekali ia menjadi kaya, ia akan memandang rendah orang terpelajar: Apa hebatnya kamu membaca begitu banyak buku, kamu saja tidak hidup lebih baik daripada saya! Terkadang kebesarhatian karena kaya tersebut dipelajari oleh siapa? Anak-anak pun menyerapnya secara keseluruhan.
Ada sebuah buku yang sangat bagus, namanyaCara Mempertahankan Harta, yaitu metode agar kekayaan Anda dapat benar-benar diturun-temurunkan sampai ke anak dan cucu Anda. Sebab hanya Anda yang mempertahankannya, itu bukanlah hal yang luar biasa, karena walau Anda mampu mempertahankannya, bisakah Anda bawa pergi? Dengan dua tangan kosong pun tidak dapat membawanya; bagaimana agar semua anak dan cucu benar-benar mempunyai berkah dan kebijaksanaan, itu barulah namanya kebolehan. Kebetulan cucu dari Bapak Zeng Guofan, bernama Bapak Nie Yuntai, beliau tinggal lama di Shanghai. Teman-teman sekalian, Shanghai ini tempatnya sangat ramai, pengusaha yang kekayaannya dapat menandingi negara sangat banyak, beliau dalam puluhan tahun di sana melihat sangat banyak orang kaya yang langsung terpuruk dalam satu atau dua generasi, beliau pun pergi untuk mencari penyebabnya.
Di antarnya ada seorang pengusaha yang bermarga Zhou, usahanya adalah membuka bank, di mana-mana ada banknya, sangat kaya, kekayaannya berjumlah jutaan tahil perak. Kebetulan manajer cabang salah satu banknya, di tempat tersebut terjadi banjir, daerah bersangkutan sangat miskin, manajernya (manajer cabang itu) menyumbangkan lima ratus tahil atas nama bosnya. Jutaan tahil disumbangkan lima ratus tahil banyak tidak? Tidak banyak! Alhasil manajer cabang ini dimarahi sampai habis-habisan oleh bos yang bermarga Zhou tersebut: Manalah boleh kamu menyumbangkan keluar uang saya? Bos bermarga Zhou ini berkata, ia mempertahankan hartanya hanya dengan satu metode, yakni asalkan masuk ke dalam sakunya jangan dibiarkan mengalir keluar lagi, hanya satu kata, yakni "akumulasi", mengakumulasi harta.
Teman-teman sekalian, mengakumulasi harta maka akan bagaimana? Merusak hakikat, merusak tugas pokok sebagai manusia, "mengakumulasi harta merusak hakikat". Perkataan awam berbunyi "satu keluarga kekenyangan maka ribuan keluarga mengeluh", keluarga Anda begitu kaya, tetangga di sebelah rumah sudah hampir mati kelaparan, Anda masih tidak pergi menolongnya, mereka sudah punya segunung keluhan terhadap Anda. Kebetulan beberapa hari kemudian rumah Anda terbakar, keadaan  apa yang akan terjadi? Mereka pun akan berdiri keluar (Anda lihat kiblat hati manusia telah membicarakan kebenaran), mereka pasti akan berada di sana: Bagus sekali! Tuhan Maha Adil! Namun, andai Anda selalu dapat menyantuni mereka, baik dalam kebutuhan hidup, bahkan dalam pendidikan anak cucu mereka, Anda pun dapat mendedikasikan sedikit tenaga, maka mereka akan selalu mensyukuri budi Anda. Tiba-tiba rumah Anda terbakar, mereka pasti akan berlari seratus meter, ingin berebut siapa yang menyiramkan ember air pertama, betul tidak? Karena ketika Anda tulus dalam bersumbangsih, pihak lain pasti akan dapat merasakannya, dan setiap niatnya pasti akan terpikir, asalkan ada peluang saya pasti akan membalasnya. Ini namanya "yang mencintai orang maka selalu dicintai orang; yang menghormati orang maka selalu dihormati orang", jadi kebijaksanaan orang kudus dan bijak Tiongkok kuno, pasti harus kita rasakan dengan baik.
Jadi uang adalah harta lancar, orang Tiongkok berkata "ada air baru ada harta", andai air tidak mengalir maka akan bagaimana? Maka akan bau! Andai uang tidak mengalir, maka akan terjadi efek samping. Pengusaha bermarga Zhou tersebut hingga sewaktu ia sekarat, saat itu adalah awal era republik, hartanya ditukarkan ke yuan adalah tiga puluh juta yuan, kaya tidak? Sangat kaya. Ia memiliki sepuluh anak cucu, ia pun membagi tiga puluh juta tersebut menjadi sepuluh bagian, masing-masing tiga juta. Alhasil Bapak Nie Yuntai mencermati, hanya dalam waktu beberapa dekade, kesepuluh anak cucunya tersebut semuanya terpuruk, semua hartanya habis diaburkan, bahkan ada yang sampai turun ke jalan untuk mengemis. Di antaranya ada satu atau dua orang yang masih lumayan pembinaannya, namun hartanya juga terhambur semuanya, sudah lumayan pembinaannya, tetapi masih tidak dapat mempertahankan uangnya.
Dari hal tersebut kita juga merasakan bahwa apa yang disebutkan dalamKitab Perubahanmemang nyata tiada palsu,Kitab Perubahanmenyebutkan "keluarga yang mengakumulasi kebajikan, pasti mendapat berkah berlimpah", "keluarga yang mengakumulasi ketidakbajikan", maka limpahan musibah akan berdatangan. Dari sini kita juga dapat memahami bahwa perilaku orang ini lumayan baik, tetapi mengapa malapetaka tidak tunggal datangnya? Kemungkinan besar limpahan musibah leluhurnya masih belum berakhir, saat itu Anda harus menyemangatinya bahwa berbuat bajik harus bersikeras, niscaya dapat menyelamatkan semampunya dari keadaan darurat; tunggu sampai limpahan musibahnya habis terkikis, pasti akan muncul akibat yang baik. Mempunyai wawasan seperti itu barulah bisa menghasilkan anak dan cucu yang bagus, jadi baik Zeng Guofan, maupun Chen Fang, semuanya memahami bahwa niscaya harus membiarkan anak dan cucu berlatih bekerja, jadi sama sekali tidak mempekerjakan pramuwisma.
Setiap kali makan pun ada tujuh ratus orang yang kumpul bersama-sama untuk makan, pasti amatlah meriah. Rumah mereka memelihara kurang lebih seratus ekor anjing, seratus anjing tersebut pasti harus semuanya sudah berkumpul barulah mulai makan, ada sebuah perkataan yang menggambarkan keadaan ini, bunyinya "satu anjing tidak tiba, sekelompok anjing tidak makan". Tradisi rasa bakti dan persaudaraan Ini telah menggugah anjing-anjing peliharaan rumah mereka. Bila Anda adalah tetangganya, saat melihat adegan ini Anda akan bagaimana? Tersentuh! Selain tersentuh? Kita jangan sampai tidak sebanding dengan anjing, sendiri masih ingar-bingar di rumah. Oleh karena itu, keadaan masyhur tersebut tersebar ke telinga kaisar, kaisar sangat tersentuh, segera membebaskan semua kerja paksa dari keluarga mereka; karena adakalanya rakyat harus melakukan kerja paksa, membantu negara membangun beberapa proyek, kaisar karena merasa klan mereka ini adalah teladan yang baik, jadi membebaskan kerja paksa mereka. Anda lihat, moral orang dapat menggugah anjing. Beberapa orang mengatakan: Saya tidak percaya. Orang zaman kini sangat sulit mempercayai timpal balik semacam ini, mengapa? Karena mereka semuanya menggunakan hati orang picik dan berkata: Saya tidak mengalami timpal balik, mengapa mereka dapat? Sama sekali tidak memikirkan iktikad dari para filsuf kudus.
Pada zaman Dinasti Ming, ada seorang terpelajar bernama Bao Shifu, beliau juga mengajar di sekolah privat, saat masa pelajaran berakhir, beliau ingin kembali ke rumah untuk menjenguk orang tuanya. Alhasil di tengah perjalanan bertemu dengan seekor harimau yang langsung mengangkatnya dengan gigi, dan membawanya ke tempat lain, bersiap-siap untuk memakannya. Bao Shifu ini sama sekali tidak panik, orang terpelajar zaman dahulu tahu bahwa "hidup mati adalah takdir, kaya mulia tergantung Tuhan", tidak panik dalam menghadapi kematian. Namun dengan sangat tulus hati berlutut dan berkata dengan harimau tersebut: Dimakan olehmu merupakan takdir saya, tetapi karena sekarang saya mempunyai ibu berusia tujuh puluhan tahun yang harus dirawat, boleh tidak membiarkan saya selesai merawatnya, baru saya datang kembali untuk dimakanmu. Rasa bakti ini membuat harimau yang paling ganas pun tersentuh, dan harimau itu pun pergi. Jadi masyarakat setempat pun memberikan nama untuk tempat tersebut, namanya "Bukit Memohon Macan", yakni sebagai tempat peringatan Bao Shifu yang memohon kepada harimau tersebut, dan berharap agar beliau dapat pulang untuk merawat orang tuanya. Bahkan harimau yang paling ganas saja dapat tersentuh, apa sulitnya bagi anjing yang paling setia! Tidak hanya hewan yang bisa tersentuh, dan tidak hanya tanaman yang bisa tersentuh, segenap langit dan bumi pun bisa tersentuh, pepatah berkata "segala sesuatu saling bertimpal, dengan ketulusan dan kesetiaan", ketulusan yang teramat sangat, segenap langit dan bumi pun akan tersentuh.
Pada zaman Dinasti Yuan ada seorang terpelajar bernama Li Zhong, rasa baktinya sudah tersebar sampai ke seluruh negeri, kebetulan saat itu desa tempat tinggalnya terjadi gempa bumi besar, alhasil semua rumah pun runtuh total, saat titik gempa menerjang semuanya runtuh. Saat sampai di rumah mereka, titik gempa terbelah menjadi dua, lalu setelah melewati rumah mereka, kedua titik gempa tersebut kembali menjadi satu. Ini adalah fakta yang tercatat dalam sejarah, kita jangan tidak percaya. Jadi di dalamTengah dan Lumrahada menyebutkan "malapetaka atau berkah mendatang", malapetaka dan berkah dari seseorang, saat malapetaka ataupun berkah akan datang, dari mana dapat menilainya? "Malapetaka atau berkah mendatang, kebajikan, pasti diketahui terlebih dahulu, ketidakbajikan, pasti diketahui terlebih dahulu". Andai itu kebajikan maka sudah tahu itu apa? Berkah atau malapetaka? Berkah! Ketidakbajikan adalah malapetaka. Oleh karena itu, rasa baktinya pasti memungkinkannya untuk melewati bencana ini, kita harus percaya kebenaran ini, supaya kita dapat menjalani kehidupan sendiri dengan berlapang dada dan terbuka. Teman-teman sekalian, Anda punya keyakinan bahwa hidup Anda pasti dapat mengubah malang menjadi mujur tidak? Ada keyakinan tidak? Ada! Baik! Berikan tepuk tangan untuk diri sendiri.
"Abang beradik harmonis, rasa bakti terkandung dalamnya", bagaimana interaksi antarmanusia dapat harmonis? Mari kita pikirkan, misalnya klan Chen Fang berjumlah tujuh ratus orang, mereka masih dapat berinteraksi dengan harmonis, rumah kita sekarang berapa orang? Tiga orang pun sudah tidak bisa harmonis! Jadi kita benar-benar mundur banyak. Bahkan yang masih belum melahirkan anak, pasangan suami istri sudah bergaduh hingga tak dapat terselesaikan pun ada. Jadi Anda lihat, orang lain dapat menoleransi tujuh ratus orang, itu adalah ilmu yang besar! Berinteraksi dengan harmonis adalah akibat, sebabnya di mana? Sebabnya di "perlakuan yang setara", baru dapat memenangkan keharmonisan; perlakuan yang setara, ini adalah sebab. Kesetaraan, karena "setara" sehingga hati orang pun bagaimana? Juga seimbang, hati orang seimbang barulah tidak akan timbul perselisihan. Oleh karena itu, dalam mengajar anak sendiri pasti harus memegang satu prinsip, niscaya harus dirawat dengan setara, pasti tidak boleh lebih sayang kepada anak sulung, dan kepada anak bungsu agak kurang. Selama ribuan tahun sejarah Tiongkok, banyak sekali yang karena memanjakan salah satu anaknya, pada akhirnya menyebabkan hasil apa? Banyak sekali perseteruan antarsaudara, karena hati orang jika tidak seimbang maka cepat atau lambat akan terjadi persengketaan.
Mari kita berpikir lebih mendalam lagi, andaikata kita sekarang lebih baik kepada anak ini, terhadapnya ada bantuan tidak? Anda lebih baik terhadap dia, dia pasti akan baik terhadap Anda, Anda salah! Anda terhadapnya terlalu manja, dia akan semakin lama semakin egois, Anda telah mencelakainya; lalu anak yang diabaikan oleh kita tersebut, hatinya pun sangat tidak seimbang, adakalanya akan menjadi sangat pasif. Anda telah mencelakai kedua belah pihak, demikian terlalu tidak berakal budi, jadi "setara" sangatlah penting. Meskipun saya putra tunggal di rumah, tetapi ayah saya terhadap kami tiga anaknya sangat setara, misalnya saat memberikan imbalan pun sama, juga tidak memberi lebih kepada saya, jika tidak saya di kemudian hari pun akan sombong karena dimanjakan.
Pada zaman Dinasti Ming, ada seorang terpelajar bernama Zheng Lian, klannya tujuh generasi tinggal serumah. Zaman sekarang kita mendengar paling banyak berapa generasi? Tiga generasi? Tiga generasi terlalu sedikit! Saya di Tiongkok pernah mendengar lima generasi tinggal serumah, Zheng Lian itu tujuh generasi tinggal serumah. Kaisar Hongwu Zhu Yuanzhang sangat mengaguminya, dan menghadiahkan sebuah papan plakat kepada beliau, bertuliskan "Keluarga Nomor Satu di Dunia". Berapa banyak orang? Ribuan orang, sekitar seribu orang. Selain menghadiahkan papan plakat, masih memberinya dua buah pir besar, Kaisar Hongwu juga sangat menarik, beliau berpikir: Saya memberikan dua buah pir besar, lihat Anda seribu orang bagaimana membaginya? Masih mengutus pengawal seragam brokat mengikuti dari belakang, untuk melihat bagaimana Zheng Lian menangani hal tersebut. Teman-teman sekalian, bagaimana Anda akan menanganinya? Coba kita pikir sebentar, pada pelajaran berikutnya akan kita bahas, terima kasih semuanya.