Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – Penjelasan《Di Zi Gui》Secara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu
pada tanggal 16 Februari 2005 (Episode 3)
Teman-teman
sekalian, selamat pagi
semuanya! Kemarin kita menyebutkan bahwa pada kenyataannya,
stabilitas dunia, masyarakat, dan keluarga bukan tidak ada cara untuk
mencapainya, kuncinya terletak pada niat dari
setiap
orang. Andaikan egois, maka akan terjadi
konflik; andaikan selalu dapat berpikir untuk
orang lain, maka keluarga dan masyarakat akan sempurna dan sentosa. Kemarin
juga menyebutkan bahwa andai seorang anak sejak kecil mampu menempatkan diri
dan berpikir untuk orang lain, maka sejak kecil niatnya tersebut telah mulai
membudi daya berkah bagi dirinya sendiri,
jadi sejak kecil sudah tahu untuk memupuk dan mengakumulasi
berkah. Karena memiliki iktikad tersebut, ia tahu bahwa
tekad belajar adalah untuk menjadi kudus
dan bijak, maka harus menggunakan budi
pekerti dan ilmu yang dipelajarinya untuk mengabdi kepada masyarakat. Oleh
karena itu, ia sekali masuk ke dalam masyarakat pun tahu untuk menciptakan berkah demi masyarakat, dan berkahnya
tersebut akan semakin lama semakin besar, saat berkahnya muncul pada usia tua,
maka dapat menikmati usia tua
dengan tenang.
Orang Tiongkok bilang ada
lima berkah, salah satunya disebut "ajal yang bagus", dengan bahasa
yang lebih awam, yakni bisa meninggal dengan tenang, tidak akan meninggal
dengan sangat menderita, dengan
kata awam yaitu tidak akan mendapatkan kematian
yang buruk. Kalimat ini tampaknya seperti kata-kata kutukan, tetapi teman-teman
sekalian, sekarang kalimat ini tidak tergolong memarahi orang. Tetapi
tergolong apa? Tergolong suatu fenomena yang lazim berlaku. Kita ingat sewaktu kecil,
masih sering mendengar bahwa semalam ada tetua yang dalam tidurnya meninggal
dengan sangat tenteram. Sekarang keadaan seperti ini banyak tidak?
Tidak banyak lagi. Mengapa orang-orang dahulu dapat meninggalkan dunia dengan
sangat tenang, dan orang sekarang, saat meninggal mungkin perlu pertolongan
darurat, menjelang kematian mungkin tidak sadarkan diri? Itu karena ia tidak
tahu cara merawat tubuh, ia tidak tahu bagaimana membudi daya berkah bagi dirinya
sendiri, berkah terlalu tipis, maka tidak bisa mendapat ajal yang bagus. Jadi
jika orang ingin memiliki berkah, akar penyebabnya masih tergantung pada sebersit
niat bajik. Iktikad orang dahulu lebih bajik, selalu berpikir untuk
orang lain, sehingga saat meninggal sangat santai; orang sekarang lebih egois, menjelang kematian masih
khawatir perolehan dan takut kehilangan, masih melekat
pada banyak hal, serta tidak bisa merelakan. Jika kita ingin menikmati berkah pada usia tua, kita harus
mengerti untuk beriktikad bajik, harus mengerti untuk
selalu bisa merelakan dan jangan melekat.
Sangat
banyak orang merasa bahwa kehidupan manusia tampaknya harus
mulai bekerja barulah dapat membantu masyarakat, dan kemudian
setelah beranjak tua, rasanya lebih tidak mampu untuk mengoptimalkan seluruh
tenaganya. Maka pada umumnya, orang merasa bahwa sepertinya umur dua puluh
tahun sampai enam puluh tahun, barulah masa emas untuk menciptakan
berkah bagi masyarakat, banyak perencanaan hidup yang berbicara
demikian. Sebenarnya, ketika seorang anak sejak
kecil sudah menerima petuah orang kudus
dan bijak, masa baktinya pasti bukan hanya empat puluh tahun.
Mari kita lihat, jika anak tersebut sejak kecil beriktikad cinta kasih, beriktikad
budi pekerti. Pernah dalam kelas belajar kami, ada seorang anak yang baru
dua tahun lebih, pada hari pertama mengikuti
pelajaran, setelah pulang ke rumah, orang tuanya bertanya: Apa yang kamu
pelajari hari ini? Anak itu segera mengucapkan empat kata dengan semangat
berkorbar: Berbakti kepada orang tua. Orang tuanya juga sangat
tercengang karena anak umur dua tahun lebih itu sikap belajarnya sangat
mendasar dan sangat kukuh.
Pada hari kedua pelajaran,
kebetulan guru mempersilakan banyak murid ke depan untuk berbagi tentang hal bakti
yang dilakukannya kepada orang tua mereka selama minggu tersebut. Karena ilmu itu
berharganya di pelaksanaan nyata, setelah belajar harus
kembali ke rumah untuk diterapkan
dengan baik. Jadi banyak siswa yang berbagi pengalamannya di depan, ada yang membantu
orang tuanya mengambil air cucian kaki, ada yang memotong buah-buahan untuk
dimakan orang tua mereka. Anak umur dua tahun lebih tersebut setelah melihat
kakak-kakak kelasnya melaksanakan bakti kepada orang tua, membuatnya lahir niat untuk meneladani. Jadi teman-teman
sekalian, orang dewasa mengajar anak-anak adalah sebuah metode,
anak-anak mengajar anak-anak juga sebuah metode yang baik
pula, bagai ungkapan "saling mengamati
demi kebajikan", mereka akan saling mengobservasi. Anak tersebut setelah kembali
dari pelajaran kedua, segera menuang secangkir air dan dibawakan kepada orang
tuanya untuk diminum.
Teman-teman
sekalian, ia berumur dua tahun lebih sudah selalu memiliki iktikad ini, bagai
ungkapan "ladang berkah digarap hati", ia sudah membudi daya berkah untuk dirinya
sendiri. Pada saat bersamaan, perilakunya tersebut adalah membina diri, dan ia
akan membuat hati orang tuanya tersentuh. Bahkan anak umur dua tahun lebih saja
sudah tahu untuk membawakan teh untuk diminum orang
tuanya, selalu tahu mempertimbangkan untuk orang tuanya, saya yakin
orang tuanya sendiri akan merasa bahwa anak saya saja sudah bisa demikian, maka saya harus lebih proaktif dalam melaksanakan hakikat
bakti. Jadi anak tersebut sudah
mulai menata keluarga. Ihwal anak
tersebut, telah saya ceritakan di seluruh penjuru Tiongkok
daratan, bahkan sampai ke luar negeri, saya menceritakan kisahnya
tersebut hingga ke Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Karena ada ikhtiar
nyata
pembinaan diri anak tersebut, kita barulah dapat menyebarluaskan contoh-contoh
tersebut, supaya lebih banyak orang, supaya orang di dunia ini dapat
meneladani amanat tersebut.
Oleh karena itu, andai seorang anak sejak kecil
mendapatkan ajaran orang kudus dan bijak, hidupnya jelas bukan
mulai bersinar dari umur dua puluh tahun. Sejak kapan? Andai kebetulan ketika
ibunya sedang hamil sudah tahu untuk memperdengarkan《Di Zi Gui》kepada anaknya,
memperdengarkan kitab klasik orang kudus
dan bijak, mungkin anak ini waktu lahir, kalimat apa yang pertama
kali diucapkannya? Mungkin berkata "Aturan
anak murid, nasihat orang kudus", maka anak tersebut
sejak lahir sudah dapat menyebarluaskan ajaran kudus, maka hidupnya sejak kecil
sudah sangat berharga. Selanjutnya, anak yang sejak kecil membaca kitab orang kudus
dan bijak, setelah ia beranjak dewasa dan membuat berkah demi
masyarakat, kebijaksanaannya akan semakin bertambah, dia akan semakin tua
semakin berharga. Berjalan ke mana pun, banyak generasi muda
pun akan mendekatinya, karena dengan mendekati
beliau maka akan mendapat sangat
banyak
pencerahan dalam hidup
sehingga mengurangi sangat banyak perabaan yang tak
berarti. Jadi orang yang menerima petuah orang
kudus dan bijak, hidupnya bukanlah berakhir pada umur enam puluh
tahun, tetapi sampai beliau tua pun akan sangat berharga.
Guru saya Profesor Chin
Kung, tahun ini telah tujuh puluh sembilan tahun, berkunjung ke seluruh penjuru
dunia ada segerombolan murid yang berharap mendapatkan petuahnya, bukan hanya orang
Tionghoa yang ingin mendapatkan petuahnya, bahkan sekarang banyak
pemuka agama dan suku di seluruh dunia sangat berharap untuk mendekati sesepuh
tersebut. Jadi hidupnya jelas bukan berakhir pada enam puluh tahun, kapan
hidupnya berakhir? Tidak akan berakhir; karena petuahnya muncul dari hati yang
tulus, hati yang tulus dapat melampaui waktu dan ruang.
Dalam《Tengah dan Lumrah》(Zhōng Yōng) menyebutkan "ketulusan, awal dan akhir dari
sesuatu", ketulusan pasti dapat menyukseskan
suatu hal, lagi pula ketulusan penuh
bagaikan
dewa, ketulusan penuh dapat mengundang
mukjizat. Ucapan dan perilaku yang keluar
dari hati yang tulus, pengaruhnya tidak akan berubah
karena ruang dan waktu. Jadi teman-teman
sekalian, Konfusius sudah wafat belum? Semangat beliau selalu ada, menjadi teladan generasi
mendatang.
Apakah Fan Zhongyan sudah
wafat? Pada tahun 2002, Tiongkok mengadakan
acara pembacaan kitab oleh orang Tionghoa dari seluruh dunia, banyak orang
Tionghoa dari Malaysia, Singapura, Hong Kong, Indonesia, dan daerah-daerah
lain, semuanya datang ke Qufu, Provinsi Shandong. Kegiatan tersebut mengundang
tamu khusus, yaitu keturunan paternal dari Fan Zhongyan, telah lewat delapan
ratus tahun, keturunannya pun sangat berprestasi. Sewaktu seminar, saya
berkenalan dengan dua dari mereka, salah satunya saya lihat wajahnya besar,
daun telinganya juga besar, orang Tiongkok mengatakan, sekali lihat sudah tahu
tampang orang penuh berkah. Jadi petuahnya, delapan ratus tahun lebih
masih memengaruhi generasi penerusnya. Pada saat kegiatan di
Qufu, Provinsi Shandong tersebut, keturunannya naik ke atas panggung dan menyanyikan
sebuah lagu, mereka menggubah《Catatan Menara Yueyang》karangan Fan Zhongyan menjadi sebuah lagu. Ketika beliau
menyanyi sampai "risau sebelum orang dunia ini risau, dan bersenang
setelah orang dunia ini bersenang", saya percaya roh Fan Zhongyan di atas
juga akan merasa kehidupannya kali ini benar-benar berharga, kehidupan ini
tidak datang sia-sia. Oleh karena itu, bila anak-anak kita sejak kecil menerima
petuah orang kudus dan bijak, maka ia tahu
menggunakan hati yang tulus dan penuh
kasih untuk menjalankan hidupnya, saya yakin nilai kehidupannya tersebut
akan bertahan selamanya.
Teman-teman
sekalian, ketika Anda sebagai orang tua murid, sebagai tetua, Anda
sebenarnya ingin anak Anda menjalani pola hidup seperti apa, ini sangat
penting! Anda berharap dia bisa menjadi teladan bagi keturunannya? Atau hanya
berharap dia tidak mati kelaparan? Pola
pikir dan konsep kita secara langsung akan
memengaruhi
generasi mendatang. Teman-teman sekalian, jadi orang harus punya keteguhan
hati, ketika kita tahu kebudayaan Tiongkok dapat menyelesaikan masalah masyarakat dan
dunia ini, kita seharusnya tidak
menolak tanggung jawab, harus berani untuk
berjalan keluar. Teman-teman
sekalian, berani untuk
berjalan keluar juga tidak perlu mengorbankan nyawa, juga tidak perlu
menumpahkan darah, yang penting mulai dari mana? Mulai dari membina diri kita
sendiri, banyak karier besar juga terwujud dari
usaha kecil selangkah demi selangkah. Di dalam《Pembelajaran
Akbar》(Dà Xué) terdapat sepatah
petuah yang sangat penting, "dari kaisar sampai masyarakat
umum, yang paling awal adalah membina diri", perkataan ini artinya, tidak
peduli ia adalah seorang pemimpin negara atau rakyat awam, ia ingin mengurus negaranya
dengan baik, mengurus keluarganya
dengan baik, penanganannya mulai dari mana? Membina budi
pekerti dan ilmu diri sendiri. Bila Anda memiliki budi
pekerti dan ilmu, maka akan mampu menata keluarga, mengurus negara, dan mendamaikan
dunia. Jadi hal yang sangat rumit, ketika Anda menguraikan selapis demi selapis,
sebenarnya sangat sederhana.
Kita telah memahami bahwa
memiliki rasa welas asih, setiap niatnya adalah welas
asih, setiap orang punya welas
asih, perkembangan masyarakat akan berjalan menuju dunia kesatuan
besar. Kita selanjutnya harus berpikir, rasa
welas asih seseorang mulai dikembangkan dari mana? Mulai ditangani dari
mana, barulah dapat menumbuhkan rasa welas
asihnya? Bagaimanapun kita harus mencari tahu langkah pertama?
Langkah pertamanya dari mana? Baik! Ketika kita sering berpikir
dengan penalaran terus-menerus menjurus ke akarnya, maka kebenaran akan
muncul. Seseorang dengan orang tuanya saja tidak berbakti dan tidak hormat, ia
bisa menghormati orang lain, Anda percaya tidak? Oleh karena itu, di dalam《Kitab
Bakti》ada sebuah ayat mengatakan,
"tidak cinta orang tua sendiri", tidak mencintai orang tuanya,
"tetapi cinta orang lain", tetapi bisa menyayangi orang lain, ini disebut
"menyalahi moral", ini bertentangan dengan moral seseorang. Hal ini tidak
mungkin terjadi.
Di dalam seminar, saya juga
pernah berbincang dengan beberapa gadis yang belum menikah, saya pun
menanyakan
mereka, saya berkata: Ada seorang pria sangat
proaktif memikat Anda, berupaya puluhan tahun bagaikan satu
hari. Sekarang masih ada tidak cinta marathon yang berlangsung sampai puluhan
tahun? Sekarang lebih jarang tampak. Dia memikat Anda selama tiga tahun, tiga
tahun bagaikan satu hari, Anda punya permintaan apa saja, dia pasti akan
berdedikasi penuh untuk melaksanakannya
dengan baik, lalu asalkan ada waktu luang, dia akan menemani Anda minum kopi,
menemani Anda mendaki bukit, serta piknik. Tetapi dia tidak pernah menemani
orang tuanya minum kopi, juga tidak pernah mengajak mereka untuk mendaki bukit.
Tiga tahun ini, Anda juga merasa dia sangat baik kepadamu, dia meminang Anda.
Tiba-tiba ada seorang tetua, kebetulan beliau adalah tetangganya, beliau
memberitahu Anda bahwa pria tersebut tidak berbakti dan tidak hormat dengan
orang tuanya. Lalu saya bertanya kepadanya, apakah Anda masih mau menikah
dengannya? Mau tidak? Tidak mau! Masih ada beberapa wanita yang sedikit ragu-ragu. Yang terkena masalah akan linglung, andaikan sekarang Anda masih ragu-ragu, sewaktu benar-benar mengalami, Anda
akan terperangkap di dalamnya. Mengapa kalian begitu
berpengalaman?
Jadi kita harus memahami
bahwa rasa bakti terhadap seseorang sangatlah penting, ketika seseorang tidak mengetahui hakikat
bakti,
ada sikap yang tidak dapat terbentuk darinya, sikap
penuh integritas budi dan integritas
hakikat dalam hidupnya tidak dapat terbentuk. Karena yang mempunyai
budi terbesar terhadap kita, tidak lain adalah orang tua kita sendiri, jerih
payah sewaktu hamil, sumbangsih
sewaktu melahirkan, mengasuh, dan mendidik kita. Integritas
budinya tidak tumbuh, integritas
hakikatnya tidak tumbuh, maka akan tumbuh apa? Banyak orang tua
mengatakan, "Anakku tidak belajar baik, juga tidak belajar jahat",
apakah ada hal semacam itu? Belajar bagaikan menjalani perahu melawan arus,
jika tak maju maka akan mundur, apa arus berlawanan itu? Masyarakat sekarang
adalah tong pencemaran besar, Anda tidak segera mengajarinya yang baik, ia
pasti belajar yang buruk. Saya pernah mengajar di beberapa daerah yang lebih
terpencil, orang pada umumnya akan berpikir pencemaran di daerah terpencil
lebih sedikit, sehingga anak-anak lebih polos. Kenyataannya tidak begitu,
karena ada sebuah setan besar, tidak kenal jauh dan batas, tidak
peduli Anda tinggal di pegunungan, ia pun
akan
pergi ke sana, memberitahumu konsep yang tidak tepat.
Tanya: Siapa setan besar
ini?
Jawab: TV!
Kok kalian kenal dengan dia?
Benar! Jadi kita harus waspada bahwa jika Anda tidak segera mengajarkannya
sikap dan konsep yang benar, anak-anak
setiap hari sedikit demi sedikit akan belajar yang salah. Jadi ketika anak-anak
menonton TV, pastikan untuk memilih yang tidak mencemari, dan harus memilih
program yang bagus.
Ketika integritas
budi dan integritas kasih anak tidak tumbuh, akan
tumbuh sikap apa? Akan tumbuh sikap untung dan rugi. Yang dia suka,
dia akan berusaha keras untuk mengejarnya, yang ia tidak suka, ia mungkin
membuang muka. Ketika sikap anak terhadap orang hanya untung dan rugi, lalu untung dan rugi dapat diandalkan
tidak? Untung dan rugi itu kerap berubah-ubah,
hari ini tidak ada untung dan rugi apa-apa, saudara
masih bisa berinterkasi dengan sangat harmoni, andaikan besok gara-gara warisan
orang tua, mungkin besok bisa saling buang muka. Mengapa pria tersebut dalam
tiga tahun terakhir bisa begitu berdedikasi
penuh untuk bersumbangsih demi gadis tersebut? Apa penyebabnya? Ada keuntungan yang dapat diraih! Anda
lihat anak laki-laki sekarang melihat gadis yang cantik, maka akan bersumbangsih untuknya tanpa keluhan dan
penyesalan, ada tidak? Tengah malam bila gadis itu merasa lapar, dan membuat
panggilan telepon ke dia, dia langsung berlari keluar untuk membantu membeli pasta
wijen yang panas, atau pasta badam yang panas untuknya,
kekuatan pendorong di belakangnya adalah keuntungan.
Setelah Anda menikah
dengannya, sesudah tiga tahun Anda juga melahirkan seorang bayi yang putih dan
montok untuknya, tetapi melahirkan anak sangat berjerih
payah, jadi wajahmu menjadi sedikit keriput, tidak begitu muda dan
cantik seperti sebelumnya. Alhasil pria tersebut keluar untuk
bekerja, melihat seseorang yang lebih muda dan cantik, maka Anda berubah dari keuntungan menjadi apa? Berubah menjadi
kerugian, karena ia ingin memikat
gadis itu pula, maka Anda dari keuntungan menjadi kerugian. Kerugian
harus bagaimana? Ya, karena dia hanya memiliki untung dan rugi, hanya suka dan
tidak suka, sehingga dari keuntungan berubah menjadi kerugian,
dari kebaikan berubah menjadi keburukan.
Tindakan tersebut sekali diambil, akan
memengaruhi keluarga, memengaruhi masyarakat, maka tingkat perceraian akan
meningkat. Tingkat perceraian sekali meningkat, secara langsung memengaruhi
pendidikan generasi berikutnya. Tidak
hanya setelah Anda bercerai akan berpengaruh terhadap anak, namun dalam proses interaksi,
konflik suami istri, suasana buruk semacam ini akan terjejak mendalam di hati
siapa? Di dalam hati anak. Jadi suami istri tidak akur, suami istri bercerai,
terhadap anak adalah cedera hati seumur hidup.
Tingkat perceraian masih akan
memicu satu masalah sosial lain yang parah, yakni tingkat kejahatan. Saya
pernah bertanya kepada seorang kepala penjara, saya bertanya satu pertanyaan
kepadanya, dia juga menjawab, katanya yang masuk
penjara, enam puluh sampai tujuh puluh persen adalah berasal dari keluarga yang
tidak sempurna. Karena keluarga tidak sempurna, anak-anak sejak kecil tidak
mendapat pendidikan keluarga yang baik, maka fondasi dalam kehidupannya tidak kukuh. Kemudian ke sekolah, ke
masyarakat bertemu dengan takdir yang buruk, segera tumbang
tercabut berikut akar, sangat mudah disesatkan oleh teman yang buruk. Ketika
tingkat kriminalitas dalam masyarakat semakin meningkat, teman-teman
sekalian, kendati Anda punya uang banyak, punya status sosial yang
tinggi, Anda punya rasa aman tidak? Punya tidak? Tidak. Sekarang di seluruh
dunia, sangat sedikit orang yang memiliki rasa aman. Sekarang kita berjalan
menyusuri jalan perbelanjaan, seperti saat saya pergi ke Haikou, bagaimana saya
memikul ransel saya? Pasti harus memikul di depan, lalu harus diletakkan di
depan perut, harus berjalan perlahan-lahan seperti ini, kalau tidak maka sangat
takut di belakang akan bagaimana? Andaikan seseorang ingin merampas
dompetmu maka akan membahayakanmu.
Sekarang muncul
gangguan ketertiban umum merupakan suatu akibat, teman-teman
sekalian, apa penyebabnya? Keluarga tidak memiliki kestabilan.
Selanjutnya, orang sejak kecil tidak belajar hakikat
bakti, tidak mempelajari petuah orang kudus
dan bijak. Sekarang pernikahan tidak akur, apa akar penyebabnya?
Akar penyebabnya adalah sejak kecil tidak belajar hakikat
bakti. Kita memahami hal tersebut, maka harus lebih mementingkan petuah
tentang hakikat bakti dan petuah orang kudus
dan bijak. Daripada kita sering mengeluh tentang ketertiban
umum yang terganggu, lebih baik sekarang mulai
dari kita sendiri, mengajarkan bakti. Lalu terhadap anak orang lain, kita juga
perlu mendidik mereka untuk berbakti kepada orang tua mereka, kita perlu berdedikasi
penuh untuk menyebarluaskan konsep benar yang penting tersebut.
Konfusius di dalam《Kitab Bakti》mengatakan sepatah arahan yang sangat penting,
bunyinya "bakti kepada orang tua, dasar dari moral, sumber dari
pendidikan", "bakti" adalah akar dari moral, pendidikan harus mulai
dari sini. Jika tidak dimulai dari hakikat
bakti, moral seseorang tidak akan mampu
berkembang, jadi pendidikan mengutamakan hakikat
bakti. Teman-teman sekalian, mari kita baca ayat ini sekali lagi, kali ini
Anda membacanya pasti perasaannya akan tidak sama dengan Anda membacanya
sewaktu dahulu. Baik! Mari kita baca
bersama, siap; mulai, "bakti kepada orang tua, dasar dari moral, sumber dari
pendidikan". Baik! Setelah akar ditemukan, jalan menuju tujuan tidak jauh
lagi, ada ungakapan bunyinya orang berbudi berpegang
pada dasar, dasar ditegakkan maka kemanusiaan
akan
tumbuh. Konfusius di dalam《Analek》juga mengatakan, "bakti dan persaudaraan, merupakan akar dari kemanusiaan". Oleh karena itu,
kita niscaya harus mulai mengajar dari "bakti".
Tema kami kali ini adalah
"Penjelasan《Di Zi Gui》Secara Mendetail", dan《Di Zi Gui》 mulai menanam akar dari
"bakti dan persaudaraan", jadi "di dalam
harus berbakti, di luar harus bersaudara". Sebelum kita mulai
berbicara tentang《Di Zi Gui》, kita harus terlebih dahulu menetapkan beberapa sikap
belajar yang tepat. Ketika kita memiliki sikap
belajar yang benar, efek pembelajaran Anda pun
akan sangat
baik, ada peribahasa, awal yang baik adalah
setengah dari keberhasilan. Pembelajaran
mengutamakan
penetapan tekad, bagai ungkapan "belajar
itu berharganya di penetapan tekad". Ketika kita membuat penataran guru di
Haikou, pada kelas pertama kami dan semua guru yang hadir menetapkan sebuah
tekad, yakni "meneruskan ajaran orang kudus pendahulu yang terputus,
mewujudkan perdamaian untuk semua generasi". Kita sering berdoa
untuk perdamaian dunia, perdamaian dunia merupakan sebuah akibat, harus
terlebih dahulu menanam sebab apa? Harus menanamkan sebab di mana setiap orang
memiliki pola pikir dan
konsep penuh cinta kasih, dan pola pikir
serta konsep cinta kasih harus melalui pembelajaran, melalui pendidikan,
yakni harus mengajarkan hikmat orang
kudus dan bijak. Jadi "mewujudkan perdamaian" adalah akibat,
"meneruskan ajaran yang terputus" adalah menanam sebab;
"meneruskan ajaran orang kudus pendahulu yang terputus" barulah dapat
mewarisi pendahulu dan meneruskan ke mendatang, ingin mewarisi pendahulu maka kita
terlebih dahulu harus belajar dengan baik.
Kami ada seorang guru, dia
mengajar kelas lima SD, dia mempunyai misi demikian, sehingga dalam satu hari,
selain mengajar, ia masih mengatur waktu tiga jam untuk mendalami kitab klasik
orang kudus dan bijak. Lalu setiap pagi ia sangat
pagi sudah sampai di sekolah, kemudian dirinya membuka《Di Zi Gui》, membuka《Kitab
Bakti》untuk dilafalkan. Siswanya
sekali masuk pintu, tadinya masih menenteng sarapan dan bersiap-siap untuk
bagaimana? Bersiap untuk dimakan perlahan-lahan. Melihat gurunya sudah duduk
rapi di sana sedang membaca kitab, anak tersebut segera berjalan ke tempat
duduknya, duduk dan mengambil kitab untuk ikut membaca. Jadi teman-teman
sekalian, yang paling penting dalam pendidikan adalah apa?
Memberi teladan dengan perbuatan. Berhubung usahanya tersebut, maka prestasi
serta tata krama kelas mereka mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Setelah kepala sekolah mereka melihat hal
tersebut, lalu bertanya kepadanya, dia berkata, "Bagaimana Anda mengajar
kelas Anda, kok bisa diajar sampai begitu baik?". Guru tersebut
memberitahu kepala sekolahnya, karena saya mengundang ratusan orang kudus
dan bijak kuno untuk mengajar murid-murid saya.
Tiongkok memiliki sebuah
buku berjudul《Cerita Pendidikan Moral》, di dalamnya terdapat tujuh ratus lebih
cerita filsuf
kudus, buku tersebut dirangkai dan dibagi menjadi delapan bab,
delapan bab tersebut adalah "delapan moral", dikompilasi
menurut "bakti, persaudaraan, kesetiaan, kredibilitas,
etiket, kebenaran, kejujuran, tahu malu" delapan moral tersebut. Dia setiap
hari menceritakan dua atau tiga buah
cerita moral tersebut kepada siswanya, anak-anak
setelah
menyimak pun
tahu untuk
melihat yang bijak berpikir menyamai.
Kemudian mereka menetapkan《Di Zi Gui》sebagai aturan kelas mereka,
murid berbuat salah tidak menunggu ditegur guru, sudah mengetahui salah mereka
pada ayat mana. Misalnya berlari di dalam kelas, lalu menabrak kursi, murid
tersebut akan berkata apa? "Berbelok agak lapang, jangan menyentuh sudut",
"bekerja
jangan gegabah, gegabah banyak kesalahan".
Ketika
anak-anak melakukan perilaku yang buruk, anak tersebut akan berpikir
"keliru tidak disengaja, itu namanya kesalahan, keliru yang disengaja, itu namanya kejahatan; kekhilafan
mampu dikoreksi, berangsur
kembali nihil, jika masih disamarkan, akan menambah dosa lagi". Jadi
anak-anak tahu untuk berani mengaku salah, berani untuk mengubah kekhilafan,
tidak akan mengingkari, tidak akan menyamarkan, juga akan terpikir "moral
ada cedera, membuat orang tua malu".
Teman-teman
sekalian, ketika generasi mendatang kita dalam menghadapi masalah selalu
ingat dengan petuah《Di Zi Gui》, hidupnya akan sangat berbekal, sangat mantap, juga akan sangat
berpengaruh. Jadi mereka selain tampil dengan bagus
di kelas, setelah kepala sekolahnya mementingkan
hal tersebut, ia juga mengundang guru kami dari pusdiklat untuk membuat
penataran sebanyak dua kali kepada semua guru di sekolahnya, lalu kami juga mengirimkan buku《Di Zi Gui》ke sekolah mereka. Jadi
orang yang mempunyai tekad untuk "meneruskan ajaran orang kudus pendahulu
yang terputus", pengaruhnya akan meluas tiada hentinya, permintaan terhadap dirinya akan sangat mendalam, maka dia
dapat "memperbarui hari ini, memperbarui setiap hari, memperbarui
seterusnya". Setelah guru tersebut bersinggungan dengan kami selama enam
bulan, ia mulai mengikuti saya ke Tiongkok untuk memberikan seminar, pengalamannya
tidak hanya disebarluaskan di sekolahnya,
tetapi pengalamannya juga dikontribusikan kepada guru dan orang tua
murid di daerah lain.
Jadi teman-teman
sekalian, "meneruskan ajaran orang kudus pendahulu yang
terputus" bukanlah hal yang tidak terjangkau, yang paling penting adalah
niat kita ini apa benar-benar sudah dikembangkan! Kita perlu bertekad
"meneruskan ajaran yang terputus", tentu saja harus mulai dari orang
sekitar kita yang paling dekat, dan menjadi teladan mereka, maka kita bertekad,
pertama kali kita boleh bertekad untuk menjadi teladan baik bagi anak Anda.
Teman-teman sekalian, jika tekad Anda ini
benar-benar ditetapkan, dijamin sesaat berikutnya Anda akan menjadi seseorang
yang berbeda, karena Anda akan mulai berbicara dengan sangat hati-hati, "perkataan
curang dan munafik, serta ucapan kotor" setelah dilontarkan,
bukanlah teladan yang baik untuk anak-anak.
Bertekad untuk menjadi orang tua yang baik dalam keluarga, bertekad untuk
menjadi ketua dan rekan yang baik dalam
perusahaan, bertekad untuk menjadi warga negara yang baik dalam masyarakat.
Ketika salah seorang dari guru kami di dalam bus, kebetulan melihat seorang tetua
masuk ke dalam bus, ia langsung berdiri dan mempersilakan tetua tersebut untuk
duduk. Alhasil setelah ia selesai
melakukan tindakan tersebut, berturut-turut juga ada
empat orang yang merelakan tempat duduknya, setelah melihat ia sangat terharu,
air matanya hampir berlinang, dia juga memverifikasi bahwa setiap orang memiliki
sifat alamiah yang bajik. Oleh karena itu, ketika
kita memiliki tekad untuk memperbaiki iklim sosial, saya yakin ucapan dan perilakumu pun
akan waswas, akan mengendalikan diri,
maka budi pekerti dan ilmu kita
juga akan meningkat tiada hentinya karena penetapan tekad itu. Baik! Ini adalah penetapan
tekad.
Kami di Shenzhen berhadapan
dengan anak berusia lima atau enam tahun, kami bertanya kepada mereka, belajar
itu untuk apa? Kalian tahu apa yang mereka jawab? Jawaban mereka akan sangat
tepat, ingin menjadi orang kudus; katanya kalau tidak menjadi orang kudus, maka
untuk apa belajar! Ketika enam atau tujuh siswa, dari luar hendak kembali ke TK
mereka, sepanjang jalan anak-anak tersebut berlomba-lomba untuk melakukan apa?
Memungut sampah. Mereka melihat sampah bagaikan melihat harta karun, mereka
merasa bahwa mereka bisa bersumbangsih untuk masyarakat, semuanya
di sana berebut untuk memungut sampah. Lalu kebetulan di jalan bertemu
dengan beberapa siswa SMP yang baru pulang sekolah, mereka di tangannya
memegang es krim, memegang makanan, sambil makan sambil buang. Tiba-tiba
melihat sekelompok anak-anak sedang memungut sampah, sampah yang tadinya ingin
dibuang tiba-tiba berhenti di udara, tidak jadi dibuang. Kemudian ada seorang
siswa SMP berkata kepada siswa yang lain: Kami jangan buang lagi, anak-anak
segitu kecil saja sedang memungutinya. Dia mengatakan dengan dialek Kantonis,
lalu dari enam atau tujuh anak-anak tersebut hanya satu dari mereka yang bisa
dialek Kanton. Saat kembali ke TK mereka, siswa tersebut dengan semangat yang
tinggi menerjemahkan perkataan abang SMP tersebut untuk didengarkan siswa lain,
dia mengatakan bahwa karena abang-abang tersebut melihat kita memungut sampah,
jadi mereka tidak jadi membuangnya. Anak tersebut di dalam benaknya akan
berpikir, ia akan merasa bahwa ternyata ucapan dan perilaku saya dapat memengaruhi
masyarakat ini, jadi pemosisian anak ini adalah "belajar
selaku guru insan, bertindak
selaku teladan dunia". Tekad itu bagaikan
sebuah target hidup dari seseorang,
sebuah titik akhir, ketika tekad yang kita tetapkan sudah tepat, kehidupan kita
ini barulah tidak datang sia-sia.
Baik! Belajar selain harus
bertekad, masih ada sebuah sikap yang sangat penting, yaitu "belajar
itu berharganya di pelaksanaan nyata". Kita belajar satu ayat ajaran, harus melaksanakan
satu ayat, yakni relevan antara pemahaman dan pelaksanaan, barulah
budi pekerti dan ilmu kita dapat
meningkat. Pada zaman Dinasti Tang, ada seorang bhiksu unggul bernama Guru Zen
Niaoke, penyair Dinasti Tang, Bai Juyi, pada masa tuanya gemar mempelajari
Buddhisme, ia berharap untuk mendekati orang agung tersebut, supaya dapat
meningkatkan ilmunya sendiri. Ketika ia bertemu Guru Zen Niaoke, ia mulai
berkonsultasi kepadanya, ia bertanya bagaimana untuk belajar fó? "Fó" berasal dari bahasa India, makna awalnya serta kata
awalnya adalah "Fó Tuó Yé (Buddhaya)", orang
Tiongkok suka yang sederhana, maka cuma menerjemahkan Buddhaya menjadi satu
aksara fó, bagian kirinya adalah "Rén (orang)", bagian kanannya adalah "Fú"; ini dalam penciptaan aksara Tiongkok disebut aksara berasas
ragam dan bunyi, ragamnya adalah orang, bunyinya dari fú. "Buddha", kata
ini kalau dijelaskan, artinya adalah orang yang sadar, orang yang bijaksana, dengan
kata yang lebih awam, yaitu orang yang paham, orang yang memahami hakikat. Oleh karena itu, belajar
Buddhisme adalah belajar untuk menjadi orang yang paham.
Guru Zen Niaoke pun berkata kepada Bai Juyi,
belajar Buddhisme harus "jangan berbuat segala
kejahatan, berusaha melaksanakan semua kebajikan",
delapan kata tersebut. Bai Juyi tertawa terbahak-bahak setelah mendengarkannya,
lalu berkata bahwa anak umur tiga tahun saja sudah tahu. Teman-teman
sekalian, ketika umur tiga tahun, Anda tahu tidak? Zaman dahulu mengajarkan tentang bajik dan jahat, mengajarkan bertingkah
laku, diajarkan di mana? Bukan di sekolah, tetapi di rumah, di
rumah sudah diajar. Yang dikatakan Bai Juyi memang benar, anak
umur tiga tahun saja sudah tahu. Guru Zen Niaoke menjawabnya, orang umur
delapan puluh tahun pun tidak dapat melaksanakannya, tidak mampu melakukannya.
Jadi poros dan kunci dari budi
pekerti dan ilmu, tidak tergantung pada seberapa banyak yang Anda
baca, tetapi pada seberapa banyak yang Anda laksanakan. Sikap demikian, saat kita belajar sendiri
maupun membimbing anak untuk belajar menjadi kudus dan bijak, pastinya harus menetapkan
sikap yang benar.
Saya pergi ke Shenzhen pada
tanggal 15 Maret tahun lalu, untuk memberikan seminar kepada guru dan orang tua
murid setempat. Keesokan harinya, guru setempat meminta saya untuk memberikan
pengajaran kepada anak-anak TK mereka, maka saya mengajar mereka《Di Zi Gui》. Lalu saya berjalan
memasuki kelas, saya berkata bahwa para
siswa sekalian, hari ini kita
belajar《Di Zi Gui》. Anak-anak secara serentak berkata: Pak guru, kita semua
sudah pernah belajar itu, bahkan kita sudah bisa menghafalnya. Teman-teman
sekalian, belajar《Di Zi Gui》memberikan anak-anak ini apa? Memberi anak-anak tersebut
merasa bahwa "Saya dari dahulu sudah bisa menghafalnya, saya sudah
menguasainya", memberinya arogansi, dan bukan kerendahan hati.
Jadi bimbingan awal dari guru terhadap
anak sangatlah penting.
Lalu saya menuliskan sebuah
aksara di papan tulis, "Dào" dari kata dào dé (budi pekerti), saya juga tidak langsung
berdebat dengan mereka, maka saya menulis sebuah aksara "Dào". Saya berkata
bahwa anak-anak sekalian, budaya Tiongkok sangat luas dan mendalam,
aksara Tiongkok adalah satu-satunya aksara di dunia yang di dalamnya dapat
mencerminkan serta menyiratkan filsafat hidup dan kebijaksanaan hidup, hanya
aksara Tiongkok. Lalu saya menjelaskan bahwa aksara ini disebut aksara berasas
paduan makna, bila kamu melihat kata ini, kamu dapat merasakan hakikat yang tersirat di dalamnya.
Bagian kirinya adalah "Chuò", bagian kanannya
adalah "Shǒu" dari kata shǒu xiān (pertama
kali), aksara ini memberitahu kita bahwa orang yang benar-benar
berbudi pekerti adalah yang pertama kali
mampu mempraktikkan ("Chuò" ini adalah praktik),
yang pertama-tama dapat melakukan, yang dapat mempraktikkan, barulah merupakan
orang yang berbudi pekerti. Jadi kita belajar《Di Zi Gui》adalah untuk menjadi orang
yang berbudi pekerti, siswa-siswa sekalian, ayat mana dari《Di Zi Gui》yang sudah kamu laksanakan?
Tadinya mereka mengangkat kepalanya sangat tinggi, setelah mendengarkan, tiba-tiba
berpikir di sana, "orang tua memanggil,
menyahut tanpa tunda", kemarin baru saja membantah perkataan ibu, sehingga
langsung mulai introspeksi.
Lalu saya
pun memakai ayat dalam《Di Zi Gui》, ayat demi ayat untuk memberitahu mereka
bagaimana menerapkan dalam kehidupan keluarga. Ketika salah seorang anak
kembali ke rumahnya, malam itu juga dia menulis buku hariannya, kalimat
pertamanya adalah, "Hari ini Guru Cai datang mengajar kami, Guru Cai
berkata bahwa《Di Zi Gui》harus dilaksanakan, tidak hanya untuk dihafalkan".
Teman-teman sekalian, anak ini menulis dalam
buku hariannya, pertanda sikap tersebut sangat berkesan baginya, kesan tersebut
mungkin akan memengaruhinya seumur hidup. Oleh karena itu, pendidikan ada
mantra tiga kata, harus "waswas pada permulaan", bila
ia saat mulai belajar ilmu telah mementingkan
pelaksanaan
nyata, maka kemampuan ikhtiarnya pasti akan tidak sama dengan
orang lain. Selain itu ada seorang siswa setelah belajar, kembali ke rumah
sangat serius, pada hari berikutnya ia berdiri di depan pintu kamar orang
tuanya, menunggu orang tuanya keluar. Begitu orang tuanya keluar, ia membungkuk
dan memberi salam dengan berkata: Ayah dan ibu, selamat pagi, semalam tidurnya
nyenyak tidak? Ayah dan ibunya tiba-tiba merasa terperanjat, segera menelepon ke
TK-nya, ia berkata: Apa yang terjadi kemarin?
Mengapa anakku hari ini bisa mengucapkan salam
dan menanyakan kabar kami? Guru tersebut lalu mengatakan bahwa kemarin kita belajar
sampai "pagi memberi salam, sore memberi ketenangan". Jadi sebenarnya
anak gampang diajar tidak? Sangat
gampang diajar, hanya kita yang tidak mengajar.
Di Shantou ada seorang anak,
ia baru berusia tujuh tahun, kebetulan Shantou ada banyak guru yang mengajar《Di Zi Gui》secara sukarela. Setelah
mengajar satu atau dua bulan, guru tersebut membuat sebuah kegiatan,
juga mengadakan pertukaran dengan orang tua murid,
maka ia mengatur agar setiap anak maju ke depan
untuk berbagi, perubahan apa
yang
terjadi padanya setelah belajar selama satu atau dua bulan tersebut. Lalu anak
berusia tujuh tahun tersebut naik ke atas panggung, pada kalimat pertamanya, ia
berkata: Setelah saya belajar《Di Zi Gui》baru tahu bahwa jadi orang ternyata harus berbakti.
Teman-teman sekalian, kalimat ini sangat
menarik, "Ternyata harus
berbakti", jika orang tidak belajar, maka tidak tahu
hakikat, jika orang tidak belajar, maka tidak tahu kebenaran. Jadi
sekarang banyak orang tua murid sangat gusar: Mengapa anak ini begitu
tidak mengerti masalah, ini saja tidak tahu! Dia benar-benar ini saja tidak
tahu, karena tidak diajar. Jadi kita harus memahami bahwa hakikat apa yang niscaya
harus
segera diajarkan.
Anda lihat anak ini, Anda
langsung memberitahu dia "pagi memberi salam, sore memberi
ketenangan", hari berikutnya dia langsung melaksanakannya. Dan orang
tuanya tahu untuk segera menelepon ke sekolah, tindakan ini menandakan dia sangat perhatian
dengan perkembangan anaknya, ia memahami bahwa untuk mengajar anaknya dengan baik, yang sangat penting adalah
harus ada kerja sama antara orang tua murid dan guru, jadi orang tua tersebut
mempunyai kepekaan terhadap pendidikan. Andai dia merasa sangat aneh,
kemudian menyentuh dahi putrinya dan berkata: Nak, apakah hari ini kamu demam,
mengapa begitu bersopan
santun? Andai berbuat begitu, maka
mungkin dapat membunuh rasa bakti serta niat belajar anak tersebut. Oleh karena
itu, ketika anak Anda mempelajari《Di Zi Gui》, kembali ke rumah
membantumu menenteng air untuk mencuci kaki, Anda harus bagaimana? Anda
sebaiknya jangan mengatakan: Jangan begitu repot, nanti kamu tersiram air panas
bagaimana? Anda lihat, peluangnya untuk belajar sudah
dirusak oleh Anda. Jadi sebagai orang tua murid kita harus mengerti untuk berkoordinasi dengan guru, harus mengerti
untuk memenuhi niat bakti anak Anda, memenuhi niat
moral anak Anda.
Ada seorang ibu berkata, dia
mengatakan bahwa anaknya begitu kecil, nanti ia menumpahkannya bagaimana? Saya
berkata kepadanya, tertumpah malah lebih baik. Dia sangat
heran, mengapa tertumpah lebih baik? Karena ketika ia menumpahkannya, selain
Anda telah memenuhi rasa baktinya, tepat di tempat, Anda juga dapat menggunakan
peluang ini dan berkata dengannya: Nak, niat kamu ini, ibu sangat
terharu, begitu kecil sudah dapat berbakti, hari ini kita harus berpikir,
mengapa kamu bisa menumpahkan airnya, pasti karena kedua tanganmu tidak mengambilnya
dengan seimbang, lain kali harus mengambil dengan seimbang maka tidak akan tertumpah, mari
kita bersihkan lantainya bersama-sama. Anda pada
waktu bersamaan mengajarinya cara untuk mengambil barang, juga pada saat yang
sama mengajarinya cara untuk membereskan keadaan ini, memberikan sentuhan
akhir terhadap masalah. Oleh karena itu, kita sebagai orang tua murid jangan
terlalu banyak pertimbangan, juga jangan terlalu
banyak ketidakrelaan, karena membiarkan anak banyak bekerja, dia barulah
dapat banyak belajar dan banyak merasakan. Baik! Pelajaran kita kali ini sampai
di sini saja, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar