Senin, 27 Februari 2017

Episode 19

Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – PenjelasanDi Zi GuiSecara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu pada tanggal 19 Februari 2005 (Episode 18)

Teman-teman sekalian, selamat sore semuanya! Kita tadi pagi membahas tentang:
Zhǎng Hū Rén. Jí Dài Jiào. Rén Bú Zài. Jǐ Jí Dào.[Yang tua memanggil orang. Lekas membantunya memanggil. Orangnya tidak ada. Diri kita lekas sampaikan.]
Tindakan ini sangat penting, dan dapat dipergunakan secara luas, yakni etiket penerimaan, etiket penerimaan tamu. Mari kita lihat di dalam keluarga sekarang, anak-anak sekarang bisa menerima tamu tidak? Andaikata kebetulan tante datang, anak sedang bermain komputer di sana, dia akan bagaimana? Dia akan mengeluarkan suara nyaringnya: Ma, tante datang! Kaya begitu bagus tidak? Kalau terbiasa, dia pun sangat menyepelekan dan sangat sembrono, karena menghormati tetua berada di urutan kedua, apa yang paling penting? Permainan saya paling penting. Lama kelamaan, rasa hormat pun akan hilang. Jadi harus diajar. Siapa yang pernah mengajari anak untuk menerima tamu, angkat tangannya? Baik. Hal ini mempengaruhinya sangat mendalam, andaikan tata krama anak ini tidak dipelajari dengan baik, mungkin di sekolah dan tempat kerjanya di kemudian hari akan timbul kecanggungan.
Kami pun pernah mengajar anak-anak, dilatih satu per satu, bagaimana menerima tamu. Oleh karena itu, ayat ajaran tersebut tidak hanya dijelaskan saja, masih perlu menuntun anak untuk mengoperasikannya dengan nyata; lalu juga bukan mengoperasikan sekali atau dua kali, harus memintanya berlatih berulang-ulang, ia pun akan bisa karena biasa. Kebetulan suatu pagi, anak-anak semuanya sudah menguasainya, juga pengaturan yang luar biasa, saat makan siang kedatangan seorang tante. Alhasil sebelum dia masuk ke dalam ruangan kelas, semua anak yang tadinya sedang makan, seluruhnya berhenti, meletakkan mangkuk dan sumpitnya, untuk apa? Berlomba-lomba untuk menerima tamu. Jadi sebenarnya saat ia mampu mempelajari sesuatu untuk diterapkan, ia akan belajar dengan sukacita. Tante tersebut berjalan sampai depan pintu, enam anak membentuk satu baris, memberi salam bungkuk pada waktu bersamaan seraya berkata: Selamat datang! Tante tersebut tidak berani masuk, ia berkata: Saya jadi tersanjung! Tidak pernah disambut dengan etiket yang begitu meriah. Lalu dia berkata lagi: Andaikan anak-anak generasi berikut semuanya begitu, kita pun akan sangat lega.
Setelah itu, saat tamu ingin masuk, kita mengajar mereka untuk menempatkan sandal. Bagaimana menempatkan sandal? Harus ditempatkan di mana tamu sekali masuk ke dalam langsung bisa memakainya. Jadi teman-teman sekalian, setiap tindakan etiket, sebenarnya adalah menempatkan diri untuk berpikir demi orang lain, rasa belas kasihnya juga sedang diterapkan pada detail-detail kecil dalam kehidupan. Oleh karena itu, sandal juga harus ditaruh demikian agar orang dapat langsung memakainya. Tante masuk ke dalam, mereka pun berkata: Tante, silakan duduk, saya pergi ambilkan segelas air. Lalu mempersilakan tante untuk duduk dahulu, kemudian berkata: Tante silakan minum teh, saya pergi panggil ibu saya kemari. Ini adalah etiket penerimaan tamu, harus dipelajari di dalam keluarga.
Selanjutnya, saat di sekolah, kami melihat guru kelas sebelah masuk ke dalam kelas kami, anak-anak setelah melihatnya, dia akan bagaimana? Dia juga mungkin berdiri di tempat lalu mengeluarkan suara nyaringnya: Guru, guru kelas sebelah mencarimu. Hal ini tidak sesuai dengan sikap yang sopan. Jadi ini juga harus diajarkan kepada siswa, mengajarkan mereka harus terlebih dahulu: Guru, Anda tunggu sebentar, saya pergi panggilkan guru kami kemari. Setelah berkata kepada guru, barulah membawa guru kemari, yakni harus melaksanakan pekerjaan dari awal hingga akhir dengan baik. Sebetulnya ketika ia sedang menerapkan etiket, kesabaran dan kekaleman seorang anak pun dalam proses penerapan etiket tersebut, terus-menerus tumbuh dan berkembang.
Mari kita lihat, di dalam suatu perusahaan, andaikan ada orang yang datang mencari temannya ataupun mencari atasan kita, pada umumnya orang saat menghadapi situasi ini akan bagaimana? Andaikata mencari manajer, manajer mungkin sedang rapat, lalu berkata: Ingin cari manajer, beliau di dalam. Begitu baik tidak? Kebetulan tamu tersebut berjalan masuk, alhasil di dalam sedang rapat, sekali pintunya dibuka, maka akan timbul keadaan apa? Sangat canggung. Rapat setengah jalan, tidak tahu harus meneruskan rapat, atau harus menerima tamu? Hal ini sangat tidak sopan. Andai atasan tersebut sekali usut, siapa yang menerima tamu? Dan andai keadaan tersebut terjadi berulang-ulang kali, mungkin saja pekerjaan itu pun sulit dipertahankan, karena menyukseskan tidak mampu maka mengagalkan pun lebih dari cukup. Menghadapi keadaan tersebut, seharusnya terlebih dahulu meminta tamu "Silakan duduk", tuangkan secangkir minuman untuknya, "Coba saya lihat terlebih dahulu apakah manajer sedang sibuk, Anda tunggu sebentar". Setelah sampai, sekali lihat sedang rapat, maka meminta arahan, mengatakan mungkin sepuluh menit atau dua puluh menit lagi, baru datang untuk berbicara dengannya, supaya hati sang tamu juga ada persiapan. Oleh karena itu, selalu sesuai dengan etiket, pun selalu membuat orang lain merasa sangat nyaman.
Etiket penerimaan tersebut, bukan hanya di rumah, di sekolah, di dalam perusahaan, bahkan di instansi pemerintah. Dan tamu yang diterima oleh instansi pemerintah itu siapa? Kemungkinan besar adalah orang penting dari setiap negara, ataupun rakyat dari negara mereka. Andaikan pegawai negeri sipil instansi pemerintah semuanya tidak sesuai dengan etiket, maka mungkin akan membuat malu sampai ke luar negeri, dan juga akan membuat rakyatnya sendiri kehilangan keyakinan terhadapnya. Oleh karena itu, tata krama benar-benar sangat penting, barulah Konfusius mengatakan "tidak belajar etiket, tidak mampu bertegak", sangat sulit menegakkan kaki dengan baik di masyarakat dan organisasi. Oleh karena itu, ayat ini pun dapat kita artikan sebagai etiket penerimaan. Ayat berikutnya, mari kita bacakan bersama:
Chēng Zūn Zhǎng. Wù Hū Míng. Duì Zūn Zhǎng. Wù Xiàn Néng. Lù Yù Zhǎng. Jí Qū Yī. Zhǎng Wú Yán. Tuì Gōng Lì. Qí Xià Mǎ. Chéng Xià Jū. Guò Yóu Dài. Bǎi Bù Yú
[Terjemahan harfiah:
"Sapa yang tua. Jangan sebut nama. Terhadap yang tua. Jangan unjuk kemampuan. Jalan temu tetua. Lekas hampiri salam. Tetua tiada pesan. Mundur dengan hormat. Turun dari kuda. Turun dari kereta. Sabar tunggu lewat. Hingga ratus langkah."
Terjemahan:
"Menyapa yang lebih tua. Jangan menyebut namanya. Berhadapan dengan yang tua. Jangan mengunjuk kemampuan. Di jalan bertemu tetua. Lekas hampiri beri salam. Tetua tidak berpesan. Mundur dengan hormat. Turun dari kuda. Turun dari kereta. Sabar menunggunya lewat. Hingga ratusan langkah."]
Sapa yang tua, jangan sebut nama, menyapa yang lebih tua, jangan memanggil namanya secara langsung, itu sebenarnya juga sebuah rasa hormat. Saya ingat saat menyapa dua kakak saya di dalam rumah, pun memanggil kak sulung, kak dua. Tiba-tiba ada teman ataupun teman sekelas bertanya kepada saya: Kakakmu namanya siapa? Ketika kami mengucapkan keluar nama kakak, seluruh tubuh tidak nyaman, kayanya sedikit tidak hormat. Jadi jangan meremehkan sebutan ini, lama-kelamaan, semakin panggil semakin dekat, panggil "kak", "bang", benar-benar dalam sebutan tersebut, antarmanusia akan semakin lama semakin intim. Tetapi andaikan menyapanya dengan nama, misalnya suami istri saat saling menyapa, pun memanggil nama lengkap dengan tiga aksara, lama-kelamaan, suasana akan semakin lama semakin dingin, bahkan akan semakin lama semakin berkobar. Jadi sebutan ini, kita juga seharusnya menyapa tetua dengan sebutan "paman","pakde", dan "tante". Masuk ke masyarakat, kita juga harus misalnya "Manajer Chen", "Direktur Chen", menyapanya demikian. Orang setelah mendengarkannya merasa nyaman, juga tidak sampai menyinggung perasaan orang.
Anak-anak zaman sekarang, di rumahnya dan di sekolah juga harus menerapkan sikap tersebut. Rekan kerja, misalnya kami sebagai guru, antara rekan kerja, di hadapan anak-anak jangan langsung memanggil "Guru Lixu (nama)", ataupun "Guru bla bla bla", jangan sebut begitu, karena itu pun juga namanya menyebut nama guru. Bagaimana cara menyebut yang seharusnya? "Guru Chen (marga)", "Guru Cai (marga)", itu juga merupakan peragaan kepada anak-anak. Meskipun antara kita orang dewasa dalam sebutan boleh lebih akrab, namun anak-anak masih harus belajar sikap rendah hati dan hormat sejak kecil, kita sebagai guru juga dapat memperhatikan bagian-bagian mendetail tersebut. Ini adalah "menyapa yang lebih tua, jangan menyebut namanya".
Karena budaya barat masuk timur, orang barat menyebut orang tua mereka pun langsung memanggil namanya, sangat banyak orang pun berpikir bahwa bulan di dunia barat jauh lebih bulat. Kami ada seorang teman, ia setelah melihat beberapa buku pun berkata bahwa boleh langsung memanggil nama, lalu pun menyuruh putrinya memanggil langsung nama sang ayah dan ibu. Setelah memanggil beberapa tahun, kebetulan saya pergi ke Haikou untuk mengajarDi Zi Gui, dia baru tahu itu salah! Putrinya sudah duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi saat berbicara dengannya, saat itu pun susah untuk mengajarnya. Oleh karena itu, sebutan adalah untuk memupuk sikap menghormati senioritas, etiket ini juga tidak boleh ditiadakan.
Ayat berikutnyaterhadap yang tua, jangan unjuk kemampuan, kami pagi hari ini juga telah membahas, anak saat mengembangkan bakatnya, kami harus membimbingnya, apa tujuan dari berbakat? Belajar begitu banyak bakat, tujuan pokoknya untuk apa? Teman-teman sekalian, Anda membawa anak-anak untuk belajar begitu banyak kepiawaian, untuk apa? Ini sangat penting, tujuan Anda pun akan membimbing anak untuk berjalan menuju ke arah tersebut.
Saya ada seorang siswa, dia mengikuti kursus sampai empat mata pelajaran, siswa kelas enam SD. Saya pun berpikir, asalkan dia di kelas mendengarkan dengan serius, pasti tidak perlu kursus begitu banyak, saya pun mencarinya kemari untuk berkomunikasi dengannya. Saya bilang: Kamu kursus empat mata pelajaran terlalu banyak, bagaimana kalau kamu kursus dua mata pelajaran saja. Alhasil gadis kecil itu berkata: Guru, tidak bisa, orang di gang rumah kami semuanya kursus empat mata pelajaran. Anda lihat tujuan anak-anak pergi kursus untuk apa? Yang lainnya semua begitu, saya tidak boleh kalah dengan orang. Hal yang sama, sekarang belajar begitu banyak kemahiran, apa tujuannya? Orang lain bisa piano, saya tidak boleh tak bisa; orang lain bisa menari, saya tidak boleh tak bisa. Andaikan hanya ingin membandingkan dengan orang lain, jaga gengsi, maka setelah anak mempelajari kemahiran tersebut, bukan hanya tidak ada manfaat yang besar, karena pembelajarannya terlalu rumit maka belajarnya tidak mantap; bukan hanya tidak bermanfaat, bahkan mungkin bisa tercemar oleh tradisi kebatilan tersebut, setelah belajar, sering ingin pergi memamerkannya kepada orang lain. Oleh karena itu, sikap kita sebagai orang tua amat sangat penting.
Pagi tadi kami juga ada mengatakan, andaikan ia belajar seni, kita seharusnya membimbing dia untuk mempunyai tekad. Bakat dari mempelajari seni tersebut harus menciptakan berkah bagi khalayak ramai, bak pepatah masyarakat dan negara itu, seharusnya adalah kumpulan yang saling membantu, setiap orang mengabdikan kemampuan dan bakatnya demi kepentingan umum. Jadi kami akan membimbingnya, kamu lihat ada begitu banyak, misalnya lagu yang dikarang oleh Bapak Li Shutong, sampai sekarang masih terus-menerus membentuk perangai manusia. Kamu ingin belajar musik, juga harus seperti Bapak Li Shutong, harus menetapkan tekad yang tinggi, harus bisa "mengalihkan adat dan tradisi, tiada yang sebaik musik", menggunakan musik untuk memperbaiki iklim sosial. Ketika kita membimbingnya demikian, ia pun memiliki tekad, saya yakin pembelajarannya pasti akan berbeda dengan orang lain. Ketika ia hanya untuk pamer, anak itu saat mempelajari bidang bakat tersebut, pasti akan mengalami rintangan dan tidak dapat menembusnya. Karena saat dia suka banding-membanding dengan orang lain, dia pun khawatir perolehan dan takut kehilangan, emosional akan sangat parah, di kemudian hari pun sulit untuk meningkat. Namun saat dia mempunyai tekad, ia akan terus-menerus menyemangati diri untuk maju, jadi tekadnya telah menentukan seluruh kunci keberhasilan.
Kami diBidal Mengurus Rumah Tangga Zhu Ziada menyebutkan, seharusnya menetapkan tekad belajar pada apa? Kudus dan bijak. Orang sekarang menetapkan tekad belajarnya pada apa? Uang. Jadi Anda lihat orang-orang yang belajar pun belajar dengan penuh penderitaan, belajar sampai emosi setengah mati, karena hasil ujiannya tidak bagus. Target tersebut sudah keliru. Hal yang sama, sangat banyak orang yang belajar seni, menetapkan tekad seninya pada apa? Jadi ikhtiarnya tidak mungkin terus meningkat. Kita harus menangkap dasarnya. Apakah tujuan belajar dari Fan Zhongyan? Ingin menemukan dan menguasai suatu peluang untuk dapat melayani rakyat. Jadi suasana hatinya tersebut dibandingkan dengan orang yang belajar hanya demi ketenaran, efek belajarnya sama atau tidak? Jelas tidak sama. Pendidikan harus "waswas pada permulaan", waswas pada saat awal, kita membimbing anak untuk belajar bakat dan keterampilan, juga harus memiliki konsep yang tepat.
Oleh karena itu, tidak boleh "mengunjuk kemampuan" itu mengembangkan sikap kerendahan hatinya. DalamKitab Perubahanmenyebutkan "heksagram kerendahhatian, enam garisnya mujur semua", di dalamKitab Perubahanjuga menyebutkan "sombong mengundang musibah, rendah hati mendapat manfaat". Enam puluh empat heksagram di dalamKitab Perubahan, masing-masing heksagram mempunyai campuran mujur dan malang, hanya satu heksagram yang keenam susunan garis semuanya mujur, hanya "Heksagram Qiān" saja. Jadi seorang anak yang mampu berendah hati, dia itu bisa ke manapun tiada yang tidak lancar. Di dalamEmpat Nasihat Liao Fanyang berisi empat bab filsafat hidup yang sangat penting tersebut, pada bab keempatnya mendeskripsikan manfaat dari rendah hati. Bapak Yuan Liaofan saat itu mengikuti ujian, dan juga pernah mengikuti beberapa kali ujian doktor. Setiap kali sebelum ujian dimulai, beliau mencermati teman-teman yang mengikuti ujian, beliau akan menemukan beberapa dari mereka sangat rendah hati, cahaya rendah hati berpancaran, sangat hormat terhadap orang, sangat bersahaja. Meskipun usia teman-teman tersebut sangat muda, tetapi beliau pun merasa mereka pasti akan lulus ujian, alhasil ternyata benar hasil ujiannya, orang yang rendah hati semuanya lulus ujian.
Oleh karena itu, kita dari kecil juga harus selalu memperingatkan anak untuk senantiasa berendah hati. Karena biarpun setinggi apapun bakat kita sekarang, apakah bakat tersebut terbentuk berkat diri sendiri? Bukan! Yakni dalam proses perkembangan, sangat banyak sekali orang yang memberikan kita perawatan dan tuntunan. Jadi semakin berbakat, kita seharusnya lebih bisa mensyukuri sumbangsih begitu banyak orang kepada kita, mempunyai suasana hati tersebut maka secara alami tidak akan arogan. Jadi "berhadapan dengan yang tua, jangan mengunjuk kemampuan".
Ayat berikutnya,jalan temu tetua, lekas hampiri salam, tetua tiada pesan, mundur dengan hormat. Bertemu tetua di jalan, kita pun harus berinisiatif ke sana untuk menyapanya. Kami sendiri selaku tenaga pendidik, saya pun pernah mendengar ibuku bilang, katanya: Beberapa siswa (siswa yang pernah diajar) nampak beliau di jalan, segera mengelak, tidak berjalan kemari. Teman-teman sekalian, alasan apa yang menyebabkan keadaan tersebut? Tentu saja ada banyak sekali keadaan, misalnya kita sebagai guru tidak cukup dekat dengan anak-anak, sehingga mereka semuanya lari. Juga mungkin saja anak tersebut dari kecil tidak terbiasa memberi hormat kepada orang dewasa, dan saat ia tidak berinisiatif untuk memberi hormat kepada orang dewasa, maka tidak akan mengerti tata cara manusia dan dunia. Jadi kita harus memberitahu anak, bertemu tetua niscaya harus menghampirinya untuk menyapa dengan salam bungkuk, ini adalah etiket saat bertemu.
Teman-teman sekalian, salam bungkuk gampang tidak? Sekarang minta Anda memberi salam bungkuk sembilan puluh derajat, mungkin sangat banyak orang akan tidak terbiasa. Di Shenzhen ada sebuah TK, melatih anak-anak memberi salam bungkuk selama hampir satu atau dua bulan pun masih terus berbuat demikian, ingin supaya gerakan ini terinternalisasi menjadi rasa hormatnya. Ada seorang anak, ibunya ada tiga kakak beradik, ayahnya empat kakak beradik, alhasil hanya ada satu anak kecil; yakni kakak beradik dari ibunya tidak mempunyai anak, kakak ayahnya juga tidak punya anak, ia adalah satu-satunya. Begitu banyak orang yang merawatnya, jadi teman-teman sekalian, anak tersebut gampang diajar tidak? Sulit diajar! Kok kalian tahu? Masih ada kakek, nenek, opa, oma, begitu banyak orang dewasa yang memanjakan. Suatu hari kakeknya mengatakan di hadapan para tetua, katanya: Melihat cucu ini bagaikan melihat saya, apa yang dikatakan anak ini bagaikan yang dikatakan saya, siapa yang memukulnya berarti memukul saya. Keadaan semacam berlanjut, anak tersebut akan bagaimana? Mungkin akan merasa tak tertandingkan. Oleh karena itu, andaikan tetua tidak tahu bagaimana untuk mengajar anak, benar-benar ialah sayang yang mampu mencelakai. Jadi mari kita lihat, anak sekarang sulit diajar, apa yang menjadi penyebabnya? Dimanjakan.
Orang tuanya melihat keadaan tersebut, kebetulan juga ada kesempatan untuk mulai belajarDi Zi Gui, merasa keadaan itu tidak pantas, harus membawa anaknya pulang. Suatu kali saat anak tersebut makan, hidangan di atas meja sedikit sekali, dia langsung menggunakan kakinya untuk bertumpu di meja, mendorong ke belakang dan berkata: Hidangannya terlalu sedikit, saya tidak mau makan. Begitu betul tidak? Tidak betul! Tetapi sangat normal, karena mereka begitu memanjakannya, sudah memanjakannya menjadi kaisar cilik. Kaisar saat makan perlu berapa hidangan? Seratus! Kok Anda begitu jelas. Jadi hidangan terlalu sedikit, ia pun tidak mau makan. Ibunya setelah membawanya pulang, suatu pagi, memasak bubur yang sangat bergizi untuknya, alhasil ia berkata kepada ibunya: Saya hanya makan mi, tidak makan bubur. Ibunya juga tidak emosi dengannya, karena "es membeku tiga kaki, bukan karena kedinginan satu hari", kebiasaan buruk yang telah terpelihara, sekarang harus mempunyai kesabaran untuk memperbaikinya. Jadi dia berkata: Kamu tidak mau makan, baik, lupakan saja. Alhasil pada pukul sembilan, ia berkata lagi kepada ibunya bahwa dia lapar, ibunya membawa keluar lagi semangkuk bubur tadi, dia masih tidak mau makan. Sekarang banyak sekali anak yang sangat keras kepala, harus bagaimana? Jangan berkeras dengannya, harus terus mengikisnya. Dia tidak mau makan maka disimpan lagi. Jam setengah sepuluh ia sudah lapar setengah mati, bubur itu dihidangkan, dia pun melahap dengan nikmat, setelah makan ia berkata: Lumayan lezat juga ya. Betul!  Dia tidak pernah tahu penderitaan fana.
Lalu menyekolahkannya ke TK, sang ayah dan ibu juga sangat berusaha untuk berkoordinasi dengan guru, pun mengajar anaknya memberi salam bungkuk. Ibunya membawanya pergi,  saat bertemu guru, harus memberi salam bungkuk kepada guru, anak itu pun berdiri diam tidak bergerak, seorang anak laki-laki. Lalu ibunya mulai memberi salam bungkuk kepada guru sambil berkata: Kamu lakukan seperti mama. Sang ibu memberi salam bungkuk hampir sepuluh kali, anak tersebut teguh tak tergoyahkan. Tetapi karena harus pergi ke kantor, ibunya pun terburu-buru harus pergi, setelah sampai di gerbang komunitas maka merasa ada yang tidak benar, pendidikan harus waswas pada permulaannya, pada permulaan tidak mengajarnya sampai bisa, di kemudian hari ingin mengajarnya akan semakin lama semakin sulit. Maka dia membuat sebuah panggilan telepon kepada suaminya, suaminya segera bergegas kemari, suami istri sama-sama berjalan ke hadapan anak, berkata: Sekarang ayah mengajarkanmu memberi salam bungkuk, memberi salam bungkuk kepada guru. Lalu ayahnya pun terus-menerus memberi salam bungkuk, juga tidak tahu berapa kali memberi salam bungkuk, anak tersebut yang berdiri di sana pun mulai menangis. Ketulusan hati sang ayah, telah melelehkan hatinya yang sangat keras tersebut, saat itu juga anak tersebut pun memberi salam bungkuk kepada guru. Dan saat tubuhnya sudi dibungkukkan, di kemudian hari pun sudah tidak sulit. Oleh karena itu, untuk mengajari seorang anak menjadi baik, kerja sama antara orang tua dan guru benar-benar sangatlah penting.
Sang ibu tersebut juga sangat punya kepekaan terhadap pendidikan, karena anak tersebut dimanjakan oleh begitu banyak orang, terhadap orang tidak ada rasa hormat, jadi dia juga selalu menjinakkan arogansi anak tersebut, berharap dia punya rasa hormat. Setiap kali saat meninggalkan komunitas mereka, karena di komunitas tersebut ada satuan pengamanan, ia pun menyuruh anaknya: Mari, beri salam dengan paman, ucapkan selamat pagi. Setiap kali anak tersebut pun tidak berkenan. Suatu kali ibunya pun berdiri di sebelah satpam tersebut, dan berkata kepada anaknya: Hari ini kamu tidak memberi salam bungkuk, maka kita tidak naik ke atas. Anaknya bersikeras tidak memberi salam bungkuk, dia pun mengatakan kepada anaknya, katanya: Hingga pemimpin negara, serta semua orang yang bekerja, setiap orang memiliki kontribusi kepada masyarakat, semuanya layak kami hormati; dan usia kalian begitu muda, masih perlu dirawat oleh orang tua, dan juga perlu dilayani oleh banyak orang, jadi kamu harus berinisiatif untuk berterima kasih dan memberi salam kepada paman. Ia pun mendidik anak tersebut di depan satuan pengamanan, saat anak mampu mendengar dan menerima hakikat tersebut, dan dapat memberi salam bungkuk kepada tetua, saya yakin sikap hormat yang terpelihara tersebut, akan punya manfaat tidak terbatas baginya seumur hidup.
Etiket saat bertemu, kita dapat menggunakan salam bungkuk. Lalu antara orang dewasa, sekarang umumnya menggunakan cara apa? Jabat tangan. Sebenarnya jabat tangan adalah etiket barat, umumnya di Tiongkok pun memberi salam bungkuk, tentu saja bertemu tetua kita harus "lekas hampiri beri salam", harus berinisiatif untuk memberi salam bungkuk. Anda tidak boleh dari jauh sudah melihat kakek, masih berjalan perlahan-lahan dan santai, itu pun tidak sopan. Terhadap yang lebih tua, kita boleh memberi salam bungkuk, kalau yang segenerasi, maka membungkuk dengan sangat alami. Kita menonton drama Korea "Sangdo", ketika Anda melihat mereka saat bertemu satu sama lain memberikan salam bungkuk, rasanya sangat nyaman. Bahkan nampak orang yang sangat tidak menyenangkan, mereka juga akan mengendalikan sedikit dan memberi hormat kepada orang lain.
Karena saat ini banyak sekali acara yang menggunakan jabat tangan untuk menyapa, lalu teman-teman sekalian, jabat tangan seharusnya memperhatikan hal-hal apa? Misalnya, siapa yang mengulurkan tangan terlebih dahulu lebih sesuai dengan etiket? Kita harus mempertimbangkan masalah "urutan", ini adalah jabat tangan. Kalau tetua dengan pemuda maka siapa yang mengulurkan tangan dahulu? Tetua mengulurkan tangan dahulu, barulah pemuda mengulurkan tangan, jika tidak kita pun memberi salam bungkuk juga boleh. Atasan dengan bawahan seharusnya siapa yang mengulurkan tangan terlebih dahulu? Atasan mengulurkan tangan dahulu. Andaikata Anda pergi ke perusahaan orang lain, nampak direktur utamanya, direktur utamanya masih belum mengulurkan tangan, Anda sudah mengulurkan: Halo! Halo! Orang lain tidak jelas siapa Anda, tangannya pun tidak diulurkan, bukankah sangat canggung? Oleh karena itu, saat menghadap ketua dari orang lain, juga menunggu atasan menjulurkan tangan dahulu, kita baru mengulurkan tangan. Urutan ini tidak boleh dibuat terbalik, jika tidak maka mungkin akan timbul keadaan yang canggung. Kalau pria dengan wanita maka siapa yang mengulurkan tangan dahulu? Wanita. Kalian semua sangat berpengalaman, betul, wanita mengulurkan tangan dahulu; jikalau sang pria mengulurkan tangan, orang lain tidak ingin berjabat dengan Anda, Anda juga sangat canggung. Ini adalah urutan.
Yang kedua, kita sewaktu berjabat tangan harus memperhatikan masalah "sikap". Berjabat tangan harus memperhatikan gerakan dan sikap apa? Marilah kita langsung peragakan, adakah teman yang mengajukan diri dengan berani, ayo ke depan untuk berjabat tangan! Teman yang  ini, ya Anda. Dalam hidup akan ada banyak bola perubahan, ketika Anda menerimanya, Anda harus sangat alamiah. Kita bertemu teman dan ingin berjabat tangan maka pertama kita harus memperhatikan pandangan mata, mata harus melihat pihak lain. Misalnya saya berjabat tangan dengannya, "Halo! Halo!". Pihak lain akan merasa bagaimana? Mengapa begitu tidak tulus! Keadaan ini benar adanya, karena dalam perjamuan, bertemu sangat banyak teman, saat berjabat tangan dengannya, mata melihat ke orang lain, berjabat ke sini, "Halo, halo", pikiran entah ke mana, sangat tidak tulus. Jadi mata harus menatap langsung pihak lain. Mari peragakan lagi: Halo!
Selain pandangan mata, juga harus memperhatikan tangan, tenaganya jangan terlalu kuat, jika tidak maka akan menyakiti tangan orang lain. Misalnya, saya pun mengenggam tangannya sangat kuat, "Halo, halo". Kemampuan menahannya lumayan hebat. Jadi "kekuatan" juga harus diperhatikan. Selanjutnya, posisi memegang juga harus tepat, misalnya banyak sekali orang saat mengenggam tidak cukup tenaga, seperti begini, "Halo, halo". Pernah melihat yang seperti ini? Semacam penyakit pekerjaan, hanya menyentuh tangan orang lain sedikit saja, ini juga tidak tulus. Seharusnya mengenggam kira-kira di posisi ini, begini sangat bagus. Selanjutnya, harus memperhatikan "waktu" mengenggam tidak boleh terlalu lama, jikalau Anda begini, halo, ia juga tidak tahu kapan Anda hendak melepaskannya. Terutama kita pria saat bertemu wanita cantik, poin ini lebih tidak boleh dilanggar. Ketika kita selalu dapat memperhatikan, maka orang lain berjabat tangan dengan kita akan sangat sukacita. Baik, terima kasih, beri tepuk tangan. Ini adalah saat berjabat tangan, juga harus selalu membuat orang lain merasa sangat nyaman.
Setelah berjabat tangan harus perkenalan, harus saling memperkenalkan. Urutan perkenalan ini sangat kebetulan, tepat berlawanan dengan urutan jabat tangan. Misalnya, Tetua mengulurkan tangan dahulu, baru pemuda yang mengulurkan tangan, maka saat perkenalan, memperkenalkan dahulu pemuda kepada tetua, memperkenalkan bawahan kepada atasan, memperkenalkan pria kepada wanita, urutannya kebetulan terbalik. Sebenarnya meskipun itu adalah sebuah etiket, tetapi coba kita bayangkan hari ini, saat Anda membawa temanmu untuk berkenalan dengan ayahmu, apakah Anda akan menuntun tangan ayahmu dan berkata: Ayah, mari, kita pergi kenalan dengan temanku. Begitu rasanya sangat aneh! Sebenarnya etiket itu adalah urutan yang kodrati. Mana ada yang membawa tetua untuk berkenalan dengan orang yang mungkin tinggi badannya masih separuh dari dirinya? Bukankah itu sangat aneh! Jadi etiket itu, di dalamCatatan RitusCatatan Musikada menyebutkan "etiket, urutan dari langit dan bumi", urutan serta aturan dari langit dan bumi yang sangat alamiah. Ini adalah keadaan yang perlu diperhatikan saat perkenalan.
Dalam proses perkenalan, kemungkinan orang lain juga akan menyerahkan kartu namanya kepadamu, dalam menyerahkan dan menerima kartu nama juga harus diperhatikan. Bagaimana menyerahkan kartu nama? Anda jangan mengeluarkan dari tempat kartu nama, Anda satu, Anda satu, demikian membuat orang merasa bagaimana? Kurang hormat terhadap orang lain. Ketika seseorang tidak menghormati orang lain, sebenarnya juga telah tidak hormat terhadap dirinya, jadi perkataan awam berbunyi "membuat malu dirinya sendiri", Anda tidak menghormati orang, pada kenyataannya sudah tidak menghormati sendiri. Kartu nama tersebut melambangkan Anda, mana boleh Anda menyerahkannya begitu sembrono! Jadi setelah mengambil satu kartu, lalu diserahkan dengan dua tangan; dan waktu menyerahkan seharusnya sisi mana yang menghadap ke teman? Sisi yang mana saat ia menerima bisa langsung melihatnya. Andaikan Anda menyerahkan terbalik, ia masih harus membaliknya untuk melihat. Detail ini juga selalu mencerminkan Anda selalu berpikir demi orang lain dalam segala aspek.
Saat Anda menerima kartu, niscaya harus dilihat terlebih dahulu. "Menyapa yang lebih tua, jangan menyebut namanya", tidak hanya terhadap yang lebih tua demikian, pergaulan antarmanusia pada umumnya, andaikan ia adalah manajer umum atau kepala seksi, kita pun menghormatinya dengan sebutan tersebut, dia juga akan merasa sangat sukacita. Oleh karena itu, Anda harus melihat marganya dahulu dengan baik, andaikata Kepala Seksi Chen, "Kepala Seksi Chen, apa kabar". Anda jangan mengambil kemari lalu juga tidak jelas apa marganya, tiba-tiba saat duduk dan ingin berbincang, baru terpikir bahwa tadi kelupaan, lalu mengeluarkannya kembali untuk dilihat, maka akan lumayan canggung.
Setelah mengambil kartu nama seharusnya diletakkan di mana? Anda mungkin boleh mengambil dompet dan memasukkannya. Banyak sekali orang yang langsung menaruhnya di atas meja, kebetulan saat sedang makan, sup tersebut tetes ke sana sini, mungkin pihak lain sekali lihat: Kartu nama saya! Apakah dia akan berbisnis dengan Anda? Apakah akan bekerja sama dengan Anda? Anda terhadap kartu nama saya begitu tidak hormat, mungkin memberinya kesan yang sangat tidak baik. Ketika kita selalu punya etiket, maka akan meninggalkan kesan yang sangat baik kepada orang lain, pun akan terbangun sebuah jembatan persahabatan dengan orang lain. Jadi etiket saat bertemu, juga tidak boleh kita abaikan Sejak awal tadi, kita telah membahas etiket penerimaan, kini kita membahas etiket saat bertemu.
"Di jalan bertemu tetua, lekas hampiri beri salam, tetua tidak berpesan, mundur dengan hormat", misalnya setelah kita selesai menyapa tetua, andaikan tetua tidak berpesan apa-apa, tunggu beliau pergi, kita pun baru boleh jalan, disebut "tetua tidak berpesan, mundur dengan hormat". Saat saya kuliah di universitas, sangat sedikit peluang untuk pulang ke rumah, dalam satu semester pun pulang tidak seberapa kali. Ketika kami masuk ke rumah, melihat ayah dan ibu, ini namanya "bertemu tetua", kami memanggil: Ayah, Ibu. Banyak sekali mahasiswa yang kembali ke rumah, dengan ibunya pun bagaikan bercelup kecap, setelah selesai mencelup, lebih sibuk dari biasanya di kampus, sibuk untuk apa? Mencari segerombolan teman. Apakah ada keadaan seperti itu? Anda lihat ayah dan ibu dengan tidak mudah menunggu Anda untuk kembali, mungkin ada banyak sekali yang ingin dibicarakan dengan Anda, kita pun mengabaikan perasaan orang tua dan tetua. Hal tersebut juga pernah saya buat, maka harus minta ampun dan bertobat.
Seharusnya setelah menyapa kedua orang tua, koper-koper diletakkan, segera datang kemari. Karena selama beberapa waktu tidak berbincang dengan Anda, tidak jelas dengan keadaan Anda, pasti akan ada banyak sekali kekhawatiran. Saat itu Anda pun duduk, baik menemani ibumu membaca buku, maupun menemaninya minum secangkir teh, waktu tersebut niscaya tidak boleh dihemat. Sangat banyak orang pun mengatakan: Biasanya tidak ada yang ingin dikatakan ibuku kepadaku. Karena Anda selesai menyapa pun langsung pergi, kata-katanya pun belum terendap cukup hingga terpicu keluar. Sebenarnya saat Anda sangat berniat, menemani orang tua dengan tenang, menemani orang tua untuk duduk sebentar, inspirasinya pun datang, secara alami ada banyak sekali hal yang dapat dikomunikasikan dengan baik kepada Anda. Jadi kita saat berbincang dengan tetua juga harus bersabar, menemani mereka untuk duduk sebentar, benar-benar sudah duduk sesaat, orang tua memang tidak ada hal yang dibicarakan, kita baru "tetua tidak berpesan, mundur dengan hormat".
Saya kembali dari Haikou, sore hari tersebut saya terlebih dahulu pergi menjenguk kakek saya. Setelah menjenguk kakek, malam hari pulang kembali, juga telah empat bulan lebih tidak berbincang bersama orang tua, jadi saya segera meletakkan semuanya, berbincang dahulu dengan ayah dan ibuku, sekali bincang pun bincang sampai dua hingga tiga jam. Dalam proses perbincangan tersebut, mengenai kehidupan dan keadaan kerja kami, pun dilaporkan secara mendetail kepada orang tua, supaya orang tua sangat lapang hati dengan apa yang kami laksanakan di sana. Jadi ayah saya, saya ingat pertama kali saya pulang kembali untuk melaporkan dengannya, beliau dalam proses mendengarkan, matanya ada tiga kali mengalirkan air mata. Karena beliau mendengarkan di tempat-tempat seperti Haikou dan Shenzhen, banyak sekali anak yang setelah belajar pun bersujud kepada orang tuanya saat kembali, air mata beliau setelah mendengarkannya pun tidak tertahankan. Lalu saat itu saya kembali ke Haikou untuk terus bekerja, pertama kali menelepon pulang, alhasil ayah saya pun berkata kepada saya: Kamu bekerja di sana, laksanakan dengan baik, tidak perlu khawatir hal-hal di rumah, hal-hal di rumah akan ayah urus dengan sangat baik. Ayah malah menenteramkan hati saya, berharap saya tidak usah sangsi.
Saya ingat saya juga menceritakan sebuah contoh kepadanya, yakni kami di Haikou ada seorang siswa, karena gurunya sangat serius mengajarkan merekaDi Zi Gui, jadi saat tahun baru ia pulang, ia pun ingin bersujud kepada orang tuanya, berterima kasih atas perawatan mereka selama setahun. Anak tersebut pun membuat dua cangkir teh, bersiap untuk keluar dari dalam ruangan, sebelum ia membawanya keluar, merasa jantungya berdebar-debar, sedikit tidak berani. Alhasil sebelum keluar, datanglah beberapa tamu, niatnya semakin urung, masih ada orang lain, menjadi semakin segan. Tetapi ia pun memberanikan diri, guru pun sudah mengajar, kita harus melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jadi pun membuka pintu, berjalan langsung ke hadapan orang tuanya, anak tersebut pun tiba-tiba berlutut. Semua anggota keluarga tadinya masih sedang mengobrol, anak tersebut sekali berlutut, segenap sunyi dan senyap, tidak tahu ada kekuatan apa, semua orang sangat kompak pun menutup mulutnya. Kemudian anak tersebut mengatakan: Terima kasih orang tua atas asuhannya selama setahun ini, di awal dari tahun ini, saya mendoakan orang tua sehat dan panjang umur. Maka bersujud tiga kali di depan orang tua. Alhasil tetua di samping setelah melihatnya pun sangat terharu, jadi anak-anak juga dapat memengaruhi orang dewasa.
Anak tersebut setelah kembali ke sekolah, menulis sebuah artikel, ia mengatakan bahwa ia sangatlah tegang saat ingin berterima kasih kepada orang tua, tetapi sekali dia meletakkan lutut ke lantai, tiba-tiba merasa otaknya segenap jernih dan sadar. Jadi menapakkan langkah pertama itu lebih sulit, tetapi asalkan Anda melangkah maju dengan berani, pelaksanaan Anda akan semakin lama semakin baik.
Ayat berikutnya,turun dari kuda, turun dari kereta, sabar tunggu lewat, hingga ratus langkah, ini menggambarkan tentang alat transportasi pada zaman dahulu, duduk di atas kuda, duduk di atas kereta. Ketika kita duduk di atas kuda bertemu tetua, maka seharusnya segera turun dari kuda, karena Anda duduk di atas kuda, bertemu kakekmu, lalu Anda seperti ini: Kakek, apa kabar? Itu sangat tidak sopan, harus segera turun dari kuda. Ataupun duduk di atas kereta, juga seharusnya turun kereta dahulu untuk memberi salam. Dikembangkan lebih luas, mungkin kebetulan Anda sedang sibuk, andaikata Anda sedang bermain komputer, tetua datang kemari, seharusnya bagaimana terlebih dahulu? Harus meletakkan dahulu, memberi salam dahulu. Selalu tidak melupakan rasa hormat tersebut.
Tetapi andaikan, misalnya sekarang duduk di dalam mobil, mobil sedang berjalan dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba nampak paman sedang membawa mobil, saat itu harus bagaimana? Boleh tidak menurunkan jendela mobil, dengan suara keras: Paman! Ini pun akan ada pertimbangan dalam keamanan. Oleh karena itu, belajar etiket harus fleksibel, tidak boleh belajar terlalu kaku. Mari kita lanjutkan membaca ayat berikutnya:
Zhǎng Zhě Lì. Yòu Wù Zuò. Zhǎng Zhě Zuò. Mìng Nǎi Zuò. Zūn Zhǎng Qián. Shēng Yào Dī. Dī Bù Wén. Què Fēi Yí.  Jìn Bì Qū. Tuì Bì Chí. Wèn Qǐ Duì. Shì Wù Yí.
[Terjemahan harfiah:
"Yang tua berdiri. Pemuda jangan duduk. Yang tua duduk. Suruh baru duduk. Depan yang tua. Suara harus rendah. Rendah tidak dengar. Juga tidak pantas. Hampiri mesti lekas. Mundur mesti lambat. Saat ditanya hal. Pandang jangan alih."
Terjemahan:
"Yang tua berdiri. Yang muda jangan duduk, Yang tua duduk. Disuruh barulah duduk. Di depan yang tua. Suaranya harus rendah. Rendah tidak kedengaran. Juga tidak pantas. Saat menghampiri mesti lekas. Saat mengundur mesti pelan. Ketika ditanyakan hal. Pandangan jangan beralih."]
Ayat yang sebelumnya masih belum selesai dibahas, "turun dari kuda, turun dari kereta, sabar menunggunya lewat, hingga ratusan langkah". "Sabar menunggunya lewat, hingga ratusan langkah" ini, kita dapat menjabarkannya menjadi apa? Etiket pelepasan tamu, mengantar pulang tamu. "Sabar menunggunya lewat, hingga ratusan langkah", yakni mengantar tetua, mengantar tamu, harus menunggu setelah mereka pergi barulah kita jalan. Dalam menjelaskan hal satu ini, saya akan membiarkan siswa untuk mengantar pulang tamu secara nyata, maka satu orang selaku tuan rumah, satu orang selaku tamu, lalu berjalan ke depan pintu, berkata: Selamat tinggal. Tuan rumah segera "bam" menutup pintu. Siswa yang lain pun segenap tawa dan bahak. Kemudian membuka kembali pintunya, pun menanyakan tamu tersebut, andaikan orang lain mengantarmu demikian, bagaimana perasaanmu? Dia mengatakan: Kayanya sangat berharap saya cepat-cepat pulang, lain kali saya tidak mau datang lagi. Jadi mengantar tamu, juga harus membuat orang merasa bagai bertamu serasa pulang kembali, merasa sangat tersanjung.
Kami pun secara langsung melalui pembahasan, selain praktik secara nyata, juga melalui pembahasan. Anak-anak sekalian, menurut kamu bagaimana mengantar pulang tamu lebih sesuai? Sangat banyak anak pun mulai berpikir, mengantarnya ke depan lift, setelah lift turun ke bawah, kita baru kembali. Dengan begitu hati tamu akan merasa bagaimana? Sangat hangat. Andaikan tidak ada lift? Kita pun mengantarnya sampai depan tangga, barulah kembali.
Orang zaman dahulu saat mereka mengantar pulang tetua dan guru, benar-benar pun telah melaksanakan "sabar menunggunya lewat, hingga ratusan langkah", yaitu melihat gurunya sudah menikung, tidak dapat melihat lagi sosok guru, beliau baru pergi. Saya pergi ke Australia untuk belajar, setelah belajar harus dipergunakan, jadi malam hari setelah guru selesai mengajar, kami pun sama-sama mengantar guru kembali ke tempat istirahatnya. Saya pun akan terus berdiri di sana, menunggu sampai guru telah memasuki ruangan, kami barulah pergi. Teman yang lain sangat aneh, mengapa saya berdiri terus di sana? Saya pun berkata kepadanya, "sabar menunggunya lewat, hingga ratusan langkah". Sebenarnya saat kami melaksanakan tindakan tersebut, hati kami benar-benar sukacita tak tertandingi. Karena dalam proses mengantar guru tersebut, di dalam benak kami tiada hentinya muncul apa? Muncul tayangan kehidupan kami, andaikan tidak bertemu guru, kebijaksanaan tidak terbuka, kegelisahan tiada henti! Dikarenakan ajaran sedikit demi sedikit dari guru, kami barulah mampu dalam kehidupan ini dapat memiliki pertumbuhan yang begitu banyak. Oleh karena itu, dalam proses mengantar guru dengan pandangan, pun terkandung hati yang bersyukur, menghargai takdir guru dan siswa tersebut. Jadi orang zaman dahulu, interaksi antarmanusia sangat penuh integritas kasih, dikarenakan integritas kasih tersebut, barulah bisa menuliskan banyak sekali puisi yang sangat menyentuh. Sesi pelajaran kita ini sampai di sini dahulu, terima kasih semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar