Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – Penjelasan《Di Zi Gui》Secara Mendetail"
oleh Guru Cai Lixu pada
tanggal 19 Februari 2005 (Episode 18)
Teman-teman sekalian, selamat pagi
semuanya! Kemarin kita memasuki bab kedua
"di luar harus bersaudara" membahas "abang
harus mengayomi, adik harus menghormati, abang beradik harmonis, rasa bakti
terkandung dalamnya". Dengan perkataan awam, keluarga rukun
maka segala urusan pun
makmur, abang beradik sehati, tanah kuning pun menjadi emas. Benar-benar dalam
keluarga mempunyai suasana yang akur, tradisi keluarga pasti akan jaya, karier
juga akan makmur. Sangat banyak
anak setelah mendengarkan cerita orang kudus dan bijak zaman dahulu, mereka
juga melihat yang bijak berpikir menyamai,
setelah mendengarkan "Kong Rong Merelakan Pir", mereka kembali ke
rumah juga mulai meneladaninya.
Ada seorang kakak pun sangat murah hati, maka memberi adiknya makan pir,
kebetulan hanya ada satu pir, alhasil adiknya tersebut pun terus menggigit
dengan lahapnya. Ketika sudah menggigit sampai lebih dari setengah buah pir,
sang kakak sudah hampir tidak tahan lagi, lalu pun merebut kembali buah pirnya.
Sang ibu melihat fenomena tersebut, ia pun membuat
sebuah panggilan telepon kepada guru, ini adalah kerja sama orang tua dan guru yang sangat baik. Karena setiap ayat
ajaran, anak tidak mungkin berhasil dalam satu langkah, masih perlu bimbingan jangka panjang.
Keesokan hari
gurunya pun menceritakan sebuah kisah kepada mereka, pada zaman Dinasti Han ada
dua bersaudara, yang satu bernama Zhao Xiao, satunya lagi bernama Zhao Li, Zhao
Xiao adalah abangnya. Sangat malang si Zhao Li
ditangkap oleh bandit, abangnya setelah mengetahui, segera mencari keberadaan
pondok bandit, dan langsung menerobos masuk markas besar bandit tersebut, kebetulan
melihat bandit-bandit tersebut sangat lapar, sudah berencana menyembelih
adiknya untuk dimakan. Setelah melihatnya abangnya sangat cemas, maka berlari
ke hadapan para bandit tersebut, mengatakan pada mereka: Adik saya ada
penyakit, tubuhnya pun kurus, kalian jangan makan dia, makan saya, saya lebih
gemuk, tubuhku pun lebih sehat. Alhasil adiknya setelah mendengar abangnya
berkata demikian juga sangat cemas, maka dengan cepat mendorong mundur abangnya
dan berkata: Saya ditangkap oleh kalian adalah nasib saya, jadi saya dimakan
oleh kalian itu kepatutan, pastinya tidak boleh mengimplikasikan abang saya. Dua bersaudara pun di sana
berebut untuk mati, ingin mati demi pihak lain. Maka pada saat itu, para bandit
tersebut setelah melihatnya sangat terharu, maka itu pun melepaskan adiknya.
Jadi anak-anak sekalian,
Zhao Xiao dan Zhao Li bahkan rela mengorbankan apa demi saudaranya? Nyawa pun
rela. Lalu bolehkah kita demi sebuah apel dan sebuah pir pun bertengkar dengan
saudara kita? Kita harus berbuat meneladani semangat dari orang
kudus dan bijak kuno tersebut. Lalu Zhao Xiao dan Zhao Li, karena
semangat yang tidak ragu untuk mengorbankan nyawanya demi saudaranya tersebut,
tersiar ke telinga kaisar, kemudian kaisar pun mengangkat mereka berdua menjadi
pejabat untuk memerintah rakyat, jadi mereka punya berkah di belakang hari.
Mengapa kaisar mengangkat mereka untuk menjadi pejabat? Anda lihat, yang mengasihi saudara, pasti akan
berbakti kepada orang tua, mempunyai moral yang begitu baik, keluar
sebagai seorang pejabat pasti akan mencintai rakyat. Karena "mengajar
dengan bakti", ia bisa "menghormati semua orang di
dunia
yang berstatus ayah", akan menghormati semua orang tua yang ada di dunia
ini, "mengajar dengan persaudaraan", ia bisa "menghormati
semua orang di dunia yang berstatus abang", juga akan
menghormati saudara-saudari
dari setiap orang.
Oleh karena itu, kami juga
melalui poin pendidikan basis peluang
tersebut, memberi anak beberapa bimbingan, tentu saja saat anak memiliki penampilan yang sangat
bagus, kita
juga harus memberikan beberapa afirmasi.
Selain
itu ada seorang anak, kebetulan sandal temannya rusak, karena ia sendiri juga
memiliki sepasang sandal yang sedikit rusak, ia pun mengganti sandal lain yang
baru. Tetapi sandal yang
sedikit rusak itu, dia juga
tidak rela untuk membuangnya, pun meletakkannya di bawah
tempat tidurnya; mungkin ia pernah
belajar
"jangan jengkeli yang lama,
jangan menyenangi yang baru", sehingga ada ikatan dengan sandal
lama, dia tidak membuangnya, ditaruh di bawah tempat tidur.
Alhasil karena sandal temannya tersebut
telah rusak, tidak bisa dipakai lagi, guru
pun berkata kepadanya: Kamu pergi dan bawa kemari
sepasang sandal tuamu tersebut
untuk dipakai temanmu. Apakah ini namanya membantu teman?
Iya, kalau tidak teman tidak punya sandal untuk dipakai, musim dingin
sangat sejuk. Kemudian sekelompok guru kami
tiba-tiba
menemukan, sepasang sandal tua tersebut
ada di kaki anak tersebut, dan sepasang sandal baru tersebut
tak disangka ada di kaki temannya. Kami para
orang
dewasa juga dapat satu
pelajaran. Anda lihat ia benar-benar melaksanakan
"jika
harta benda diisepelekan, dendam mana mungkin muncul". Temannya
pasti dapat merasakan, dia sangat
merawatnya.
Jadi
kami saat
itu juga pun langsung menyemangati anak
tersebut, kamu memang murid
Konfusius yang baik. Selanjutnya kami
pun lebih lanjut menaruh harapan kepadanya dan berkata bahwa
di antara para siswa ini kamu adalah abang sulung, jadi kamu pasti
harus
menjadi teladan yang baik di
kemudian hari. Kami mengafirmasi anak, juga harus
tidak
lupa agar dia menetapkan tekad, tidak
lupa agar dia meningkatkan posisinya. Jadi memuji anak juga
merupakan sebuah ilmu. Kita sering mendengarkan
sebuah pepatah berbunyi "saat
kecil pintar pintar, dewasa belum tentu unggul", sangat aneh, mengapa
saat kecil begitu pintar, kemampuannya
begitu baik, tetapi setelah dewasa malah belum tentu ada
perkembangan yang sangat baik? Ini adalah akibat, apa
penyebabnya? Kita tidak boleh berhenti di
akibat, kalau begitu hidupnya
penuh ketidakpahaman. Teman-teman
sekalian, bagaimana menurut kalian? "Tidak ada
teladan yang dapat dilihat". Ini adalah penyebab yang sangat penting, kita boleh
memikirkan masalah ini dengan baik.
Ada
seorang ayah pun berkata: saat
anak
saya berusia dua tahun, saya merasa dia bisa jadi pemimpin negara; saat
anak
saya naik SMP, saya merasa asalkan dia bisa lulus
ujian masuk universitas pun sudah lumayan;
saat anak saya naik SMA, saya merasa nanti setelah
tamat punya pekerjaan pun sudah bagus.
Mengapa berbeda begitu banyak!
Namun penaruhan harapan ayah terhadap anak semakin
lama semakin rendah, apakah anak akan berguna? Tidak akan! Ketika yang tua tidak memberikan
teladan yang baik kepadanya, ia pun
tidak begitu punya tekad, perlahan-lahan akan menyia-nyiakan hidupnya sepanjang hari
dan mengeluh bosan. Oleh karena itu, mengapa kita pada awal pembelajaran
menekankan "belajar itu berharganya di penetapan tekad", lagi pula tujuan dari mempelajari
kemampuan itu apa? Ini harus waswas pada permulaan! Tujuan
sesungguhnya dari anak mempelajari kemampuan itu apa? Mengapa harus belajar
kebolehan? Kami pada awalnya bilang, tekad belajar adalah untuk menjadi kudus
dan bijak, lalu orang sekarang tekad belajar adalah untuk mencari
uang, target yang salah, mungkinkah ada hasil yang baik? Oleh karena itu, pada
permulaan niscaya harus ada bimbingan terhadap konsep yang benar.
Mengapa "saat kecil
pintar pintar", mempunyai kebolehan, sampai akhirnya jadi
"dewasa belum tentu unggul", karena banyak sekali kebolehannya digunakan untuk pamer.
Mengapa "berhadapan dengan yang tua, jangan mengunjuk kemampuaan",
anak Anda sejak kecil belajar sedikit bahasa Inggris, belajar sedikit kemampuan,
tetua pun membawanya ke mana-mana untuk dipertunjukkan, dalam jiwanya yang
kecil akan merasa dia bagaimana? Anda lihat orang dewasa semuanya memberikan
saya tepuk tangan, orang dewasa masih berkata saya harus belajar dengan kamu,
kamu sungguh hebat! Perkataan baik jika banyak didengar,
perkataan nasihat pun tidak akan masuk telinga. Jadi memuji orang juga harus
menggunakan akal budi dan juga harus menggunakan
kebijaksanaan. Perasaan demikian dapat terlihat
baik dari saya sendiri maupun dari orang lain, lalu terverifikasi dari membuka
kembali kitab klasik.
"Rangkuman Ritus"
mengatakan, kita membuka《Kitab Ritus.Rangkuman Ritus Bab Pertama》, halaman pertamanya pun
tertuliskan "arogansi tidak boleh ditumbuhkan,
nafsu tidak boleh dipuaskan, tekad tidak boleh digenapkan, senang tidak boleh
disangatkan". Mari kita lihat keempat kalimat ini, orang zaman sekarang
ada melanggarnya tidak? Orang asalkan rasa arogannya sekali muncul, maka
tidak mampu terima ajaran, dia pun sulit untuk berkembang lagi. Andai anak-anak
dari kecil sudah arogan, dalam kehidupan ini sulit
mempunyai karya besar, jadi mengapa "saat kecil pintar pintar", sebab waktu kecil andaikan arogan karena kemampuannya
tersebut, maka bakalan repot; karena bila ingin berprestasi dalam ilmu maka
harus mementingkan penerimaan ajaran serta sifat kerendahan hati, dengan begitu ia
baru akan tahu "di atas orang masih ada orang, di atas langit masih ada
langit". Yang kedua "nafsu tidak boleh dipuaskan", gemar bermain
membinasakan tekad, Anda lihat, bukankah sekarang semuanya terpampang dengan
nyata di sana! "Tekad tidak boleh digenapkan", anak-anak sekarang
tidak punya tekad, seringkali menganggur dan
bermalas-malasan, merasa sangat bosan. Jadi "tekad harus ditetapkan tinggi
dan jauh", seseorang harus memiliki tekad yang tinggi dan jauh, maka
hidupnya akan berbekal, ia akan selalu merasa
bahwa saya harus mengembangkan diri, barulah bisa melayani masyarakat dan melayani orang lain.
"Senang tidak boleh disangatkan",
senang bersangatan menimbulkan duka. Ketika seorang anak dari
kecil tidak mampu menguasai batasan, seringkali sekali bermain
sudah tidak mau tahu, kemungkinan besar pada tubuhnya ataupun kemungkinan
munculnya
mara bahaya pun akan meningkat. Teman-teman sekalian, nenek moyang pada ribuan
tahun yang lalu telah menuliskan ajaran-ajaran tersebut dalam kitab suci, nenek
moyang tidak mengecewakan kita, kita janganlah mengecewakan nenek moyang!
Pada saat itu, karena saya
dari kecil, saya adalah cucu sulung, sehingga tepuk tangan yang kudapatkan
sangat banyak. Apakah tujuan dari melakukan suatu hal? Tepuk tangan! Kok kalian
tahu? Yaitu orang lain ada melihat saya melakukan tidak, sehingga menjadi hidup
dalam tepukan tangan. Pernah sekali saya di universitas berpresentasi di atas
panggung, universitas tahun keempat, salah satu dari tetua saya setelah beliau
mendengarkan presentasi saya, beliau dengan sangat girang berkata kepadaku:
Kamu benar-benar orang yang hidup dalam tepukan tangan! Beliau itu sedang mengafirmasi saya, tetapi setelah saya
mendengar
pernyataan itu tiba-tiba berpaling kembali menilik diri, jika tidak ada tepuk
tangan, saya masih melakukannya atau tidak? Tidak! Namun yang sangat aneh,
banyak sekali hal yang sangat penting dalam hidup semuanya tidak ada tepuk tangannya. Dan andaikan saat
seseorang sering hanya hidup dalam tepukan tangan, rasa takut kehilangannya pasti akan
sangat berat, kehidupan seperti ini juga pasti tidak akan leluasa dan bahagia.
Jadi
saya pun mulai memperbaiki. Karena dahulunya kata-kata baik terlalu banyak
didengar, sungguh, kata-kata baik terlalu banyak didengar, satu kalimat
kritikan datang, dalam hati pun merasa sangat bukan main. Maka itu harus sering
membaca ayat tersebut dari《Di Zi Gui》, "gentar saat mendengar sanjungan,
gembira saat mendengar kritikan, penasihat yang jujur, akan semakin
mendekat". Benar-benar kita hanya memiliki dua
buah mata, dua buah telinga, bisa melihat berapa banyak? Bisa mendengarkan
berapa banyak? Dan ketika kita memiliki sebuah kerendahan hati, entah Anda
telah bertambah berapa pasang mata yang membantumu melihat jalan, bertambah
berapa pasang telinga yang membantumu mendengarkan banyak sekali informasi,
banyak sekali kekurangan Anda. Oleh karena itu, yang perlu ditumbuhkan anak
adalah kerendahan hati, bukannya mudah puas. Kita dalam memuji anak, harus membidik
tingkah lakunya saat memuji, dan bukan membidik kepiawaiannya saat memuji,
memuji kepiawaian lama kelamaan pasti
akan timbul masalah. Juga ada banyak
sekali orang tua murid yang memuji apa? Mengapa parasmu
begitu cantik! Anda memujinya cantik untuk apa? Memujinya cantik ada bantuan
apa terhadapnya? Anda berkata kepadanya: Karismamu bagus sekali!
Apakah setiap hari membaca《Di Zi
Gui》? Apakah sering sangat sopan terhadap orang yang lebih tua? Jadi
dapat "tulus di dalam, maka tercermin di luar". Sambilan
mengulang-ulang ayat ajaran.
Banyak sekali
anak-anak, dari kecil itu, misalnya gadis kecil, sangat banyak orang dewasa
sekali melihatnya: Raut wajahnya kok bisa tumbuh secantik ini, hidung adalah
hidung, mulut adalah mulut! Gadis kecil seperti itu dipuji demikian olehmu dua
sampai tiga tahun, akan menyebabkan akibat apa?
Dia setiap hari pasti membawa satu barang bersamanya, cermin. Kok kalian tahu?
Di sebuah taman kanak-kanak kedatangan sepasang saudara, kakak dan adik
laki-laki itu pun luar biasa rupawan, namun kecantikan anak gadis tetap lebih
menarik perhatian tetua pada umumnya, setiap orang yang melihatnya terus memujinya cantik. Jadi gadis kecil tersebut saat
pertengahan belajar di kelas, masih akan mengeluarkan cermin untuk bercermin,
perbedaan prestasi belajarnya dengan adiknya pun sangat besar. Karena dia hanya
mementingkan penampilan, seringkali pikirannya pun tidak fokus, seringkali akan
sangat peduli apakah orang lain sedang melihatnya. Anak seperti itu di kemudian
hari pun sangat mudah berjalan menuju kemasyhuran yang semu dan kehidupan yang batil. Jadi jangan memuji penampilan anak-anak, jangan
sering memuji bakat anak--anak, seharusnya memuji moralnya.
Dan biarpun Anda
memuji bakatnya, juga harus membimbingnya kembali kepada tujuan mempunyai bakat. Mempunyai bakat, dia memainkan guzheng dengan sangat baik, apa
tujuannya? Apakah untuk dipertunjukkan kepada orang lain, lalu membuatnya
merasa dia sangat hebat? Itu salah! Andaikan membimbingnya seperti itu,
kemampuan guzheng anak itu pasti akan
ada rintangan. Andaikan kita membimbingnya dengan memberitahu dia
"mengalihkan adat dan tradisi, tiada yang sebaik musik", musik dapat
membentuk perangai manusia, dapat memperbaiki segenap iklim sosial, jadi kamu
belajar guzheng, belajar guqin niscaya harus menggunakan hati
yang tulus untuk belajar, sehingga dapat memainkan lagu yang bermanfaat bagi
masyarakat luas. Ketika ia memiliki target tersebut, segenap mentalitasnya akan sama
sekali berbeda. Ketika Anda memuji akhlaknya, misalnya "kamu berbakti sekali",
berbakti itu relevan dengan sifat
dasarnya, ia akan semakin melaksanakan semakin semangat, ini pun tidak ada efek
samping. Jadi memuji itu harus memuji mengikuti akhlak. Apa standar dari akhlak? 《Di Zi Gui》! Belajar satu bagian secara mendalam, satu bagian
tersebut yaitu menguasai pedoman. Jadi teman-teman sekalian, Anda perlu membaca《Di Zi Gui》sampai fasih,
dengar baik-baik, membaca sampai fasih; kita banyak yang sudah berusia, bila
dibilang harus dihafal maka akan sangat tertekan, jadi dibaca sampai fasih.
Kebetulan ada seorang ibu membawa gadis kecilnya ke pasar
untuk membeli barang. Bertemu dengan seorang teman, teman tersebut pun berkata
kepada gadis kecil itu: Mengapa kamu belum masuk sekolah? Anak gadis itu
masih kecil, gadis kecil itu pun bertanya kepada ibunya: Mama, masuk sekolah
buat apa? Alhasil tetua tersebut segera berkata kepadanya: Masuk sekolah biar
bisa mencari uang banyak. Baik, waswas pada permulaan, andaikan Anda adalah ibunya,
bagaimana? Kini nilai hidup demikian menduduki porsi yang sangat besar! Sang
ibu pun segera memanfaatkan poin peluang ini, lalu
memberi sinyal kepada temannya tersebut melalui sedikit kontak mata,
mengisyarakatkan kepadanya untuk tidak meneruskan bicara. Dia pun mengatakan
kepada putrinya: Yang paling penting dari bersekolah adalah mempelajari
kemampuan, karena setelah kita memiliki kemampuan, maka bisa membantu orang
lain, dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, kita harus ingat bahwa
"masyarakat dan negara itu, yakni kumpulan yang saling membantu". Saat anak
merasa bahwa masyarakat itu adalah saling membantu, sikapnya tersebut sekali
terbentuk, dia dalam menghadapi orang dengan berbagai profesi akan bagaimana?
Akan menghormati, akan berterima kasih. Tetapi andai tujuan dari dia belajar
kemampuan adalah untuk mencari uang banyak, di kemudian hari dia memandang
berbagai profesi dengan apa? Dengan banyak sedikitnya uang! Ia pun akan meremehkan sangat banyak orang dari berbagai profesi.
Oleh karena itu, ilmu ada pada iktikad, asalkan hati sudah menyimpang, maka telah
bertolak belakang dengan budi pekerti dan ilmu. Jadi ibunya segera membimbingnya, dan bilang harus belajar
kemampuan.
Belajar
kemampuan sangat abstrak, anak masih begitu kecil, sang ibu segera (karena
kebetulan mereka baru saja keluar dari supermarket, membeli beberapa roti
mantau) ia pun berkata: seperti halnya pakcik yang tadi, karena dia memiliki kemampuan, dia
bisa membuat roti mantau, ia pun dapat membantu kita membuat roti mantau,
supaya kita dapat memakannya, jadi kita harus berterima kasih kepadanya. Tetapi
kita berterima kasih kepadanya, boleh tidak kamu berikan boneka beruangmu
kepada pakcik? Atau memberikan mobil-mobilanmu kepada pakcik? Pakcik belum tentu memerlukannya. Jadi kita berterima
kasih kepada pakcik, maka itu boleh memberikan sejumlah uang untuk berterima
kasih kepadanya, pakcik tersebut juga bisa menggunakan uang tersebut untuk
membeli barang yang dibutuhkannya. Maka melalui peluang ini membimbing anaknya, tujuan dari belajar
adalah mengembangkan kemampuan, agar dapat melayani orang lain; ketika dia
memiliki sikap demikian, ia pun tidak mudah arogan.
Saya juga pernah
bertemu seorang teman yang berusia dua puluhan tahun, saya waktu itu pertama
kali melihatnya, dia lebih tinggi daripada saya, juga lebih tampan dari saya,
lalu juga sudah mulai membaca kitab orang kudus dan bijak, setelah kami melihatnya
merasa sangat kegirangan. Karena dia mulai belajar lebih awal daripada saya, merasa
sangat girang untuknya, saya
pun lumayan memujinya, benar-benar langka, dan terus memuji. Boleh tidak pertama
kali bertemu sudah memberi setumpuk pujian? Tidak boleh! Jadi tutur kata harus
waswas, saya tidak melakukannya dengan baik, saya pun tidak dapat menahan kerianganku, dan memberinya beberapa pujian. Lalu setelah
berinteraksi selama seminggu lebih, saya mencermati ada detail kesehariannya yang kurang begitu
tepat, karena dia juga lebih muda dariku beberapa tahun, jadi kami juga
beranggapan bahwa kami bagaikan abangnya, dan juga "ramahkan tampang saya,
lembutkan suara saya" saat berkata kepadanya. Alhasil saat perkataan saya
sekali keluar, raut mukanya langsung berubah, saya juga orang yang sangat sensitif,
tadinya ingin menasihati, menasihati setengah jalan langsung menginjak rem.
Karena andaikan ia tidak ingin mendengarkan, sampai saatnya suasana menjadi
keruh dan lain kali pun sulit untuk berkomunikasi. Saya melalui hal tersebut
merasakan bahwa memuji orang harus mengikuti akhlak, jika tidak maka orang benar-benar akan kehilangan diri dalam
suara pujian.
Kami memuji anak tersebut, sebab dia bersedia mengambil
sandal barunya untuk dipakai teman sekelasnya, kami juga lebih lanjut menaruh
harapan kepadanya, di kemudian hari dapat menjadi teladan dalam moral dan
akhlak bagi semuanya. Oleh karena itu, mengapa abang sulung zaman dahulu
luar biasa unggul, luar biasa bertanggung jawab, mengapa? Orang tua dari kecil
sudah menaruh harapan kepadanya: Pekerjaan papa dan mama terlalu letih, sangat jerih payah, di rumah
kamu harus banyak membantu mengasuh adik-adikmu. Anda lihat dia punya
pengharapan dan tanggung jawab, secara alami kemampuannya akan meningkat dengan
cepat. Jadi ayat-ayat ajaran tersebut, kita dalam proses mendidik anak, juga
akan ada sangat banyak poin peluang, kita juga
dapat selanjutnya mempergunakannya dengan baik. Kemarin kita sempat berbicara
tentang ayat berikutnya:
【Huò Yǐn Shí. Huò Zuò Zuǒ. Zhǎng Zhě Xiān. Yòu Zhě Hòu.】[Baik makan atau minum. Duduk maupun berjalan. Yang tua dahulu. Yang muda belakangan.]
Sebenarnya etiket tersebut meskipun merupakan sebuah detail kecil
dalam kehidupan, namun yang paling penting adalah untuk menumbuhkan rasa hormat
anak. Jadi ilmu yang hakiki pun ada pada iktikadnya, ada sebuah
kalimat mengatakan, ilmu manusia
nomor satu adalah "berpikir untuk orang lain", itu barulah namanya ilmu nomor
satu.
Putra sulung
dari Fan Zhongyan, beliau memberinya nama Fan Chunren, orang Tiongkok sebagai
orang tua, kasih terhadap anaknya sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, bahkan memberi
nama pun sedang mendidik anak. Apa tujuan dari orang Tiongkok memberikan nama?
Yakni menaruh harapan kepada anak melalui nama tersebut, supaya ia dapat selalu
mengingatkan dirinya. Jadi Fan Zhongyan memberikan nama Chunren (kasih murni)
kepada anaknya, mengharapkan anaknya untuk dapat selalu mempunyai sebuah hati yang welas asih. Mari kita lihat aksara "Rén" ini,
aksara berasas paduan makna, di kirinya ada aksara "orang", di
kanannya ada aksara "dua", apa maksudnya? Dua orang, dua orang yang
mana? Memikirkan diri sendiri pun harus memikirkan orang lain, jadi "yang
tidak disenangi diri, jangan dilimpahkan kepada orang", "yang
disenangi diri, dilimpahkan kepada orang", "sendiri ingin bertegak maka menegakkan orang, sendiri ingin maju maka memajukan orang". Anak dari
kecil mengetahui inilah harapan ayah terhadapnya, secara alami dia pun akan
sering menyemangati diri dan mendesak diri mereka sendiri untuk berbuat
mengikuti arah tersebut.
Fan Chunren juga
benar-benar tidak mengecewakan harapan ayahnya, sebab ada suatu kali Fan
Zhongyan memberitahu anaknya, saya di sini ada lima ratus cedok gandum, lalu menyuruh Fan Chunren untuk membantu
mengangkutnya dari ibu kota ke kampung halamannya di Jiangsu. Alhasil di
pertengahan jalan, kebetulan bertemu dengan teman dahulu ayahnya, teman lama
ayahnya, teman lama ayahnya pun menceritakan situasi keluarganya kepada Fan
Chunren. Situasi keluarga teman ayahnya tersebut, kedua orang tuanya telah
meninggal, tidak ada uang untuk memakamkannya, lalu juga ada anak perempuan
yang masih belum menikah, kondisi hidupnya lumayan melarat. Fan Chunren setelah
mendengarkan, langsung menjual lima ratus cedok gandum tersebut, dan mengambil uang
tersebut untuk diberikan kepada tetuanya itu. Alhasil uangnya masih tidak
cukup. Membantu orang harus bagaimana? Mengantar Buddha harus diantar sampai
barat, membantu orang harus dibantu sampai tuntas. Oleh sebab itu, beliau juga
menjual perahu pengangkut gandum tersebut langsung di tempat, uangnya baru
cukup.
Alhasil Fan Chunren
selesai menanganinya, pun balik ke ibu kota untuk menghadap ayahnya, dan duduk
bersama ayahnya, beliau pun mulai melaporkan kepada ayahnya, melaporkan bahwa beliau
dalam perjalanan bertemu dengan teman lama ayahnya. Lalu bercerita bahwa pada
akhirnya beliau memutuskan untuk menjual lima ratus cedok gandum demi membantunya,
kemudian beliau pun berkata: Tetapi uangnya masih tidak cukup. Fan Zhongyan pun
mengangkat kepalanya dan berkata kepada anaknya: Kalau begitu perahunya juga
dijual saja! Alhasil anaknya berkata: Ayah, saya juga telah menjualnya. Jadi
ayah anak satu hati, hakikat keluarga dapat
bertahan lama dan tidak runtuh, keluarga Fan
murni berniat belas kasih, rugi tidak? Tidak rugi, malah mendapat berkah besar.
Ayah saya
memberi nama saya, juga menaruh harapan kepada saya, menandakan harus
melaksanakan sopan santun dengan baik; bahkan harus ada rasa misional, harus menyebarkan sopan santun bagaikan
sembilan buah matahari, harus menyebarluaskannya. Dengan begitu kami barulah
tidak mengecewakan ayah yang memberikan
nama tersebut kepada kami.
Oleh karena itu,
yang harus dipelihara dalam ilmu yakni sebuah iktikad ini, rasa kemanusiaan ini, rasa hormat ini. Mengapa berkata
bahwa belajar dapat mengubah karisma? Berubah dari mana? Dari hati! Karena di
dalam kitab klasik, misalnya dalam halnya《Di Zi Gui》, yang dipetuahkan "baik makan
atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda belakangan; yang
tua berdiri, yang muda jangan duduk, yang tua duduk, disuruh barulah duduk".
Saat ia membaca ayat-ayat tersebut, ia perlahan-lahan akan mempraktikkannya; dan saat ia mempraktikkan perilaku
tersebut, maka akan dari luar perlahan-lahan terinternalisasi menjadi iktikadnya, rasa hormatnya tersebut pun semakin lama
semakin mantap; rasa hormat mantap, tulus di dalam secara alami akan mengubah
temperamen. Oleh karena itu, saat anak-anak membaca ayat suci namun tidak
mempraktikkannya, apakah dapat mengubah karisma? Efeknya pun akan cukup terbatas, jadi belajar itu berharganya di pelaksanaan nyata.
"Baik makan atau minum", saat makan harus mempersilakan yang lebih tua untuk duduk
dahulu dan makan dahulu. Kebetulan kami di Shenzhen ada sekelompok anak-anak,
gurunya tidak hanya mengajarkan mereka bahwa saat makan didahulukan yang tua, juga
mengajar mereka harus duduk bagaimana; posisi tuan pasti harus dipersilakan
kepada guru, anak-anak tidak boleh berebut untuk duduk. Ini dipelajari oleh
anak-anak, baginya di kemudian hari penting tidak? Penting. Saya pun pernah
mendengar ada seorang bos, dia bilang dia ingin membicarakan sesuatu dengan
pelanggan, lalu masing-masing membawa beberapa staf. Lalu salah satu dari
karyawannya, sekali masuk langsung duduk di posisi tuan, yang lainnya juga
tidak tahu harus bagaimana? Karena sudah orang dewasa, menegurnya di tempat
juga benar-benar sangat tidak enak rasanya. Posisi tuan pasti berada tepat
berseberangan dengan pintu, karena posisi tuan itu biasanya tetua ataupun ketua, saat beliau duduk di posisi tersebut dapat menguasai kondisi
keseluruhan. Bolehkah Anda membiarkan
atasanmu duduk di tempat pas masuk pintu? Kalau begitu siapa yang masuk pun
beliau tidak tahu menahu. Oleh karena itu, seluruh etiket itu semuanya mengikuti suatu kondisi alami,
semuanya sangat masuk akal. Posisi tuan harus dipersilakan kepada guru, anak
pun tidak akan sembarangan duduk, sangat sesuai aturan.
Kemudian gurunya menambahkan: Andaikan meja ada urat-uratnya,
urat-urat tersebut (urat garis-garis) tidak boleh menunjuk ke posisi tuan, itu
tidak sopan. Dengan begitu maka sedikit demi sedikit
menumbuhkan rasa hormatnya, serta tingkat ketelitiannya. Alhasil ada suatu
kali, dikarenakan saya sering tidak berada di kelas, sebab saya memberikan
seminar ke berbagai daerah. Pada saat kembali, juga akan makan bersama dengan
anak-anak tersebut, alhasil pada suatu kali waktu makan saat sekali duduk,
mereka pun di sana memutar meja. Saya berkata: Aneh, mengapa mereka memutar
meja? Mereka bilang bahwa urat-urat ini tidak boleh menunjuk ke arah Guru Cai,
hal tersebut tidak sopan. Kami setelah melihat benar-benar sangat tersentuh,
saya yakin rasa hormat anak-anak tersebut bisa seumur hidup pun tidak
berubah. Ini adalah "baik
makan atau minum".
Selanjutnya,
"duduk maupun berjalan", haruslah mempersilakan tetua duduk dahulu. Ada seorang anak kelas empat,
kebetulan pergi mengunjungi sanak saudara bersama ibunya. Setelah masuk pintu,
ibunya kebetulan sedang berbicara melalui ponsel, lalu ia mengatakan kepada
ibunya: Ma, Anda duduk!
Ibunya pun mengatakan: Kamu duduk dahulu. Alhasil ia berkata lagi: Ma, Anda duduk! Ibunya merasa sangat aneh: Suruh kamu
duduk ya duduk, mengapa begitu cerewet! Dia bilang: Ma, Anda tidak duduk, saya
tidak bisa duduk. Karena dia sedang menerapkan ayat tersebut, saat itu kita
sebagai orang tua, sebagai guru harus peka, Anda harus memperkenankan rasa
bakti dan rasa hormatnya, dia barulah dapat membina diri dan menjalankan hakikat. Sang ibu itu baru sadar kembali. Sebenarnya
waktu sebelum belajar《Di Zi Gui》, siapa yang
makan dahulu? Siapa yang duduk dahulu? Setiap kali anak dahulu. Jadinya terbalik! Jika terbalik, perilakunya
pasti berbalik arah, sekarang Anda haruslah segera membantu meluruskan arahnya.
"Duduk", kami juga akan mengembangkan makna hingga,
andaikata Anda naik mobil, pasti harus ada aturan, antre dengan tertib, tidak
boleh berlomba-lomba. Setelah naik mobil selain mempersilakan tetua dan
sesepuh untuk duduk, serta mempersilakan kaum tua, lemah, perempuan, dan anak,
juga harus berjalan menuju belakang terlebih dahulu, demi mengorbankan tempat duduk. Jangan sekali naik
mobil, belakang masih ada segerombolan tempat duduk, kita sengaja memilih duduk di depan, ini pun tidak memberikan kemudahan
kepada orang. Karena andaikan yang naik belakangan adalah orang yang berusia,
apakah Anda masih membiarkan beliau berjalan sejauh itu? Oleh karena itu, kami
harus selalu berpikir demi tetua, dan selalu berpikir demi yang datang belakangan. Teman-teman sekalian, orang dewasa sekarang dapat melakukannya tidak?
Anda coba cermati dengan penuh
perhatian. Misalnya ada organisasi tertentu atau
perusahaan tertentu melakukan wisata bersama-sama, orang yang naik dahulu
semuanya duduk di depan, orang yang naik belakangan pun harus berjalan sampai
belakang. Maka itu kita harus selalu menerapkan rasa hormat dan rela berkorban.
Ada sebuah
sekolah yang berwisata ke luar, banyak sekali guru pria pun duduk di depan,
karena ada seorang guru wanita pernah belajar《Di Zi Gui》, tetapi orang
dewasa sangat jaga gengsi, Anda secara langsung memberitahu bahwa ia berbuat salah,
ia mungkin akan berang karena kesal
dan malu. Jadi para guru pun harus
mempelajari《Di Zi Gui》dengan baik,
kalau tidak ucapan dan perilakunya pun bisa jadi akan berlawanan dengan
pendidikan. Guru andaikan anti-pendidikan akan bagaimana? Akan jatuh ke
neraka lapis sembilan belas. Ada sebuah cerita yang mengatakan begitu,
kebetulan ada seorang dokter yang mengabaikan nyawa orang, Raja Yama sangat gusar, menghukumnya masuk neraka lapis delapan belas.
Setelah sampai dia sangat kesal, berteriak di sana: Saya itu bukannya sengaja, hanya tidak hati-hati! Anda lihat, ia
tidak belajar《Di Zi Gui》, jadi salah
masih tidak mengakuinya, dia tidak tahu "kekhilafan mampu dikoreksi, berangsur
kembali nihil", jika ia pada saat itu timbul satu niat tobat, mungkin
sudah meninggalkan neraka delapan belas lapis; "jika masih
disamarkan", dosa bertambah satu lapis, jadi terus ditahan.
Alhasil ia pun
di sana sangat gusar sambil
menghentak kaki, tiba-tiba di bawah ada seseorang berkata: Jangan hentak lagi,
debu yang Anda buat jatuh ke tubuh saya! Dia pun terkejut, bukankah lapis
delapan belas sudah yang terendah? Mengapa di bawah masih ada orang? Dia
berkata: Profesi saya dokter, mengabaikan nyawa orang maka jatuh hingga lapis delapan belas, apa profesi Anda? Mengapa
jatuh sampai ke lapis sembilan belas? Orang di bawahnya berkata: Saya seorang
guru. Dokter merengut nyawa orang dijatuhkan ke lapis delapan belas, guru
memutus nyawa kebijaksanaan, nyawa manusia terbatas, nyawa
kebijaksanaan tidak terbatas. Lalu andai kebijaksanaan ini dibangun dengan
tepat, siswa Anda di kemudian hari ada anaknya, anaknya masih ada anaknya, Anda
memberikan seorang siswa konsep yang tepat, mungkin dapat memengaruhi anak dan
cucunya dari setiap generasi. Dan seumur hidupnya seorang guru juga dapat
mengajar ratusan hingga ribuan siswa, jadi profesi guru ini disebut pahala tak terbatas. Kalau diemban dengan baik, namanya
"pahala tak
terbatas", diemban tidak baik maka namanya pahala tak "terang", masa depannya suram.
Teman-teman sekalian, janganlah setelah Anda mendengarkan maka bilang: Kalau begitu saya tidak
mau jadi guru, terlalu mengerikan. Apakah yang benar-benar penting? Niat
tersebut. Metode mengajar kami juga harus terakumulasi perlahan-lahan sejalan
dengan pengalaman, dan niat sejati Anda tersebut barulah merupakan interaktif yang terpenting dengan
anak-anak.
Mari kita
pikirkan, mengajar itu saat mengajar lima tahun pertama lebih dekat dengan
siswa? Atau mengajar setelah lima tahun lebih dekat dengan siswa? Lima tahun
pertama, sangat aneh sekali, kapan metode mengajar Anda semakin lama semakin
baik? Pasti setelah. Tetapi mengapa lima tahun pertama anak lebih dekat dengan
Anda? Tingkat kepenuhan hati! Karena
saat itu Anda selalu berpikir dan khawatir tidak bisa mengajar dengan baik,
sehingga Anda sangat berusaha dalam mengajar siswa. Siswa tidak hanya melihat
teknik mengajar Anda, yang lebih penting adalah sikap mengajar Anda, mereka
mempunyai kesan yang mendalam. Kemungkinan saat Anda sudah lama mengajar, rasa kasih terhadap pendidikan merosot, meskipun teknik mengajar Anda
lebih baik dari sebelumnya, tetapi ketukan batin yang diberikan kepada anak,
mungkin tidak sekuat yang sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai guru jangan
khawatir teknik mengajarnya tidak cukup, asalkan Anda memiliki niat tersebut,
pasti pahalanya
sungguh-sungguh tidak terbatas, masa depannya terang benderang.
Sebagai guru harus selalu berpegangan "belajar selaku
guru insan, bertindak selaku teladan dunia", karena guru juga sedang dalam
proses belajar yang tiada hentinya, sehingga guru tidak boleh menghentikan
penuntutan terhadap budi pekerti dan ilmu, "belajar maka membina diri,
mengajar maka membina orang", kita "mengajar" dan
"belajar" dua-duanya tidak boleh berhenti. Dan belajar
barulah dapat meningkatkan serta memperbaiki diri sendiri, jadi "belajar
maka membina diri", mengatasi kebiasaan buruk diri sendiri; "mengajar
maka membina orang", melalui pendidikan barulah dapat meluruskan konsep
siswa, membangun pandangan hidup yang benar. Tidak belajar, Anda pun sangat
sulit mendapat kebijaksanaan sejati, sebab itu, tidak belajar maka tidak bijak,
tidak mengajar maka tidak welas asih, karena hanya
pendidikanlah yang dapat menyelamatkan kehidupan seseorang dari dasarnya, jadi
kami selalu saling
berkembang antara mengajar dan belajar. Guru itu pastinya bukan lulus dari sekolah tinggi
keguruan, bukunya pun diletakkan, malahan harus lebih proaktif dalam belajar, jangan
mengecewakan harapan negara terhadap kita, jangan mengecewakan kepercayaan
orang tua murid terhadap kita, terlebih lagi jangan mengecewakan hubungan takdir antara guru dan siswa tersebut. Jadi harus selalu "belajar selaku guru insan, bertindak selaku teladan dunia".
Guru wanita
tersebut setelah naik, melihat guru-guru itu duduk di depan, juga tidak nyaman
untuk langsung menyalahkan mereka, saat ini "kemahiran akan watak manusiawi bagaikan susastra", menggunakan seni dalam berbahasa,
kemudian memberitahu mereka: Wanita didahulukan, kalian berjalan ke belakang
sedikit. Memberi mereka sedikit rasa kesuksesan, tidak menyalahkan mereka di muka, namun bisa
memberikan teladan kepada mereka. Andaikata Anda duduk sebentar, kemudian ada guru yang
lebih tua berjalan naik, guru wanita
tersebut segera berdiri, "Guru Wu, duduk sini", melakukan untuk
dilihat orang lain. Ketika ada seseorang yang melakukan, rasa hormat orang lain
akan terbangkitkan. Oleh karena itu, kita di dalam organisasi apapun, harus selalu mempertunjukkan untuk orang lain.
Dia bilang bahwa selain naik mobil akan tampak fenomena ini, pergi
berwisata, sekali masuk pintu semua lampu yang ada di dalam ruangan dibuka
semua. Mengapa dibuka semuanya? Karena tidak perlu uang. Jadi andaikan orang itu
apa-apa adalah uang, maka akan melakukan sangat banyak hal yang mengurangi
berkah sendiri. Pertanyaannya lampu ini bisa bersinar, berasal dari mana?
Berasal dari listrik. Lalu listrik datang dari mana? Tenaga pembangkit, ada
tenaga air, ada banyak sekali metode membangkitkan listrik, dan semua metode
pembangkit listrik seluruhnya mesti menguras sumber
daya bumi. Saat generasi ini pemakaiannya semakin berlebihan, generasi
berikutnya pun semakin kekurangan. Jadi saya sering mengatakan, sejak adanya sejarah manusia, generasi
mana yang akan dimarahi sampai habis-habisan oleh generasi berikutnya? Generasi
kita. Mengapa kalian tahu? Kalian dapat meramalkan masa depan, sangat
bijaksana! Kita semua bisa memikirkan orang seratus
tahun ke depan akan mencaci: Mengapa saya memiliki nenek moyang yang begitu
buruk, air macam apa yang diwariskan kepada kami? Udara macam apa yang
diwariskan kepada kami? Mewariskan langit yang berlubang kepada kami,
mewariskan tanah yang semuanya disemprot dengan pestisida, kami sulit untuk
bertahan hidup. Ingin tidak menjadi nenek moyang seperti ini? Anda lihat, bagaimana
nenek moyang ribuzn tahun yang lalu memperlakukan kita, mewarisi semua yang
baik, mewarisi hikmat! Kita haruslah menjadi tetua yang layak, nenek moyang yang pantas.
Guru tersebut
juga tidak langsung menyalahkan, paling-paling ia membuka, kita yang menutup.
Jadi sebagai guru harus selalu berpikir, semua
ucapan dan perilaku harus memberikan
teladan yang baik kepada siswa dan publik. Banyak sekali
guru akan bilang: Kalau begitu saya jadi
guru bukannya sangat sengsara? Pada
kenyataan, bisa berkata begitu, sebab ia belum benar-benar mempraktikkan petuah
orang kudus dan bijak; andai ia benar-benar melakukannya, ia pasti tidak akan
berkata demikian, karena petuah orang kudus dan bijak benar-benar membuat Anda
menjalani kehidupan yang baik. Anda bilang duduk juga harus ada tata duduk, Anda
lihat sofa sekali baring, miring sedikit kan enak! Itu semua hanya melihat
kenyamanan sesaat, penderitaan jangka panjang di kemudian hari. Kini penyakit
yang paling banyak adalah pada tulang, taji tulang, skoliosis, Anda nyaman sebentar, tulang belakang melengkung, nanti masih harus mencari orang untuk diinjak-injak
dengan kaki, didorong-dorong dengan tangan, saat itu Anda akan keluh kesah
menderita. Oleh karena itu, ketika Anda benar-benar hidup mengikuti etiket tersebut, tubuh Anda akan sangat sehat, Anda akan hidup dengan sangat santai. Saat sikap
penuh hormat Anda tersebut telah terinternalisasi, Anda dalam melakukannya akan
merasa sangat nyaman, sangat leluasa, sedikit pun tidak perlu pura-pura. Dan
ketika Anda tidak berbuat demikian, sudah terbiasa sembarangan, nantinya pun selalu takut akan bertindak memalukan, saat itu energi
yang terkuras pastinya akan
lebih banyak.
Karena orang tidak mengerti, sehingga akan muncul
kesalahpahaman tersebut, itu juga harus bergantung pada kita semua untuk
mempertunjukkannya dengan seru, agar dia merasa bahwa orang yang belajar kitab
orang kudus dan bijak mukanya penuh senyuman, lalu berinteraksi dengan orang
juga sangat harmoni. Janganlah Anda belajar kitab klasik orang kudus
dan bijak, belajar hingga akhirnya sebuah muka masam, kalau begitu orang pun
tidak berani untuk belajar. Jadi kita adalah papan merek Konfusius, papan merek
orang kudus dan bijak, harus sering memolesnya. Menggunakan sikap kita yang selalu "memperbarui hari ini, memperbarui setiap hari,
memperbarui seterusnya", untuk menumbuhkembangkan budi pekerti dan ilmu kita sendiri, dan juga selalu berharap menggunakan keteladanan untuk
memotivasi rasa hormat dan rasa welas asih dari orang lain. Oleh karena itu,
"baik makan atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda
belakangan". Ayat berikutnya:
【Zhǎng Hū Rén. Jí Dài Jiào. Rén Bú Zài. Jǐ Jí Dào.】[Yang
tua memanggil orang. Lekas membantunya memanggil. Orangnya tidak ada. Diri kita
lekas sampaikan.]
Karena mereka di zaman dahulu
adalah keluarga besar, ketika tamu datang ke rumah, mungkin ia ingin mencari
kakek, ataupun mencari pakde. Mustahil kalau tamu yang datang
ke rumah kalian, masuk ke dalam ruangan untuk mencari orang, itu pun tidak
sesuai etiket. Oleh karena itu, kita sebagai
yang lebih muda, bertemu dengan tetua maupun bertemu tamu yang datang, harus
berinisiatif: Maaf, Anda mencari siapa? Andaikan mencari pakde, anak tersebut harus
bagaimana?『Lekas bantu panggil』, berlari untuk mencari pakdenya, harus lekas, tidak boleh
tidak sopan dengan tamu, membiarkan orang lain menunggu lama pun tidak baik.
Jika pakde tidak ada,『orang tidak ada, diri lekas
sampai』, harus kembali untuk
memberitahu tamu: Pakde saya tidak ada, Anda ada
urusan apa ya? Karena kemungkinan besar orang tersebut juga datang dari jauh, bagai
ungkapan tanpa masalah tidak kunjungi kuil Buddha, orang lain datang
pasti ada sesuatu hal. Jadi kita seharusnya: Maaf, ada urusan apa ya? Apakah
ada yang bisa saya bantu sampaikan?
Ketika tanggapan seorang
anak sejak kecil sudah demikian, lain kali apakah Anda lapang
hati membiarkannya melaksanakan sesuatu? Lapang
hati. Jadi jangan meremehkan etiket ini, itu pun menandakan saat
ia menghadapi suatu hal, pasti akan menanganinya dari awal sampai akhir, yakni
sikap ada awal ada akhir. Saat ia demikian, hatinya pun tidak mudah cemas dan
terburu-buru. Oleh karena itu, melalui etiket kehidupan tersebut, senantiasa
menumbuhkembangkan pembinaan anak. Pelajaran kita kali ini sampai di sini dahulu,
kita akan teruskan di pelajaran berikutnya. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar