Senin, 13 Februari 2017

Episode 18

Dikutip dan diterjemahkan dari : "Seminar Hidup Bahagia – PenjelasanDi Zi GuiSecara Mendetail" oleh Guru Cai Lixu pada tanggal 19 Februari 2005 (Episode 18)

Teman-teman sekalian, selamat pagi semuanya! Kemarin kita memasuki bab kedua "di luar harus bersaudara" membahas "abang harus mengayomi, adik harus menghormati, abang beradik harmonis, rasa bakti terkandung dalamnya". Dengan perkataan awam, keluarga rukun maka segala urusan pun makmur, abang beradik sehati, tanah kuning pun menjadi emas. Benar-benar dalam keluarga mempunyai suasana yang akur, tradisi keluarga pasti akan jaya, karier juga akan makmur. Sangat banyak anak setelah mendengarkan cerita orang kudus dan bijak zaman dahulu, mereka juga melihat yang bijak berpikir menyamai, setelah mendengarkan "Kong Rong Merelakan Pir", mereka kembali ke rumah juga mulai meneladaninya. Ada seorang kakak pun sangat murah hati, maka memberi adiknya makan pir, kebetulan hanya ada satu pir, alhasil adiknya tersebut pun terus menggigit dengan lahapnya. Ketika sudah menggigit sampai lebih dari setengah buah pir, sang kakak sudah hampir tidak tahan lagi, lalu pun merebut kembali buah pirnya. Sang ibu melihat fenomena tersebut, ia pun membuat sebuah panggilan telepon kepada guru, ini adalah kerja sama orang tua dan guru yang sangat baik. Karena setiap ayat ajaran, anak tidak mungkin berhasil dalam satu langkah, masih perlu bimbingan jangka panjang.
Keesokan hari gurunya pun menceritakan sebuah kisah kepada mereka, pada zaman Dinasti Han ada dua bersaudara, yang satu bernama Zhao Xiao, satunya lagi bernama Zhao Li, Zhao Xiao adalah abangnya. Sangat malang si Zhao Li ditangkap oleh bandit, abangnya setelah mengetahui, segera mencari keberadaan pondok bandit, dan langsung menerobos masuk markas besar bandit tersebut, kebetulan melihat bandit-bandit tersebut sangat lapar, sudah berencana menyembelih adiknya untuk dimakan. Setelah melihatnya abangnya sangat cemas, maka berlari ke hadapan para bandit tersebut, mengatakan pada mereka: Adik saya ada penyakit, tubuhnya pun kurus, kalian jangan makan dia, makan saya, saya lebih gemuk, tubuhku pun lebih sehat. Alhasil adiknya setelah mendengar abangnya berkata demikian juga sangat cemas, maka dengan cepat mendorong mundur abangnya dan berkata: Saya ditangkap oleh kalian adalah nasib saya, jadi saya dimakan oleh kalian itu kepatutan, pastinya tidak boleh mengimplikasikan abang saya. Dua bersaudara pun di sana berebut untuk mati, ingin mati demi pihak lain. Maka pada saat itu, para bandit tersebut setelah melihatnya sangat terharu, maka itu pun melepaskan adiknya.
Jadi anak-anak sekalian, Zhao Xiao dan Zhao Li bahkan rela mengorbankan apa demi saudaranya? Nyawa pun rela. Lalu bolehkah kita demi sebuah apel dan sebuah pir pun bertengkar dengan saudara kita? Kita harus berbuat meneladani semangat dari orang kudus dan bijak kuno tersebut. Lalu Zhao Xiao dan Zhao Li, karena semangat yang tidak ragu untuk mengorbankan nyawanya demi saudaranya tersebut, tersiar ke telinga kaisar, kemudian kaisar pun mengangkat mereka berdua menjadi pejabat untuk memerintah rakyat, jadi mereka punya berkah di belakang hari. Mengapa kaisar mengangkat mereka untuk menjadi pejabat? Anda lihat, yang mengasihi saudara, pasti akan berbakti kepada orang tua, mempunyai moral yang begitu baik, keluar sebagai seorang pejabat pasti akan mencintai rakyat. Karena "mengajar dengan bakti", ia bisa "menghormati semua orang di dunia yang berstatus ayah", akan menghormati semua orang tua yang ada di dunia ini, "mengajar dengan persaudaraan", ia bisa "menghormati semua orang di dunia yang berstatus abang", juga akan menghormati saudara-saudari dari setiap orang.
Oleh karena itu, kami juga melalui poin pendidikan basis peluang tersebut, memberi anak beberapa bimbingan, tentu saja saat anak memiliki penampilan yang sangat bagus, kita juga harus memberikan beberapa afirmasi.
Selain itu ada seorang anak, kebetulan sandal temannya rusak, karena ia sendiri juga memiliki sepasang sandal yang sedikit rusak, ia pun mengganti sandal lain yang baru. Tetapi sandal yang sedikit rusak itu, dia juga tidak rela untuk membuangnya, pun meletakkannya di bawah tempat tidurnya; mungkin ia pernah belajar "jangan jengkeli yang lama, jangan menyenangi yang baru", sehingga ada ikatan dengan sandal lama, dia tidak membuangnya, ditaruh di bawah tempat tidur. Alhasil karena sandal temannya tersebut telah rusak, tidak bisa dipakai lagi, guru pun berkata kepadanya: Kamu pergi dan bawa kemari sepasang sandal tuamu tersebut untuk dipakai temanmu. Apakah ini namanya membantu teman? Iya, kalau tidak teman tidak punya sandal untuk dipakai, musim dingin sangat sejuk. Kemudian sekelompok guru kami tiba-tiba menemukan, sepasang sandal tua tersebut ada di kaki anak tersebut, dan sepasang sandal baru tersebut tak disangka ada di kaki temannya. Kami para orang dewasa juga dapat satu pelajaran. Anda lihat ia benar-benar melaksanakan "jika harta benda diisepelekan, dendam mana mungkin muncul". Temannya pasti dapat merasakan, dia sangat merawatnya.
Jadi kami saat itu juga pun langsung menyemangati anak tersebut, kamu memang murid Konfusius yang baik. Selanjutnya kami pun lebih lanjut menaruh harapan kepadanya dan berkata bahwa di antara para siswa ini kamu adalah abang sulung, jadi kamu pasti harus menjadi teladan yang baik di kemudian hari. Kami mengafirmasi anak, juga harus tidak lupa agar dia menetapkan tekad, tidak lupa agar dia meningkatkan posisinya. Jadi memuji anak juga merupakan sebuah ilmu. Kita sering mendengarkan sebuah pepatah berbunyi "saat kecil pintar pintar, dewasa belum tentu unggul", sangat aneh, mengapa saat kecil begitu pintar, kemampuannya begitu baik, tetapi setelah dewasa malah belum tentu ada perkembangan yang sangat baik? Ini adalah akibat, apa penyebabnya? Kita tidak boleh berhenti di akibat, kalau begitu hidupnya penuh ketidakpahaman. Teman-teman sekalian, bagaimana menurut kalian? "Tidak ada teladan yang dapat dilihat". Ini adalah penyebab yang sangat penting, kita boleh memikirkan masalah ini dengan baik.
Ada seorang ayah pun berkata: saat anak saya berusia dua tahun, saya merasa dia bisa jadi pemimpin negara; saat anak saya naik SMP, saya merasa asalkan dia bisa lulus ujian masuk universitas pun sudah lumayan; saat anak saya naik SMA, saya merasa nanti setelah tamat punya pekerjaan pun sudah bagus. Mengapa berbeda begitu banyak! Namun penaruhan harapan ayah terhadap anak semakin lama semakin rendah, apakah anak akan berguna? Tidak akan! Ketika yang tua tidak memberikan teladan yang baik kepadanya, ia pun tidak begitu punya tekad, perlahan-lahan akan menyia-nyiakan hidupnya sepanjang hari dan mengeluh bosan. Oleh karena itu, mengapa kita pada awal pembelajaran menekankan "belajar itu berharganya di penetapan tekad", lagi pula tujuan dari mempelajari kemampuan itu apa? Ini harus waswas pada permulaan! Tujuan sesungguhnya dari anak mempelajari kemampuan itu apa? Mengapa harus belajar kebolehan? Kami pada awalnya bilang, tekad belajar adalah untuk menjadi kudus dan bijak, lalu orang sekarang tekad belajar adalah untuk mencari uang, target yang salah, mungkinkah ada hasil yang baik? Oleh karena itu, pada permulaan niscaya harus ada bimbingan terhadap konsep yang benar.
Mengapa "saat kecil pintar pintar", mempunyai kebolehan, sampai akhirnya jadi "dewasa belum tentu unggul", karena banyak sekali kebolehannya digunakan untuk pamer. Mengapa "berhadapan dengan yang tua, jangan mengunjuk kemampuaan", anak Anda sejak kecil belajar sedikit bahasa Inggris, belajar sedikit kemampuan, tetua pun membawanya ke mana-mana untuk dipertunjukkan, dalam jiwanya yang kecil akan merasa dia bagaimana? Anda lihat orang dewasa semuanya memberikan saya tepuk tangan, orang dewasa masih berkata saya harus belajar dengan kamu, kamu sungguh hebat! Perkataan baik jika banyak didengar, perkataan nasihat pun tidak akan masuk telinga. Jadi memuji orang juga harus menggunakan akal budi dan juga harus menggunakan kebijaksanaan. Perasaan demikian dapat terlihat baik dari saya sendiri maupun dari orang lain, lalu terverifikasi dari membuka kembali kitab klasik.
"Rangkuman Ritus" mengatakan, kita membukaKitab RitusRangkuman Ritus Bab Pertama, halaman pertamanya pun tertuliskan "arogansi tidak boleh ditumbuhkan, nafsu tidak boleh dipuaskan, tekad tidak boleh digenapkan, senang tidak boleh disangatkan". Mari kita lihat keempat kalimat ini, orang zaman sekarang ada melanggarnya tidak? Orang asalkan rasa arogannya sekali muncul, maka tidak mampu terima ajaran, dia pun sulit untuk berkembang lagi. Andai anak-anak dari kecil sudah arogan, dalam kehidupan ini sulit mempunyai karya besar, jadi mengapa "saat kecil pintar pintar", sebab waktu kecil andaikan arogan karena kemampuannya tersebut, maka bakalan repot; karena bila ingin berprestasi dalam ilmu maka harus mementingkan penerimaan ajaran serta sifat kerendahan hati, dengan begitu ia baru akan tahu "di atas orang masih ada orang, di atas langit masih ada langit". Yang kedua "nafsu tidak boleh dipuaskan", gemar bermain membinasakan tekad, Anda lihat, bukankah sekarang semuanya terpampang dengan nyata di sana! "Tekad tidak boleh digenapkan", anak-anak sekarang tidak punya tekad, seringkali menganggur dan bermalas-malasan, merasa sangat bosan. Jadi "tekad harus ditetapkan tinggi dan jauh", seseorang harus memiliki tekad yang tinggi dan jauh, maka hidupnya akan berbekal, ia akan selalu merasa bahwa saya harus mengembangkan diri, barulah bisa melayani masyarakat dan melayani orang lain. "Senang tidak boleh disangatkan", senang bersangatan menimbulkan duka. Ketika seorang anak dari kecil tidak mampu menguasai batasan, seringkali sekali bermain sudah tidak mau tahu, kemungkinan besar pada tubuhnya ataupun kemungkinan munculnya mara bahaya pun akan meningkat. Teman-teman sekalian, nenek moyang pada ribuan tahun yang lalu telah menuliskan ajaran-ajaran tersebut dalam kitab suci, nenek moyang tidak mengecewakan kita, kita janganlah mengecewakan nenek moyang!
Pada saat itu, karena saya dari kecil, saya adalah cucu sulung, sehingga tepuk tangan yang kudapatkan sangat banyak. Apakah tujuan dari melakukan suatu hal? Tepuk tangan! Kok kalian tahu? Yaitu orang lain ada melihat saya melakukan tidak, sehingga menjadi hidup dalam tepukan tangan. Pernah sekali saya di universitas berpresentasi di atas panggung, universitas tahun keempat, salah satu dari tetua saya setelah beliau mendengarkan presentasi saya, beliau dengan sangat girang berkata kepadaku: Kamu benar-benar orang yang hidup dalam tepukan tangan! Beliau itu sedang mengafirmasi saya, tetapi setelah saya mendengar pernyataan itu tiba-tiba berpaling kembali menilik diri, jika tidak ada tepuk tangan, saya masih melakukannya atau tidak? Tidak! Namun yang sangat aneh, banyak sekali hal yang sangat penting dalam hidup semuanya tidak ada tepuk tangannya. Dan andaikan saat seseorang sering hanya hidup dalam tepukan tangan, rasa takut kehilangannya pasti akan sangat berat, kehidupan seperti ini juga pasti tidak akan leluasa dan bahagia.
Jadi saya pun mulai memperbaiki. Karena dahulunya kata-kata baik terlalu banyak didengar, sungguh, kata-kata baik terlalu banyak didengar, satu kalimat kritikan datang, dalam hati pun merasa sangat bukan main. Maka itu harus sering membaca ayat tersebut dariDi Zi Gui, "gentar saat mendengar sanjungan, gembira saat mendengar kritikan, penasihat yang jujur, akan semakin mendekat". Benar-benar kita hanya memiliki dua buah mata, dua buah telinga, bisa melihat berapa banyak? Bisa mendengarkan berapa banyak? Dan ketika kita memiliki sebuah kerendahan hati, entah Anda telah bertambah berapa pasang mata yang membantumu melihat jalan, bertambah berapa pasang telinga yang membantumu mendengarkan banyak sekali informasi, banyak sekali kekurangan Anda. Oleh karena itu, yang perlu ditumbuhkan anak adalah kerendahan hati, bukannya mudah puas. Kita dalam memuji anak, harus membidik tingkah lakunya saat memuji, dan bukan membidik kepiawaiannya saat memuji, memuji kepiawaian lama kelamaan pasti akan  timbul masalah. Juga ada banyak sekali orang tua murid yang memuji apa? Mengapa parasmu begitu cantik! Anda memujinya cantik untuk apa? Memujinya cantik ada bantuan apa terhadapnya? Anda berkata kepadanya: Karismamu bagus sekali! Apakah setiap hari membacaDi Zi Gui? Apakah sering sangat sopan terhadap orang yang lebih tua? Jadi dapat "tulus di dalam, maka tercermin di luar". Sambilan mengulang-ulang ayat ajaran.
Banyak sekali anak-anak, dari kecil itu, misalnya gadis kecil, sangat banyak orang dewasa sekali melihatnya: Raut wajahnya kok bisa tumbuh secantik ini, hidung adalah hidung, mulut adalah mulut! Gadis kecil seperti itu dipuji demikian olehmu dua sampai tiga tahun, akan menyebabkan akibat apa? Dia setiap hari pasti membawa satu barang bersamanya, cermin. Kok kalian tahu? Di sebuah taman kanak-kanak kedatangan sepasang saudara, kakak dan adik laki-laki itu pun luar biasa rupawan, namun kecantikan anak gadis tetap lebih menarik perhatian tetua pada umumnya, setiap orang yang melihatnya terus memujinya cantik. Jadi gadis kecil tersebut saat pertengahan belajar di kelas, masih akan mengeluarkan cermin untuk bercermin, perbedaan prestasi belajarnya dengan adiknya pun sangat besar. Karena dia hanya mementingkan penampilan, seringkali pikirannya pun tidak fokus, seringkali akan sangat peduli apakah orang lain sedang melihatnya. Anak seperti itu di kemudian hari pun sangat mudah berjalan menuju kemasyhuran yang semu dan kehidupan yang batil. Jadi jangan memuji penampilan anak-anak, jangan sering memuji bakat anak--anak, seharusnya memuji moralnya.
Dan biarpun Anda memuji bakatnya, juga harus membimbingnya kembali kepada tujuan mempunyai bakat. Mempunyai bakat, dia memainkan guzheng dengan sangat baik, apa tujuannya? Apakah untuk dipertunjukkan kepada orang lain, lalu membuatnya merasa dia sangat hebat? Itu salah! Andaikan membimbingnya seperti itu, kemampuan guzheng anak itu pasti akan ada rintangan. Andaikan kita membimbingnya dengan memberitahu dia "mengalihkan adat dan tradisi, tiada yang sebaik musik", musik dapat membentuk perangai manusia, dapat memperbaiki segenap iklim sosial, jadi kamu belajar guzheng, belajar guqin niscaya harus menggunakan hati yang tulus untuk belajar, sehingga dapat memainkan lagu yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Ketika ia memiliki target tersebut, segenap mentalitasnya akan sama sekali berbeda. Ketika Anda memuji akhlaknya, misalnya "kamu berbakti sekali", berbakti itu relevan dengan sifat dasarnya, ia akan semakin melaksanakan semakin semangat, ini pun tidak ada efek samping. Jadi memuji itu harus memuji mengikuti akhlak. Apa standar dari akhlak? Di Zi Gui! Belajar satu bagian secara mendalam, satu bagian tersebut yaitu menguasai pedoman. Jadi teman-teman sekalian, Anda perlu membacaDi Zi Guisampai fasih, dengar baik-baik, membaca sampai fasih; kita banyak yang sudah berusia, bila dibilang harus dihafal maka akan sangat tertekan, jadi dibaca sampai fasih.
Kebetulan ada seorang ibu membawa gadis kecilnya ke pasar untuk membeli barang. Bertemu dengan seorang teman, teman tersebut pun berkata kepada gadis kecil itu: Mengapa kamu belum masuk sekolah? Anak gadis itu masih kecil, gadis kecil itu pun bertanya kepada ibunya: Mama, masuk sekolah buat apa? Alhasil tetua tersebut segera berkata kepadanya: Masuk sekolah biar bisa mencari uang banyak. Baik, waswas pada permulaan, andaikan Anda adalah ibunya, bagaimana? Kini nilai hidup demikian menduduki porsi yang sangat besar! Sang ibu pun segera memanfaatkan poin peluang ini, lalu memberi sinyal kepada temannya tersebut melalui sedikit kontak mata, mengisyarakatkan kepadanya untuk tidak meneruskan bicara. Dia pun mengatakan kepada putrinya: Yang paling penting dari bersekolah adalah mempelajari kemampuan, karena setelah kita memiliki kemampuan, maka bisa membantu orang lain, dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, kita harus ingat bahwa "masyarakat dan negara itu, yakni kumpulan yang saling membantu". Saat anak merasa bahwa masyarakat itu adalah saling membantu, sikapnya tersebut sekali terbentuk, dia dalam menghadapi orang dengan berbagai profesi akan bagaimana? Akan menghormati, akan berterima kasih. Tetapi andai tujuan dari dia belajar kemampuan adalah untuk mencari uang banyak, di kemudian hari dia memandang berbagai profesi dengan apa? Dengan banyak sedikitnya uang! Ia pun akan meremehkan sangat banyak orang dari berbagai profesi. Oleh karena itu, ilmu ada pada iktikad, asalkan hati sudah menyimpang, maka telah bertolak belakang dengan budi pekerti dan ilmu. Jadi ibunya segera membimbingnya, dan bilang harus belajar kemampuan.
Belajar kemampuan sangat abstrak, anak masih begitu kecil, sang ibu segera (karena kebetulan mereka baru saja keluar dari supermarket, membeli beberapa roti mantau) ia pun berkata: seperti halnya pakcik yang tadi, karena dia memiliki kemampuan, dia bisa membuat roti mantau, ia pun dapat membantu kita membuat roti mantau, supaya kita dapat memakannya, jadi kita harus berterima kasih kepadanya. Tetapi kita berterima kasih kepadanya, boleh tidak kamu berikan boneka beruangmu kepada pakcik? Atau memberikan mobil-mobilanmu kepada pakcik? Pakcik belum tentu memerlukannya. Jadi kita berterima kasih kepada pakcik, maka itu boleh memberikan sejumlah uang untuk berterima kasih kepadanya, pakcik tersebut juga bisa menggunakan uang tersebut untuk membeli barang yang dibutuhkannya. Maka melalui peluang ini membimbing anaknya, tujuan dari belajar adalah mengembangkan kemampuan, agar dapat melayani orang lain; ketika dia memiliki sikap demikian, ia pun tidak mudah arogan.
Saya juga pernah bertemu seorang teman yang berusia dua puluhan tahun, saya waktu itu pertama kali melihatnya, dia lebih tinggi daripada saya, juga lebih tampan dari saya, lalu juga sudah mulai membaca kitab orang kudus dan bijak, setelah kami melihatnya merasa sangat kegirangan. Karena dia mulai belajar lebih awal daripada saya, merasa sangat girang untuknya, saya pun lumayan memujinya, benar-benar langka, dan terus memuji. Boleh tidak pertama kali bertemu sudah memberi setumpuk pujian? Tidak boleh! Jadi tutur kata harus waswas, saya tidak melakukannya dengan baik, saya pun tidak dapat menahan kerianganku, dan memberinya beberapa pujian. Lalu setelah berinteraksi selama seminggu lebih, saya mencermati ada detail kesehariannya yang kurang begitu tepat, karena dia juga lebih muda dariku beberapa tahun, jadi kami juga beranggapan bahwa kami bagaikan abangnya, dan juga "ramahkan tampang saya, lembutkan suara saya" saat berkata kepadanya. Alhasil saat perkataan saya sekali keluar, raut mukanya langsung berubah, saya juga orang yang sangat sensitif, tadinya ingin menasihati, menasihati setengah jalan langsung menginjak rem. Karena andaikan ia tidak ingin mendengarkan, sampai saatnya suasana menjadi keruh dan lain kali pun sulit untuk berkomunikasi. Saya melalui hal tersebut merasakan bahwa memuji orang harus mengikuti akhlak, jika tidak maka orang benar-benar akan kehilangan diri dalam suara pujian.
Kami memuji anak tersebut, sebab dia bersedia mengambil sandal barunya untuk dipakai teman sekelasnya, kami juga lebih lanjut menaruh harapan kepadanya, di kemudian hari dapat menjadi teladan dalam moral dan akhlak bagi semuanya. Oleh karena itu, mengapa abang sulung zaman dahulu luar biasa unggul, luar biasa bertanggung jawab, mengapa? Orang tua dari kecil sudah menaruh harapan kepadanya: Pekerjaan papa dan mama terlalu letih, sangat jerih payah, di rumah  kamu harus banyak membantu mengasuh adik-adikmu. Anda lihat dia punya pengharapan dan tanggung jawab, secara alami kemampuannya akan meningkat dengan cepat. Jadi ayat-ayat ajaran tersebut, kita dalam proses mendidik anak, juga akan ada sangat banyak poin peluang, kita juga dapat selanjutnya mempergunakannya dengan baik. Kemarin kita sempat berbicara tentang ayat berikutnya:
Huò Yǐn Shí. Huò Zuò Zuǒ. Zhǎng Zhě Xiān. Yòu Zhě Hòu.[Baik makan atau minum. Duduk maupun berjalan. Yang tua dahulu. Yang muda belakangan.]
Sebenarnya etiket tersebut meskipun merupakan sebuah detail kecil dalam kehidupan, namun yang paling penting adalah untuk menumbuhkan rasa hormat anak. Jadi ilmu yang hakiki pun ada pada iktikadnya, ada sebuah kalimat mengatakan, ilmu manusia nomor satu adalah "berpikir untuk orang lain", itu barulah namanya ilmu nomor satu.
Putra sulung dari Fan Zhongyan, beliau memberinya nama Fan Chunren, orang Tiongkok sebagai orang tua, kasih terhadap anaknya sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, bahkan memberi nama pun sedang mendidik anak. Apa tujuan dari orang Tiongkok memberikan nama? Yakni menaruh harapan kepada anak melalui nama tersebut, supaya ia dapat selalu mengingatkan dirinya. Jadi Fan Zhongyan memberikan nama Chunren (kasih murni) kepada anaknya, mengharapkan anaknya untuk dapat selalu mempunyai sebuah hati yang welas asih. Mari kita lihat aksara "Rén" ini, aksara berasas paduan makna, di kirinya ada aksara "orang", di kanannya ada aksara "dua", apa maksudnya? Dua orang, dua orang yang mana? Memikirkan diri sendiri pun harus memikirkan orang lain, jadi "yang tidak disenangi diri, jangan dilimpahkan kepada orang", "yang disenangi diri, dilimpahkan kepada orang", "sendiri ingin bertegak maka menegakkan orang, sendiri ingin maju maka memajukan orang". Anak dari kecil mengetahui inilah harapan ayah terhadapnya, secara alami dia pun akan sering menyemangati diri dan mendesak diri mereka sendiri untuk berbuat mengikuti arah tersebut.
Fan Chunren juga benar-benar tidak mengecewakan harapan ayahnya, sebab ada suatu kali Fan Zhongyan memberitahu anaknya, saya di sini ada lima ratus cedok gandum, lalu menyuruh Fan Chunren untuk membantu mengangkutnya dari ibu kota ke kampung halamannya di Jiangsu. Alhasil di pertengahan jalan, kebetulan bertemu dengan teman dahulu ayahnya, teman lama ayahnya, teman lama ayahnya pun menceritakan situasi keluarganya kepada Fan Chunren. Situasi keluarga teman ayahnya tersebut, kedua orang tuanya telah meninggal, tidak ada uang untuk memakamkannya, lalu juga ada anak perempuan yang masih belum menikah, kondisi hidupnya lumayan melarat. Fan Chunren setelah mendengarkan, langsung menjual lima ratus cedok gandum tersebut, dan mengambil uang tersebut untuk diberikan kepada tetuanya itu. Alhasil uangnya masih tidak cukup. Membantu orang harus bagaimana? Mengantar Buddha harus diantar sampai barat, membantu orang harus dibantu sampai tuntas. Oleh sebab itu, beliau juga menjual perahu pengangkut gandum tersebut langsung di tempat, uangnya baru cukup.
Alhasil Fan Chunren selesai menanganinya, pun balik ke ibu kota untuk menghadap ayahnya, dan duduk bersama ayahnya, beliau pun mulai melaporkan kepada ayahnya, melaporkan bahwa beliau dalam perjalanan bertemu dengan teman lama ayahnya. Lalu bercerita bahwa pada akhirnya beliau memutuskan untuk menjual lima ratus cedok gandum demi membantunya, kemudian beliau pun berkata: Tetapi uangnya masih tidak cukup. Fan Zhongyan pun mengangkat kepalanya dan berkata kepada anaknya: Kalau begitu perahunya juga dijual saja! Alhasil anaknya berkata: Ayah, saya juga telah menjualnya. Jadi ayah anak satu hati, hakikat keluarga dapat bertahan lama dan tidak runtuh, keluarga Fan murni berniat belas kasih, rugi tidak? Tidak rugi, malah mendapat berkah besar.
Ayah saya memberi nama saya, juga menaruh harapan kepada saya, menandakan harus melaksanakan sopan santun dengan baik; bahkan harus ada rasa misional, harus menyebarkan sopan santun bagaikan sembilan buah matahari, harus menyebarluaskannya. Dengan begitu kami barulah tidak mengecewakan ayah yang memberikan nama tersebut kepada kami.
Oleh karena itu, yang harus dipelihara dalam ilmu yakni sebuah iktikad ini, rasa kemanusiaan ini, rasa hormat ini. Mengapa berkata bahwa belajar dapat mengubah karisma? Berubah dari mana? Dari hati! Karena di dalam kitab klasik, misalnya dalam halnyaDi Zi Gui, yang dipetuahkan "baik makan atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda belakangan; yang tua berdiri, yang muda jangan duduk, yang tua duduk, disuruh barulah duduk". Saat ia membaca ayat-ayat tersebut, ia perlahan-lahan akan mempraktikkannya; dan saat ia mempraktikkan perilaku tersebut, maka akan dari luar perlahan-lahan terinternalisasi menjadi iktikadnya, rasa hormatnya tersebut pun semakin lama semakin mantap; rasa hormat mantap, tulus di dalam secara alami akan mengubah temperamen. Oleh karena itu, saat anak-anak membaca ayat suci namun tidak mempraktikkannya, apakah dapat mengubah karisma? Efeknya pun akan cukup terbatas, jadi belajar itu berharganya di pelaksanaan nyata.
"Baik makan atau minum", saat makan harus mempersilakan yang lebih tua untuk duduk dahulu dan makan dahulu. Kebetulan kami di Shenzhen ada sekelompok anak-anak, gurunya tidak hanya mengajarkan mereka bahwa saat makan didahulukan yang tua, juga mengajar mereka harus duduk bagaimana; posisi tuan pasti harus dipersilakan kepada guru, anak-anak tidak boleh berebut untuk duduk. Ini dipelajari oleh anak-anak, baginya di kemudian hari penting tidak? Penting. Saya pun pernah mendengar ada seorang bos, dia bilang dia ingin membicarakan sesuatu dengan pelanggan, lalu masing-masing membawa beberapa staf. Lalu salah satu dari karyawannya, sekali masuk langsung duduk di posisi tuan, yang lainnya juga tidak tahu harus bagaimana? Karena sudah orang dewasa, menegurnya di tempat juga benar-benar sangat tidak enak rasanya. Posisi tuan pasti berada tepat berseberangan dengan pintu, karena posisi tuan itu biasanya tetua ataupun ketua, saat beliau duduk di posisi tersebut dapat menguasai kondisi keseluruhan. Bolehkah Anda membiarkan atasanmu duduk di tempat pas masuk pintu? Kalau begitu siapa yang masuk pun beliau tidak tahu menahu. Oleh karena itu, seluruh etiket itu semuanya mengikuti suatu kondisi alami, semuanya sangat masuk akal. Posisi tuan harus dipersilakan kepada guru, anak pun tidak akan sembarangan duduk, sangat sesuai aturan.
Kemudian gurunya menambahkan: Andaikan meja ada urat-uratnya, urat-urat tersebut (urat garis-garis) tidak boleh menunjuk ke posisi tuan, itu tidak sopan. Dengan begitu maka sedikit demi sedikit menumbuhkan rasa hormatnya, serta tingkat ketelitiannya. Alhasil ada suatu kali, dikarenakan saya sering tidak berada di kelas, sebab saya memberikan seminar ke berbagai daerah. Pada saat kembali, juga akan makan bersama dengan anak-anak tersebut, alhasil pada suatu kali waktu makan saat sekali duduk, mereka pun di sana memutar meja. Saya berkata: Aneh, mengapa mereka memutar meja? Mereka bilang bahwa urat-urat ini tidak boleh menunjuk ke arah Guru Cai, hal tersebut tidak sopan. Kami setelah melihat benar-benar sangat tersentuh, saya yakin rasa hormat anak-anak tersebut bisa seumur hidup pun tidak berubah. Ini adalah "baik makan atau minum".
Selanjutnya, "duduk maupun berjalan", haruslah mempersilakan tetua duduk dahulu. Ada seorang anak kelas empat, kebetulan pergi mengunjungi sanak saudara bersama ibunya. Setelah masuk pintu, ibunya kebetulan sedang berbicara melalui ponsel, lalu ia mengatakan kepada ibunya: Ma, Anda duduk! Ibunya pun mengatakan: Kamu duduk dahulu. Alhasil ia berkata lagi: Ma, Anda duduk! Ibunya merasa sangat aneh: Suruh kamu duduk ya duduk, mengapa begitu cerewet! Dia bilang: Ma, Anda tidak duduk, saya tidak bisa duduk. Karena dia sedang menerapkan ayat tersebut, saat itu kita sebagai orang tua, sebagai guru harus peka, Anda harus memperkenankan rasa bakti dan rasa hormatnya, dia barulah dapat membina diri dan menjalankan hakikat. Sang ibu itu baru sadar kembali. Sebenarnya waktu sebelum belajarDi Zi Gui, siapa yang makan dahulu? Siapa yang duduk dahulu? Setiap kali anak dahulu. Jadinya terbalik! Jika terbalik, perilakunya pasti berbalik arah, sekarang Anda haruslah segera membantu meluruskan arahnya.
"Duduk", kami juga akan mengembangkan makna hingga, andaikata Anda naik mobil, pasti harus ada aturan, antre dengan tertib, tidak boleh berlomba-lomba. Setelah naik mobil selain mempersilakan tetua dan sesepuh untuk duduk, serta mempersilakan kaum tua, lemah, perempuan, dan anak, juga harus berjalan menuju belakang terlebih dahulu, demi mengorbankan tempat duduk. Jangan sekali naik mobil, belakang masih ada segerombolan tempat duduk, kita sengaja memilih duduk di depan, ini pun tidak memberikan kemudahan kepada orang. Karena andaikan yang naik belakangan adalah orang yang berusia, apakah Anda masih membiarkan beliau berjalan sejauh itu? Oleh karena itu, kami harus selalu berpikir demi tetua, dan selalu berpikir demi yang datang belakangan. Teman-teman sekalian, orang dewasa sekarang dapat melakukannya tidak? Anda coba cermati dengan penuh perhatian. Misalnya ada organisasi tertentu atau perusahaan tertentu melakukan wisata bersama-sama, orang yang naik dahulu semuanya duduk di depan, orang yang naik belakangan pun harus berjalan sampai belakang. Maka itu kita harus selalu menerapkan rasa hormat dan rela berkorban.
Ada sebuah sekolah yang berwisata ke luar, banyak sekali guru pria pun duduk di depan, karena ada seorang guru wanita pernah belajarDi Zi Gui, tetapi orang dewasa sangat jaga gengsi, Anda secara langsung memberitahu bahwa ia berbuat salah, ia mungkin akan berang karena kesal dan malu. Jadi para guru pun harus mempelajariDi Zi Guidengan baik, kalau tidak ucapan dan perilakunya pun bisa jadi akan berlawanan dengan pendidikan. Guru andaikan anti-pendidikan akan bagaimana? Akan jatuh ke neraka lapis sembilan belas. Ada sebuah cerita yang mengatakan begitu, kebetulan ada seorang dokter yang mengabaikan nyawa orang, Raja Yama sangat gusar, menghukumnya masuk neraka lapis delapan belas. Setelah sampai dia sangat kesal, berteriak di sana: Saya itu bukannya sengaja, hanya tidak hati-hati! Anda lihat, ia tidak belajarDi Zi Gui, jadi salah masih tidak mengakuinya, dia tidak tahu "kekhilafan mampu dikoreksi, berangsur kembali nihil", jika ia pada saat itu timbul satu niat tobat, mungkin sudah meninggalkan neraka delapan belas lapis; "jika masih disamarkan", dosa bertambah satu lapis, jadi terus ditahan.
Alhasil ia pun di sana sangat gusar sambil menghentak kaki, tiba-tiba di bawah ada seseorang berkata: Jangan hentak lagi, debu yang Anda buat jatuh ke tubuh saya! Dia pun terkejut, bukankah lapis delapan belas sudah yang terendah? Mengapa di bawah masih ada orang? Dia berkata: Profesi saya dokter, mengabaikan nyawa orang maka jatuh hingga lapis delapan belas, apa profesi Anda? Mengapa jatuh sampai ke lapis sembilan belas? Orang di bawahnya berkata: Saya seorang guru. Dokter merengut nyawa orang dijatuhkan ke lapis delapan belas, guru memutus nyawa kebijaksanaan, nyawa manusia terbatas, nyawa kebijaksanaan tidak terbatas. Lalu andai kebijaksanaan ini dibangun dengan tepat, siswa Anda di kemudian hari ada anaknya, anaknya masih ada anaknya, Anda memberikan seorang siswa konsep yang tepat, mungkin dapat memengaruhi anak dan cucunya dari setiap generasi. Dan seumur hidupnya seorang guru juga dapat mengajar ratusan hingga ribuan siswa, jadi profesi guru ini disebut pahala tak terbatas. Kalau diemban dengan baik, namanya "pahala tak terbatas", diemban tidak baik maka namanya pahala tak "terang", masa depannya suram. Teman-teman sekalian, janganlah setelah Anda mendengarkan maka bilang: Kalau begitu saya tidak mau jadi guru, terlalu mengerikan. Apakah yang benar-benar penting? Niat tersebut. Metode mengajar kami juga harus terakumulasi perlahan-lahan sejalan dengan pengalaman, dan niat sejati Anda tersebut barulah merupakan interaktif yang terpenting dengan anak-anak.
Mari kita pikirkan, mengajar itu saat mengajar lima tahun pertama lebih dekat dengan siswa? Atau mengajar setelah lima tahun lebih dekat dengan siswa? Lima tahun pertama, sangat aneh sekali, kapan metode mengajar Anda semakin lama semakin baik? Pasti setelah. Tetapi mengapa lima tahun pertama anak lebih dekat dengan Anda? Tingkat kepenuhan hati! Karena saat itu Anda selalu berpikir dan khawatir tidak bisa mengajar dengan baik, sehingga Anda sangat berusaha dalam mengajar siswa. Siswa tidak hanya melihat teknik mengajar Anda, yang lebih penting adalah sikap mengajar Anda, mereka mempunyai kesan yang mendalam. Kemungkinan saat Anda sudah lama mengajar, rasa kasih terhadap pendidikan merosot, meskipun teknik mengajar Anda lebih baik dari sebelumnya, tetapi ketukan batin yang diberikan kepada anak, mungkin tidak sekuat yang sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai guru jangan khawatir teknik mengajarnya tidak cukup, asalkan Anda memiliki niat tersebut, pasti pahalanya sungguh-sungguh tidak terbatas, masa depannya terang benderang.
Sebagai guru harus selalu berpegangan "belajar selaku guru insan, bertindak selaku teladan dunia", karena guru juga sedang dalam proses belajar yang tiada hentinya, sehingga guru tidak boleh menghentikan penuntutan terhadap budi pekerti dan ilmu, "belajar maka membina diri, mengajar maka membina orang", kita "mengajar" dan "belajar" dua-duanya tidak boleh berhenti. Dan belajar barulah dapat meningkatkan serta memperbaiki diri sendiri, jadi "belajar maka membina diri", mengatasi kebiasaan buruk diri sendiri; "mengajar maka membina orang", melalui pendidikan barulah dapat meluruskan konsep siswa, membangun pandangan hidup yang benar. Tidak belajar, Anda pun sangat sulit mendapat kebijaksanaan sejati, sebab itu, tidak belajar maka tidak bijak, tidak mengajar maka tidak welas asih, karena hanya pendidikanlah yang dapat menyelamatkan kehidupan seseorang dari dasarnya, jadi kami selalu saling berkembang antara mengajar dan belajar. Guru itu pastinya bukan lulus dari sekolah tinggi keguruan, bukunya pun diletakkan, malahan harus lebih proaktif dalam belajar, jangan mengecewakan harapan negara terhadap kita, jangan mengecewakan kepercayaan orang tua murid terhadap kita, terlebih lagi jangan mengecewakan hubungan takdir antara guru dan siswa tersebut. Jadi harus selalu "belajar selaku guru insan, bertindak selaku teladan dunia".
Guru wanita tersebut setelah naik, melihat guru-guru itu duduk di depan, juga tidak nyaman untuk langsung menyalahkan mereka, saat ini "kemahiran akan watak manusiawi bagaikan susastra", menggunakan seni dalam berbahasa, kemudian memberitahu mereka: Wanita didahulukan, kalian berjalan ke belakang sedikit. Memberi mereka sedikit rasa kesuksesan, tidak menyalahkan mereka di muka, namun bisa memberikan teladan kepada mereka. Andaikata Anda duduk sebentar, kemudian ada guru yang lebih tua berjalan naik, guru wanita tersebut segera berdiri, "Guru Wu, duduk sini", melakukan untuk dilihat orang lain. Ketika ada seseorang yang melakukan, rasa hormat orang lain akan terbangkitkan. Oleh karena itu, kita di dalam organisasi apapun, harus selalu mempertunjukkan untuk orang lain.
Dia bilang bahwa selain naik mobil akan tampak fenomena ini, pergi berwisata, sekali masuk pintu semua lampu yang ada di dalam ruangan dibuka semua. Mengapa dibuka semuanya? Karena tidak perlu uang. Jadi andaikan orang itu apa-apa adalah uang, maka akan melakukan sangat banyak hal yang mengurangi berkah sendiri. Pertanyaannya lampu ini bisa bersinar, berasal dari mana? Berasal dari listrik. Lalu listrik datang dari mana? Tenaga pembangkit, ada tenaga air, ada banyak sekali metode membangkitkan listrik, dan semua metode pembangkit listrik seluruhnya mesti menguras sumber daya bumi. Saat generasi ini pemakaiannya semakin berlebihan, generasi berikutnya pun semakin kekurangan. Jadi saya sering mengatakan, sejak adanya sejarah manusia, generasi mana yang akan dimarahi sampai habis-habisan oleh generasi berikutnya? Generasi kita. Mengapa kalian tahu? Kalian dapat meramalkan masa depan, sangat bijaksana! Kita semua bisa memikirkan orang seratus tahun ke depan akan mencaci: Mengapa saya memiliki nenek moyang yang begitu buruk, air macam apa yang diwariskan kepada kami? Udara macam apa yang diwariskan kepada kami? Mewariskan langit yang berlubang kepada kami, mewariskan tanah yang semuanya disemprot dengan pestisida, kami sulit untuk bertahan hidup. Ingin tidak menjadi nenek moyang seperti ini? Anda lihat, bagaimana nenek moyang ribuzn tahun yang lalu memperlakukan kita, mewarisi semua yang baik, mewarisi hikmat! Kita haruslah menjadi tetua yang layak, nenek moyang yang pantas.
Guru tersebut juga tidak langsung menyalahkan, paling-paling ia membuka, kita yang menutup. Jadi sebagai guru harus selalu berpikir, semua ucapan dan perilaku harus memberikan teladan yang baik kepada siswa dan publik. Banyak sekali guru akan bilang: Kalau begitu saya jadi guru bukannya sangat sengsara? Pada kenyataan, bisa berkata begitu, sebab ia belum benar-benar mempraktikkan petuah orang kudus dan bijak; andai ia benar-benar melakukannya, ia pasti tidak akan berkata demikian, karena petuah orang kudus dan bijak benar-benar membuat Anda menjalani kehidupan yang baik. Anda bilang duduk juga harus ada tata duduk, Anda lihat sofa sekali baring, miring sedikit kan enak! Itu semua hanya melihat kenyamanan sesaat, penderitaan jangka panjang di kemudian hari. Kini penyakit yang paling banyak adalah pada tulang, taji tulang, skoliosis, Anda nyaman sebentar, tulang belakang melengkung, nanti masih harus mencari orang untuk diinjak-injak dengan kaki, didorong-dorong dengan tangan, saat itu Anda akan keluh kesah menderita. Oleh karena itu,  ketika Anda benar-benar hidup mengikuti etiket tersebut, tubuh Anda akan sangat sehat, Anda akan hidup dengan sangat santai. Saat sikap penuh hormat Anda tersebut telah terinternalisasi, Anda dalam melakukannya akan merasa sangat nyaman, sangat leluasa, sedikit pun tidak perlu pura-pura. Dan ketika Anda tidak berbuat demikian, sudah terbiasa sembarangan, nantinya pun selalu takut akan bertindak memalukan, saat itu energi yang terkuras pastinya akan lebih banyak.
Karena orang tidak mengerti, sehingga akan muncul kesalahpahaman tersebut, itu juga harus bergantung pada kita semua untuk mempertunjukkannya dengan seru, agar dia merasa bahwa orang yang belajar kitab orang kudus dan bijak mukanya penuh senyuman, lalu berinteraksi dengan orang juga sangat harmoni. Janganlah Anda belajar kitab klasik orang kudus dan bijak, belajar hingga akhirnya sebuah muka masam, kalau begitu orang pun tidak berani untuk belajar. Jadi kita adalah papan merek Konfusius, papan merek orang kudus dan bijak, harus sering memolesnya. Menggunakan sikap kita yang selalu "memperbarui hari ini, memperbarui setiap hari, memperbarui seterusnya", untuk menumbuhkembangkan budi pekerti dan ilmu kita sendiri, dan juga selalu berharap menggunakan keteladanan untuk memotivasi rasa hormat dan rasa welas asih dari orang lain. Oleh karena itu, "baik makan atau minum, duduk maupun berjalan, yang tua dahulu, yang muda belakangan". Ayat berikutnya:
Zhǎng Hū Rén. Jí Dài Jiào. Rén Bú Zài. Jǐ Jí Dào.[Yang tua memanggil orang. Lekas membantunya memanggil. Orangnya tidak ada. Diri kita lekas sampaikan.]
Karena mereka di zaman dahulu adalah keluarga besar, ketika tamu datang ke rumah, mungkin ia ingin mencari kakek, ataupun mencari pakde. Mustahil kalau tamu yang datang ke rumah kalian, masuk ke dalam ruangan untuk mencari orang, itu pun tidak sesuai etiket. Oleh karena itu, kita sebagai yang lebih muda, bertemu dengan tetua maupun bertemu tamu yang datang, harus berinisiatif: Maaf, Anda mencari siapa? Andaikan mencari pakde, anak tersebut harus bagaimana?Lekas bantu panggil, berlari untuk mencari pakdenya, harus lekas, tidak boleh tidak sopan dengan tamu, membiarkan orang lain menunggu lama pun tidak baik. Jika pakde tidak ada,orang tidak ada, diri lekas sampai, harus kembali untuk memberitahu tamu: Pakde saya tidak ada, Anda ada urusan apa ya? Karena kemungkinan besar orang tersebut juga datang dari jauh, bagai ungkapan tanpa masalah tidak kunjungi kuil Buddha, orang lain datang pasti ada sesuatu hal. Jadi kita seharusnya: Maaf, ada urusan apa ya? Apakah ada yang bisa saya bantu sampaikan?
Ketika tanggapan seorang anak sejak kecil sudah demikian, lain kali apakah Anda lapang hati membiarkannya melaksanakan sesuatu? Lapang hati. Jadi jangan meremehkan etiket ini, itu pun menandakan saat ia menghadapi suatu hal, pasti akan menanganinya dari awal sampai akhir, yakni sikap ada awal ada akhir. Saat ia demikian, hatinya pun tidak mudah cemas dan terburu-buru. Oleh karena itu, melalui etiket kehidupan tersebut, senantiasa menumbuhkembangkan pembinaan anak. Pelajaran kita kali ini sampai di sini dahulu, kita akan teruskan di pelajaran berikutnya. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar